Rabu, 25 April 2012

Sekolah Gratis



BAB I
PENDAHULUAN

A.           LATAR BELAKANG
Sekolah gratis adalah sebuah program pemerintah yang diupayakan untuk menyelesaikan masalah pemerataan akses pendidikan. Kebijakan ini juga merupakan upaya merealisasikan anggaran pendidikan 20% dari APBN. Kebijakan sekolah gratis ini diharapkan akan mampu menyelesaikan masalah mahalnya biaya pendidikan yang banyak dikeluhkan masyarakat terutama dari golongan menengah ke bawah. Biaya operasional penyelenggaraan pendidikan yang selama ini ditanggung oleh sekolah dari beberapa sumbangan pendidikan (pungutan liar) dari masyarakat, ini diganti dengan dana BOS.
Kemunculan sekolah gratis ini ternyata bukan menyelesaikan masalah, namun justru memunculkan masalah yang lebih serius. Sekolah gratis mengancam eksistensi sekolah swasta yang berbiaya mahal karena harus menanggung biaya sendiri. Kehadiran sekolah gratis dimungkinkan dapat merugikan sekolah swasta karena masyarakat lebih tertarik menyekolahkan anaknya di sekolah negeri yang gratis. Masalah kedua yaitu menyangkut masalah kualitas. Kualitas sekolah gratis sering dipertanyakan masyarakat. Minimnya dana yang disediakan pemerintah menjadi alasan bahwa sekolah tidak mungkin menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dengan biaya yang minim.



B.            RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah kebijakan sekolah gratis memberikan dampak positif dan negatif bagi tercapainya cita-cita nasional?
2.      Apakah pengaruh kebijakan sekolah gratis terhadap kualitas / mutu pendidikan dan gurunya?
3.      Apakah undang-undang tentang sekolah gratis?

C.           TUJUAN
1.      Mengetahui kebijakan sekolah gratis memberikan dampak positif dan negatif bagi tercapainya cita-cita nasional.
2.      Mengetahui pengaruh kebijakan sekolah gratis terhadap kualitas / mutu pendidikan dan gurunya.
3.      Mengetahui undang-undang tentang sekolah gratis.




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Kebijakan sekolah gratis memberikan dampak positif dan negatif bagi tercapainya cita-cita nasional

Kebijakan yang baru-baru ini telah ditetapkan oleh pemerintah pusat, mengenai pembebasan biaya sekolah di tingakat SD dan SMP baik negeri maupun swasta. Hal tersebut bertujuan untuk mewujudkan program kerja pemerintah. Selain dari itu juga dalam rangka meningkatkan SDM yang berkualitas dan mampu berkompetisi dalam kancah nasional maupun internasional. Dalam menetapkan kebijakan tersebut pemerintah tidak asal-asalan dalam menetapkan kebijakan tersebut. Pastinya pemerintah mengambil keputusan tersebut dengan penuh pertimbangan dan pemikiran yang cukup matang demi mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia yaitu yang tercantum dalam UUD 1945 yang berbunyi, “ Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”. Cita-cita tersebut dapat tercapai apabila pemerintah dan seluruh masyarakat mampu bekerjasama demi mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia.
Kebijakan sekolah gratis merupakan sebuah peristiwa besar yang perlu kita kaji dan fikirkan bersama. Dimana peristiwa tersebut dapat mempengaruhi maju mundurnya suatu Negara, karena program sekolah gratis tersebut dapat melahirkan para pewaris bangsa yang berkualitas maupun yang bobrok. Dibalik semua itu tergantung para pengolah ( pendidik) dalam mengelolanya dengan baik agar menghasilkan SDM yang berkualitas, bukannya SDM yang hanya mampu mencoreng nama baik bangsa saja.


Kebijakan sekolah gratis mampu memberikan dampak yang positif demi tercapainya cita-cita nasional. Adapun dampak yang mampu ditimbulkan dari sekolah gratis ini, diantaranya :
1.    Mampu memberikan peluang dan kesempatan bagi anak-anak yang kurang mampu untuk dapat mengenyam bangku pendidikan yang selama ini hanya ada dalam bayangan dan angan-angan mereka saja,
2.    Mampu meningkatkan mutu pendidikan kedepannya ,
3.    Mampu mengurangi tingkat kebodohan, pengangguran, dan kemiskinan,
4.    Mampu menghasilkan SDM yang berkualitas,
5.    Mampu mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia yaitu ikut mencerdaskan anak bangsa.
Kebijakan Sekolah Gratis selain memberikan manfaat, juga dapat memberikan dampak negatif, diantaranya :
1.    Dengan program sekolah gratis rakyat yang masih awam akan berfikiran bahwa mereka hanya cukup dengan menyekolahkan anak-anak mereka sampai tingkat SD atau SMP saja,
2.    Biaya yang digratiskan hanyalah biaya administrasinya saja, sehingga menimbulkan peluang untuk terjadinya penyalahgunaan dari pihak-pihak sekolah yang tidak bertanggung jawab, misalnya mau tidak mau siswa dipaksa untuk membeli buku-buku pelajaran , LKS, dan biaya Bimbel yang akhirnya tetap tidak gratis juga,
3.    Menimbulkan sebagian Peserta didik berlaku seenaknya dalam hal belajar ataupun pembiayaan.
4.    Apabila sekolah membutuhkan dana untuk keperluan pengadaan peralatan yang mendadak akan keteteran.

B.       Pengaruh Kebijakan Sekolah Gratis Terhadap Kualitas / Mutu Pendidikan dan Gurunya

Kesuksesan program sekolah gratis ini terletak pada mutu gurunya. Jika para gurunya berkualitas, memiliki kompetensi, memiliki wawasan yang luas, memiliki skill yang menunjang, mampu menguasai keterampilan-keterampilan khusus dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, siap mengabdi dan ditempatkan dimanapun di wilayah yang ada di Indonesia maka program kerja tersebut dapat terlaksana dengan lancar.
Akibat dari kurangnya jumlah tenaga pendidik di Indonesia yang terbatas dan kurang kompetennya seorang pendidik, mampu memuculkan kendala-kendala yang dapat menghambat berjalannya program sekolah gratis tersebut. Adapun didalam mencapai keberhasilan kebijakan tersebut, terdapat beberapa kendala yang harus dihadapi oleh pemerintah diantaranya yaitu:
1.    Kurangnya dana untuk pendidikan
Menurut Sekjen Pendidikan Depdiknas Bapak Didi Nandika, bahwa pada tahun 2010 diperkirakan Departemen Pendidikan Nasional akan mengurangi jumlah anggaran pendidikan sekitar Rp 4 triliun. Akan tetapi Depdiknas menjamin tidak akan memotong dana untuk program pemerintah yaitu Wajar Sembilan tahun dan dana kesejahteraan pendidik.
2.    Kurangnya guru yang berkualitas
Jumlah tenaga Guru yang ada di Indonesia sebenarnya masih kurang, terutama untuk di daerah pedalaman seperti di Maluku dan papua. Terutama jumlah guru yang berkualitas itu sangat terbatas sekali, kriteria guru yang berkualitas yaitu seorang guru memiliki syarat kualifikasi, salah satunya yaitu minimal lulusan S1 atau Diploma IV, dengan kompetensi yang meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, professional, dan sosial. Hal itu juga tidak cukup, tetapi guru itu memiliki loyalitas yang tinggi tehadap tugasnya sebagai seorang guru dan seorang pengabdi.
Pada kenyataannya sistem pengajaran yang digunakan guru sudah tidak sesuai lagi dengan kultur dan kebudayaan kita. Seharusnya kita mampu bercermin pada sistem pengajaran di Jepang yang menggunakan dan menerapkan nilai-nilai kebudayaandan adat istiadat mereka dalam proses belajar mengajar yang diterpakan di setiap sekolah yang ada disana.
Misalnya sistem pendidikan yang diterapkan dan dikembangkan di sekolah-sekolah di jepang diantaranya :
a.    Penghormatan kepada guru merupakan cerminan kehidupan masyarakat Jepang,
b.    Mereka tetap mengajarkan nilai-nilai bijak kepada orang lain, toleransi, dan saling sapa.
Sebenarnya kita juga memiliki seorang motivator di bidang pendidikan, yaitu Ki Hajar Dewantar, beliau juga pernah mengatakan bahwa orang Indonesia juga memiliki jiwa kependidikan. Adapun diantaranya yaitu :
a.    Seorang guru dalam mengajar harus memiliki rasa kasih sayang ( Love affection),
b.    Penuh dengan keikhlasan dalam mengajar ( Sincerely),
c.    Memiliki kejujuran ( Honesty),
d.   Memiliki nilai keagamaan (spiritual), dan
e.    Mampu mengajar dalam keadaan atau suasana kekeluargaan ( Family atmosphere).
3.      Kurangnya sarana dan prasarana yang menunjang
Pemerataan jumlah penduduk maupun dana pengalokasian untuk pendidikan pun tidak merata. Tetapi dengan adanya otonomi daerah maka seharusnya pengalokasian dana untuk pendidikan harus merata. Akan tetapi justru malah sebaliknya, tidak ada perhatian sama sekali dari pemerintah daerah terhadap sekolah-sekolah yang ada dipelosok.
4.      Kurang keefektifan dan keefisienan dalam pendidikannya
Pendidikan yang efektif yaitu suatu pendidikan yang memungkinakna peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan penelitian dan survei oleh para praktisi pendidikan, salah satu penyebab rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan baik peserta didik maupun pendidiknya tidak tahu keluaran apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan.
Efisiensi adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih sederhana. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Dengan adanya sekolah gratis ini diharapkan dapat mengatasi masalah efisiensi pengajaran di Indonesia, diantaranya yaitu mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pengajar yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di ndonesia. Dengan adanya pembebasan biaya ditingkat sekolah dasar dan menengah pertama memang telah diberlakukan sejak tahun kemarin.
Selain itu masalah lain mengenai efisiensi pengajaran adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pendidik juga yang menyebabkan peserta didik kurang dapat mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan biaya/ uang lebih. Misalnya saja, seorang pendidik mempunyai kompetensi dasar pendidikan di bidang bahasa Indonesia, namun akibat dari keterbatasan bidang pekerjan yang seharusnya dia bekerja sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Tetapi pendidik tersebut malah mengajar ilmu ekonomi yang sebenarnya bukan bidangnya. Akibatnya pemahaman pendidik tersebut dalam memberikan pengajaran ekonomi sangat berbeda dengan pemahaman pendidik yang mengajar dengan menguasai kompetensi khusus yang dimilikinya di bidang ekonomi.
Pemerintah seharus dapat membentuk suatu badan penyalur tenaga pendidik, yang tugasnya yaitu :
a.    Menempatkan pendidik di seluruh wilayah Indonesia setelah pendidik mendapatkan SK dari pemerintah pusat untuk mengajar (atau setelah diangkat menjadi PNS / pegawai negri sipil),
b.    Memperhatikan kesejahteraannya,
c.    Menempatkan pendidik pada pekerjaan yang sesuai dengan bidang garapan atau kompetensi khusus yang di kuasainya,
d.   Mengarahkan dan memberi pelatihan kepada para pendidik yang kurang memiliki kompetensi dan keterampilan-keterampilan seperti pada pendidik yang telah menjadi PNS tetapi pendidikannya hanya sampai tingkat SMA,
e.    Mengawasi kinerja pendidik setiap 1 buln sekali, sehingga dapat diketahui apakah kinerja pendidik tersebut semakin meningkat atau justru semakin menurun,
f.     Juga perlu adanya tindakan yang cepat tangga dari pemerintah, untuk dapat memecahkan suatu permasalahan yang berhubungan dengan berbagai hal mengenai proses belajar mengajar, salah satunya cara pengajaran yang baik yang perlu dilakukan oleh pendidik.
5.      Kurangnya penyempurnaan dan perbaikan kurikulum
Sistem pendidikan yang baik sangat berpengaruh penting dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Dalam beberapa tahun ini, terjadi beberapa kali pergantian kurikulum pendidikan. Diantaranya Kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang mengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, dimana peserta didik dituntut agar lebih aktif lagi peranannya dalam proses belajar mengajar. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Yang terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus. Ketika penggantian kurikulum, juga mengganti cara pendidikan dan pengajar, dan pengajar secara otomatis harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah biaya pendidikan. Sehingga jika terlalu sering mengganti kurikulum maka dianggap kurang efektif.
Adapun definisi kurikulum itu sendiri adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahanpelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Hal-hal yang penting untuk penyempurnaan dan perbaikan kurikulum, diantaranya :
a.    Mengembangkan kurikulum yang adaptif atau kurikulum internasional
b.    Mengintegrasikan life skill,
c.    Mengakomodasikan perkembangan ilmu dan teknologi sesuai dengan kebutuhan peserta didik untuk hidup di dalam masyarakat,
d.   Mengintegrasikan mata pelajaran umum dengan mata pelajaran khusus seperti Bahasa Inggris,
e.    Kurikulum disusun dan di evaluasi berdasarkan hasil kajian.
Kurikulum yang diterapkan sekarang ini diharapkan dapat menyempurnakan kurikulum-kurikulum yang sebelumnya. Hal ini disebabkan setiap pergantian kurikulum, baik pendidik (guru) dan peserta didik tidak benar-benar memahami dan menguasai bagaimana kurikulum tersebut di aplikasikan dalam proses belajar mengajar. Justru para pendidik masih menggunakan cara atau metode lama dalam proses belajar mengajar. Dimana guru lebih dominan atau lebih aktif dalam proses KBM-nya. Sehingga peserta didik telah terbiasa belajar tidak mandiri, tidak mampu mengeksplor lingkungan yang ada di sekitarnya.
6.      Kurangnya perhatian pemerintah terhadap masyarakat pedalaman
Mungkin bila dikatakan tidak ada sama sekali perhatian dari pemerintah, hal itu tidaklah etis. Sebenarnya pemerintah pusat dan daerah telah bekerja keras agar seluruh rakyatnya dapat merasakan perhatian baik di bidang politik, ekonomi, social, budaya, kesehatan, terutama pendidikan, Oleh sebab itu dengan adanya OTDA (Otonomi Daerah) yang diatur oleh UU No. 32 tahun 2004 sebagai revisi UU No. 22 tahun1999 tentang pemerintah daerah yang sudah berjalan hampir tujuh tahun.
Adapun penyebab kurangnya perhatian dari pemerintah tersebut ialah :
a.    Faktor geografis yang tidak memungkinkan,
b.    Akibat dari kebijakan otonomi daerah,
c.    Terputusnya sarana dan prasarana untuk berkomunikasi, sehingga sulit untuk berhubungan atau mencari informasi kepada masyarakat,

Alternatif pemecahannya diantara lain :
b.    Pemerintah pusat seharusnya lebih fokus perhatiannya terhadap masyarakat pedalaman, terutama masyarakat yang masih terbelakang atau primitif seperti masyarakat pedalaman yaitu Suku Anak Dalam, dan Suku Talang Mamak di Kalimantan, dan Suku dani di papua Papuan, Suku Dayak Badui di Banten, dll.
c.    Adanya kunjungan kerja kedaerah-daerah terpencil, sehingga pemerintah pusat tahu ternyata masih ada rakyatnya yang tidak mendapatkan fasilitas yang layak seperti layanan sekolah gratis, kesehatan dan bahkan keadaan ekonomi mereka yang sangat memprihatinkan.
d.   Dibentuknya tim penggerak pendidikan, seperti tim penilai pendidikan yang fungsinya sebagai tim penilai, pengontrol / pengawas, yang selalu memantau sistem pendidikan yang ada dan tim ini bisa langsung melaporkan ke pemerintah pusat, apabila ada penyelewengan yang kurang pantas dalam sistem pendidikan di pemerintahan daerahnya.

C.      Undang-Undang Tentang Sekolah Gratis

Sesuai dengan UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang mengamanatkan bahwa setiap warga Negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Dalam pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar ( SD dan SMP ) serta satuan pendidikan lain yang sederajat.
Sejalan dengan undang-undang tersebut, pemerintah tela mengadakan program BOS yang dimulai sejak bulan Juli 2005. program tersebut telah mampu menuntaskan wajib belajar 9 tahun, hal ini dibuktikan bahwa pada tahun 2009 Angka Partisipasi Kasar (APK) telah mencapai 98,11%. Mulai tahun 2010 pemerintah telah melakukan perubahan tujuan, pendekatan dan orientasi dari program. Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu. Secara khusus program BOS bertujuan untuk menggratiskan seluruh siswa SD negeri dan SMP negeri dari biaya operasi sekolah, kecuali RSBI dan SBI; menggratiskan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta; meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta.
Dengan adanya program BOS diharapkan anak-anak Indonesia mampu mengenyam pendidikan dasar minimal 9 tahun. Sehingga mutu pendidikan di negara kita bisa menjadi lebih baik dari yang sebelumnya. Pelaksanaan dan pengelolaan dana BOS harus dilakukan dengan tepat, akuntabel dan penuh tanggung jawab. Tim manajemen BOS harus mampu mengelola dengan sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya.
Selain itu, masyarakat juga harus mengetahui dan mengawasi pelaksanaan program BOS. Namun pada umumnya pandangan mereka terhadap sekolah gratis / program BOS seakan tidak secara jelas mengetahui tujuan dan pelaksanaan BOS. Ketidakpedulian para orang tua itu disebabkan oleh beberapa hal
1.    mereka merasa sudah melaksanakan kewajiban, yakni memberi hak anak untuk mendapat pendidikan di sekolah sehingga mengetahui seluk beluk BOS bukanlah kewajiban
2.    kesibukan kerja yang enggan menanyakan sesuatu yang mereka anggap bukan persoalan krusial.
3.    pihak sekolah tidak pernah mendorong orang tua dalam setiap kesempatan untuk ikut mengontrol pemanfaatan BOS. Padahal seharusnya orang tua bisa berparisipasi dalam JADI BOS ( Jalani, Awasi, Diskusikan Bantuan Operasional Sekolah ).
Tujuan dari program BOS adalah menggratiskan seuruh siswa SD negeri dan SMP negeri dari biaya operasi sekolah, namun pada kenyataannya siswa masih diharuskan membeli buku LKS, membayar sumbangan pembangunan, seragam sekolah, alat tulis dan lain-lain. Banyak sekolah yang menarik biaya sumbangan per bulan yang diatasnamakan komite sekolah. Jadi sekolah itu memang tidak mutlak gratis.




BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Kebijakan sekolah gratis merupakan sebuah peristiwa besar yang perlu kita kaji dan fikirkan bersama. Dimana peristiwa tersebut dapat mempengaruhi maju mundurnya suatu Negara, karena program sekolah gratis tersebut dapat melahirkan para pewaris bangsa yang berkualitas maupun yang bobrok. Dibalik semua itu tergantung para pengolah ( pendidik) dalam mengelolanya dengan baik agar menghasilkan SDM yang berkualitas, bukannya SDM yang hanya mampu mencoreng nama baik bangsa saja.
Kesuksesan program sekolah gratis ini terletak pada mutu gurunya. Jika para gurunya berkualitas, memiliki kompetensi, memiliki wawasan yang luas, memiliki skill yang menunjang, mampu menguasai keterampilan-keterampilan khusus dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, siap mengabdi dan ditempatkan dimanapun di wilayah yang ada di Indonesia maka program kerja tersebut dapat terlaksana dengan lancar.
UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang mengamanatkan bahwa setiap warga Negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Dalam pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.



B.     SARAN
Sebaiknya sekolah gratis di Indonesia benar-benar diperhatikan, mengingat keterbatasan biaya untuk kalangan menengah ke bawah. Jika di Indonesia pendidikan semakin mahal, maka hanya kalangan-kalangan tertentu saja yang dapat mengenyam bangku pendidikan. Dengan demikian pendidikan yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tidak dapat terlaksana dengan maksimal.



DAFTAR RUJUKAN

Supriyanto. 2012. Bahan ajar sosiologi pendidikan. Malang: progran studi PGSD-KSDP-FIP Universitas Negeri Malang
Sawitri. 2010. Aplikasi kebijakan sekolah gratis. (online) http://www.sekolahdasar.net/2010/01/aplikasi-kebijakan-sekolah-gratis.html (diakses tanggal 13 Maret 2012)
Wikipedia. 2011. Latar belakang pandangan sosiologi terhadap sekolah gratis. (online) http://sharingkuliahku.wordpress.com/2011/10/26/latar-belakang-pandangan-sosiologi-terhadap-sekolah-gratis/ (diakses tanggal 13 Maret 2012)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar