BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sekolah gratis
adalah sebuah program pemerintah yang diupayakan untuk menyelesaikan masalah
pemerataan akses pendidikan. Kebijakan ini juga merupakan upaya merealisasikan
anggaran pendidikan 20% dari APBN. Kebijakan sekolah gratis ini diharapkan akan
mampu menyelesaikan masalah mahalnya biaya pendidikan yang banyak dikeluhkan
masyarakat terutama dari golongan menengah ke bawah. Biaya operasional
penyelenggaraan pendidikan yang selama ini ditanggung oleh sekolah dari
beberapa sumbangan pendidikan (pungutan liar) dari masyarakat, ini diganti
dengan dana BOS.
Kemunculan sekolah
gratis ini ternyata bukan menyelesaikan masalah, namun justru memunculkan
masalah yang lebih serius. Sekolah gratis mengancam eksistensi sekolah swasta
yang berbiaya mahal karena harus menanggung biaya sendiri. Kehadiran sekolah
gratis dimungkinkan dapat merugikan sekolah swasta karena masyarakat lebih
tertarik menyekolahkan anaknya di sekolah negeri yang gratis. Masalah kedua
yaitu menyangkut masalah kualitas. Kualitas sekolah gratis sering dipertanyakan
masyarakat. Minimnya dana yang disediakan pemerintah menjadi alasan bahwa
sekolah tidak mungkin menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dengan biaya
yang minim.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah kebijakan sekolah gratis memberikan
dampak positif dan negatif bagi tercapainya cita-cita nasional?
2. Apakah pengaruh kebijakan sekolah gratis terhadap kualitas / mutu pendidikan dan
gurunya?
3. Apakah undang-undang tentang sekolah gratis?
C.
TUJUAN
1. Mengetahui kebijakan sekolah gratis
memberikan dampak positif dan negatif bagi tercapainya cita-cita nasional.
2. Mengetahui pengaruh kebijakan sekolah gratis terhadap kualitas / mutu pendidikan dan
gurunya.
3. Mengetahui undang-undang tentang sekolah gratis.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kebijakan
sekolah gratis memberikan dampak positif dan negatif bagi tercapainya cita-cita
nasional
Kebijakan yang baru-baru ini telah
ditetapkan oleh pemerintah pusat, mengenai pembebasan biaya sekolah di tingakat
SD dan SMP baik negeri maupun swasta. Hal tersebut bertujuan untuk mewujudkan
program kerja pemerintah.
Selain dari itu juga dalam rangka meningkatkan SDM yang berkualitas dan mampu
berkompetisi dalam kancah nasional maupun internasional. Dalam menetapkan
kebijakan tersebut pemerintah tidak asal-asalan dalam menetapkan kebijakan tersebut.
Pastinya pemerintah mengambil keputusan tersebut dengan penuh pertimbangan dan
pemikiran yang cukup matang demi mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia
yaitu yang tercantum dalam UUD 1945 yang berbunyi, “ Melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”.
Cita-cita tersebut dapat tercapai apabila pemerintah dan seluruh masyarakat
mampu bekerjasama demi mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia.
Kebijakan sekolah gratis merupakan sebuah peristiwa besar
yang perlu kita kaji dan fikirkan bersama. Dimana peristiwa tersebut dapat
mempengaruhi maju mundurnya suatu Negara, karena
program sekolah gratis tersebut dapat melahirkan para pewaris bangsa yang
berkualitas maupun yang bobrok. Dibalik semua itu tergantung para pengolah (
pendidik) dalam mengelolanya dengan baik agar menghasilkan SDM yang
berkualitas, bukannya SDM yang hanya mampu mencoreng nama baik bangsa saja.
Kebijakan sekolah gratis mampu
memberikan dampak yang positif demi tercapainya cita-cita nasional. Adapun
dampak yang mampu ditimbulkan dari sekolah gratis ini, diantaranya :
1. Mampu
memberikan peluang dan kesempatan bagi anak-anak yang kurang mampu untuk dapat mengenyam
bangku pendidikan yang selama ini hanya ada dalam bayangan dan angan-angan
mereka saja,
2. Mampu
meningkatkan mutu pendidikan kedepannya ,
3. Mampu
mengurangi tingkat kebodohan, pengangguran, dan kemiskinan,
4. Mampu
menghasilkan SDM yang berkualitas,
5. Mampu
mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia yaitu ikut mencerdaskan anak
bangsa.
Kebijakan
Sekolah Gratis selain
memberikan manfaat,
juga dapat memberikan dampak negatif, diantaranya :
1. Dengan
program sekolah gratis rakyat yang masih awam akan berfikiran bahwa mereka
hanya cukup dengan menyekolahkan anak-anak mereka sampai tingkat SD atau SMP
saja,
2. Biaya
yang digratiskan hanyalah biaya administrasinya saja, sehingga menimbulkan
peluang untuk terjadinya penyalahgunaan dari pihak-pihak sekolah yang tidak
bertanggung jawab, misalnya mau tidak mau siswa dipaksa untuk membeli buku-buku
pelajaran , LKS, dan biaya Bimbel yang akhirnya tetap tidak gratis juga,
3. Menimbulkan
sebagian Peserta didik berlaku seenaknya dalam hal belajar ataupun pembiayaan.
4. Apabila
sekolah membutuhkan dana untuk keperluan pengadaan peralatan yang mendadak akan
keteteran.
B.
Pengaruh Kebijakan
Sekolah Gratis Terhadap
Kualitas / Mutu Pendidikan dan Gurunya
Kesuksesan program sekolah gratis ini terletak pada mutu
gurunya. Jika para gurunya berkualitas, memiliki kompetensi,
memiliki wawasan yang luas, memiliki skill yang menunjang, mampu menguasai
keterampilan-keterampilan
khusus dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, siap mengabdi dan ditempatkan
dimanapun di wilayah yang ada di Indonesia maka program kerja tersebut dapat
terlaksana dengan lancar.
Akibat dari kurangnya jumlah tenaga
pendidik di Indonesia yang terbatas dan kurang kompetennya seorang pendidik,
mampu memuculkan kendala-kendala yang dapat menghambat berjalannya program
sekolah gratis tersebut. Adapun didalam mencapai keberhasilan kebijakan
tersebut, terdapat beberapa kendala yang harus dihadapi oleh pemerintah
diantaranya yaitu:
1. Kurangnya
dana untuk pendidikan
Menurut
Sekjen Pendidikan Depdiknas Bapak Didi Nandika, bahwa pada tahun 2010
diperkirakan Departemen Pendidikan Nasional akan mengurangi jumlah anggaran
pendidikan sekitar Rp 4 triliun. Akan tetapi Depdiknas menjamin tidak akan
memotong dana untuk program pemerintah yaitu Wajar Sembilan tahun dan dana
kesejahteraan pendidik.
2. Kurangnya
guru yang berkualitas
Jumlah
tenaga Guru yang ada di Indonesia sebenarnya masih kurang, terutama untuk di
daerah pedalaman seperti di Maluku dan papua. Terutama jumlah guru yang
berkualitas itu sangat terbatas sekali, kriteria guru yang berkualitas yaitu
seorang guru memiliki syarat kualifikasi, salah satunya yaitu minimal lulusan
S1 atau Diploma IV, dengan kompetensi yang meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian,
professional, dan sosial.
Hal itu juga tidak cukup, tetapi guru itu memiliki loyalitas yang tinggi
tehadap tugasnya sebagai seorang guru dan seorang pengabdi.
Pada kenyataannya sistem pengajaran yang digunakan guru sudah tidak
sesuai lagi dengan kultur dan kebudayaan kita. Seharusnya kita mampu bercermin
pada sistem pengajaran
di Jepang yang menggunakan dan menerapkan nilai-nilai kebudayaandan adat
istiadat mereka dalam proses belajar mengajar yang diterpakan di setiap sekolah
yang ada disana.
Misalnya sistem pendidikan yang diterapkan
dan dikembangkan di sekolah-sekolah di jepang diantaranya :
a. Penghormatan
kepada guru merupakan cerminan kehidupan masyarakat Jepang,
b. Mereka
tetap mengajarkan nilai-nilai bijak kepada orang lain, toleransi, dan saling
sapa.
Sebenarnya kita juga memiliki seorang
motivator di bidang pendidikan,
yaitu Ki Hajar Dewantar, beliau juga pernah mengatakan bahwa orang Indonesia juga memiliki jiwa kependidikan. Adapun diantaranya
yaitu :
a. Seorang
guru dalam mengajar harus memiliki rasa kasih sayang ( Love affection),
b. Penuh
dengan keikhlasan dalam mengajar ( Sincerely),
c. Memiliki
kejujuran ( Honesty),
d. Memiliki
nilai keagamaan (spiritual), dan
e. Mampu
mengajar dalam keadaan atau suasana kekeluargaan ( Family atmosphere).
3. Kurangnya
sarana dan prasarana yang menunjang
Pemerataan jumlah
penduduk maupun dana
pengalokasian untuk pendidikan pun tidak merata. Tetapi dengan adanya otonomi daerah maka
seharusnya pengalokasian dana untuk pendidikan harus merata. Akan tetapi justru
malah sebaliknya, tidak ada perhatian sama sekali dari pemerintah daerah
terhadap sekolah-sekolah yang ada dipelosok.
4.
Kurang keefektifan dan keefisienan dalam
pendidikannya
Pendidikan yang efektif yaitu suatu
pendidikan yang memungkinakna peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah,
menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan.
Berdasarkan penelitian dan survei oleh para praktisi pendidikan, salah satu
penyebab rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia adalah tidak adanya
tujuan pendidikan yang jelas sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal
ini menyebabkan baik
peserta didik maupun pendidiknya tidak tahu keluaran apa yang akan dihasilkan sehingga
tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan.
Efisiensi adalah bagaimana menghasilkan
efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih sederhana. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik
jika memperhitungkan untuk memperoleh
hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Dengan adanya sekolah
gratis ini diharapkan
dapat mengatasi masalah efisiensi pengajaran di Indonesia, diantaranya yaitu
mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu
pengajar yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di ndonesia.
Dengan adanya pembebasan biaya ditingkat sekolah dasar dan menengah pertama
memang telah diberlakukan sejak tahun kemarin.
Selain itu masalah lain mengenai
efisiensi pengajaran
adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pendidik juga yang menyebabkan peserta
didik kurang dapat mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil
pendidikan tambahan yang juga membutuhkan biaya/ uang lebih. Misalnya saja,
seorang pendidik mempunyai kompetensi dasar pendidikan di bidang bahasa
Indonesia, namun akibat dari keterbatasan bidang pekerjan yang seharusnya dia
bekerja sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Tetapi pendidik tersebut malah
mengajar ilmu ekonomi yang sebenarnya bukan bidangnya. Akibatnya pemahaman
pendidik tersebut dalam memberikan pengajaran ekonomi sangat berbeda dengan
pemahaman pendidik yang mengajar dengan menguasai kompetensi khusus yang
dimilikinya di bidang
ekonomi.
Pemerintah seharus dapat membentuk suatu badan
penyalur tenaga pendidik, yang tugasnya yaitu :
a. Menempatkan
pendidik di seluruh wilayah Indonesia setelah pendidik mendapatkan SK dari
pemerintah pusat untuk mengajar (atau setelah diangkat menjadi PNS / pegawai
negri sipil),
b. Memperhatikan
kesejahteraannya,
c. Menempatkan
pendidik pada pekerjaan yang sesuai dengan bidang garapan atau kompetensi
khusus yang di kuasainya,
d. Mengarahkan
dan memberi pelatihan kepada para pendidik yang kurang memiliki kompetensi dan
keterampilan-keterampilan seperti pada pendidik yang telah menjadi PNS tetapi
pendidikannya hanya sampai tingkat SMA,
e. Mengawasi
kinerja pendidik setiap 1 buln sekali, sehingga dapat diketahui apakah kinerja
pendidik tersebut semakin meningkat atau justru semakin menurun,
f. Juga
perlu adanya tindakan yang cepat tangga dari pemerintah, untuk dapat memecahkan
suatu permasalahan yang berhubungan dengan berbagai hal mengenai proses belajar
mengajar, salah satunya cara pengajaran yang baik yang perlu dilakukan oleh
pendidik.
5. Kurangnya
penyempurnaan dan perbaikan kurikulum
Sistem pendidikan yang baik sangat
berpengaruh penting dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Dalam
beberapa tahun ini, terjadi beberapa
kali pergantian kurikulum pendidikan. Diantaranya Kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) yang mengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan
aktif, dimana peserta didik dituntut agar lebih aktif lagi peranannya dalam
proses belajar mengajar. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Yang terdiri dari tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat
satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus. Ketika penggantian kurikulum, juga
mengganti cara pendidikan dan pengajar, dan pengajar secara otomatis harus
diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah biaya pendidikan. Sehingga jika
terlalu sering mengganti kurikulum maka
dianggap kurang efektif.
Adapun definisi kurikulum itu sendiri adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahanpelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Hal-hal yang penting untuk
penyempurnaan dan perbaikan kurikulum, diantaranya :
a. Mengembangkan
kurikulum yang adaptif atau kurikulum internasional
b. Mengintegrasikan
life skill,
c. Mengakomodasikan
perkembangan ilmu dan teknologi sesuai dengan kebutuhan peserta didik untuk
hidup di dalam masyarakat,
d. Mengintegrasikan
mata pelajaran umum dengan mata pelajaran khusus seperti Bahasa Inggris,
e. Kurikulum
disusun dan di evaluasi berdasarkan hasil kajian.
Kurikulum yang diterapkan sekarang ini
diharapkan dapat menyempurnakan kurikulum-kurikulum yang sebelumnya. Hal ini disebabkan setiap pergantian kurikulum, baik pendidik (guru) dan peserta didik
tidak benar-benar memahami dan menguasai bagaimana kurikulum tersebut di
aplikasikan dalam proses belajar mengajar. Justru para pendidik masih
menggunakan cara atau metode lama dalam proses belajar mengajar. Dimana guru lebih
dominan atau lebih aktif dalam proses KBM-nya. Sehingga peserta didik telah terbiasa
belajar tidak mandiri, tidak mampu mengeksplor lingkungan yang ada di
sekitarnya.
6. Kurangnya
perhatian pemerintah terhadap masyarakat pedalaman
Mungkin bila dikatakan tidak ada sama
sekali perhatian dari pemerintah, hal itu tidaklah etis. Sebenarnya pemerintah pusat dan daerah telah bekerja keras agar
seluruh rakyatnya dapat merasakan perhatian baik di bidang politik, ekonomi,
social, budaya, kesehatan, terutama pendidikan, Oleh sebab itu dengan adanya
OTDA (Otonomi Daerah) yang diatur oleh UU No. 32 tahun 2004 sebagai revisi UU
No. 22 tahun1999 tentang pemerintah daerah yang sudah berjalan hampir tujuh
tahun.
Adapun
penyebab kurangnya perhatian dari pemerintah tersebut ialah :
a. Faktor
geografis yang tidak memungkinkan,
b. Akibat
dari kebijakan otonomi daerah,
c. Terputusnya
sarana dan prasarana untuk berkomunikasi, sehingga sulit untuk berhubungan atau
mencari informasi kepada masyarakat,
Alternatif
pemecahannya diantara lain :
b. Pemerintah
pusat seharusnya lebih fokus perhatiannya terhadap masyarakat pedalaman, terutama
masyarakat yang masih terbelakang atau primitif seperti masyarakat pedalaman
yaitu Suku Anak Dalam, dan Suku Talang Mamak di Kalimantan, dan Suku dani di
papua Papuan, Suku Dayak Badui di Banten, dll.
c. Adanya
kunjungan kerja kedaerah-daerah terpencil, sehingga pemerintah pusat tahu
ternyata masih ada rakyatnya yang tidak mendapatkan fasilitas yang layak
seperti layanan sekolah gratis, kesehatan dan bahkan keadaan ekonomi mereka
yang sangat memprihatinkan.
d. Dibentuknya
tim penggerak pendidikan, seperti tim penilai pendidikan yang fungsinya sebagai
tim penilai, pengontrol / pengawas, yang selalu memantau sistem pendidikan yang ada dan tim ini bisa langsung melaporkan ke pemerintah
pusat, apabila ada penyelewengan yang kurang pantas dalam sistem pendidikan di pemerintahan
daerahnya.
C.
Undang-Undang Tentang Sekolah Gratis
Sesuai dengan UU Sisdiknas Nomor 20
Tahun 2003 yang mengamanatkan bahwa setiap warga Negara yang berusia 7-15 tahun
wajib mengikuti pendidikan dasar. Dalam pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa
pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar
minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam
ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah pemerintah
dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta
didik pada tingkat pendidikan dasar ( SD dan SMP ) serta satuan pendidikan lain
yang sederajat.
Sejalan dengan undang-undang tersebut,
pemerintah tela mengadakan program BOS yang dimulai sejak bulan Juli 2005.
program tersebut telah mampu menuntaskan wajib belajar 9 tahun, hal ini
dibuktikan bahwa pada tahun 2009 Angka Partisipasi Kasar (APK) telah mencapai
98,11%. Mulai tahun 2010 pemerintah telah melakukan perubahan tujuan,
pendekatan dan orientasi dari program. Secara umum program BOS bertujuan untuk
meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib
belajar 9 tahun yang bermutu. Secara khusus program BOS bertujuan untuk
menggratiskan seluruh siswa SD negeri dan SMP negeri dari biaya operasi
sekolah, kecuali RSBI dan SBI; menggratiskan seluruh siswa miskin dari seluruh
pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta; meringankan
beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta.
Dengan adanya program BOS diharapkan
anak-anak Indonesia mampu mengenyam pendidikan dasar minimal 9 tahun. Sehingga
mutu pendidikan di negara kita bisa menjadi lebih baik dari yang sebelumnya.
Pelaksanaan dan pengelolaan dana BOS harus dilakukan dengan tepat, akuntabel
dan penuh tanggung jawab. Tim manajemen BOS harus mampu mengelola dengan
sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya.
Selain itu, masyarakat juga harus mengetahui
dan mengawasi pelaksanaan program BOS. Namun pada umumnya pandangan mereka
terhadap sekolah gratis / program BOS seakan tidak secara jelas mengetahui
tujuan dan pelaksanaan BOS. Ketidakpedulian para orang tua itu disebabkan oleh
beberapa hal
1.
mereka merasa sudah melaksanakan
kewajiban, yakni memberi hak anak untuk mendapat pendidikan di sekolah sehingga mengetahui
seluk beluk BOS bukanlah kewajiban
2.
kesibukan kerja yang enggan menanyakan
sesuatu yang mereka anggap bukan persoalan krusial.
3. pihak
sekolah tidak pernah mendorong orang tua dalam setiap kesempatan untuk ikut
mengontrol pemanfaatan BOS. Padahal seharusnya orang tua bisa berparisipasi
dalam JADI BOS ( Jalani, Awasi, Diskusikan Bantuan Operasional Sekolah ).
Tujuan dari program BOS adalah
menggratiskan seuruh siswa SD negeri dan SMP negeri dari biaya operasi sekolah,
namun pada kenyataannya siswa masih diharuskan membeli buku LKS, membayar
sumbangan pembangunan, seragam sekolah, alat tulis dan lain-lain. Banyak
sekolah yang menarik biaya sumbangan per bulan yang diatasnamakan komite
sekolah. Jadi sekolah itu memang tidak mutlak gratis.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebijakan
sekolah gratis merupakan
sebuah peristiwa besar yang perlu kita kaji dan fikirkan bersama. Dimana
peristiwa tersebut dapat mempengaruhi maju mundurnya suatu Negara, karena program sekolah gratis tersebut
dapat melahirkan para pewaris bangsa yang berkualitas maupun yang bobrok. Dibalik
semua itu tergantung para pengolah ( pendidik) dalam mengelolanya dengan baik
agar menghasilkan SDM yang berkualitas, bukannya SDM yang hanya mampu mencoreng
nama baik bangsa saja.
Kesuksesan program sekolah gratis ini terletak pada mutu
gurunya. Jika para gurunya berkualitas, memiliki kompetensi,
memiliki wawasan yang luas, memiliki skill yang menunjang, mampu menguasai
keterampilan-keterampilan
khusus dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, siap mengabdi dan ditempatkan
dimanapun di wilayah yang ada di Indonesia maka program kerja tersebut dapat
terlaksana dengan lancar.
UU Sisdiknas
Nomor 20 Tahun 2003 yang mengamanatkan bahwa setiap warga Negara yang berusia
7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Dalam pasal 34 ayat 2 menyebutkan
bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar
minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam
ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat.
B. SARAN
Sebaiknya sekolah
gratis di Indonesia benar-benar diperhatikan, mengingat keterbatasan biaya
untuk kalangan menengah ke bawah. Jika di Indonesia pendidikan semakin mahal,
maka hanya kalangan-kalangan tertentu saja yang dapat mengenyam bangku
pendidikan. Dengan demikian pendidikan yang bertujuan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa tidak dapat terlaksana dengan maksimal.
DAFTAR RUJUKAN
Supriyanto. 2012. Bahan
ajar sosiologi pendidikan. Malang: progran studi PGSD-KSDP-FIP Universitas
Negeri Malang
Sawitri.
2010. Aplikasi kebijakan sekolah
gratis. (online) http://www.sekolahdasar.net/2010/01/aplikasi-kebijakan-sekolah-gratis.html (diakses tanggal 13 Maret 2012)
Wikipedia.
2011. Latar belakang pandangan sosiologi terhadap sekolah gratis. (online) http://sharingkuliahku.wordpress.com/2011/10/26/latar-belakang-pandangan-sosiologi-terhadap-sekolah-gratis/ (diakses tanggal 13 Maret 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar