BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ilmu
pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan mengalami kemajuan, sesuai
dengan perkembangan jaman dan
perkembangan cara berpikir manusia. Bangsa Indonesia sebagai salah satu Negara
berkembang tidak akan maju selama belum memperbaiki kualitas sumber daya
manusia bangsa kita. Kualitas hidup bangsa akan meningkat jika ditunjang dengan
sistem pendidikan yang mapan. Sistem
pembelajaran dan kurikulum yang selalu diperbaharui bertujuan untuk
meningkatkan mutu siswa, tetapi jika salah satu instrumen dalam sistem tidak
berjalan dengan baik, maka akan berimbas kepada hasil atau output siswa
tersebut. Salah satu hasil
belajar dapat ditunjang dengan disiplin kelas yang baik untuk itu peran guru
sangat penting dalam pengelolaan kelas yang dia hadapi, agar sistem
pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik. Disiplin adalah suatu sikap batin, bukan
kepatuhan yang otomatis. Agar disiplin dapat terlaksana sesuai dengan yang
diharapkan terdapat beberapa teknik yang mendukung.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Apa
yang dimaksud dengan teknik Inner Control?
1.2.2
Apa
yang dimaksud dengan teknik External Control?
1.2.3
Apa
yang dimaksud dengan teknik Cooperative Control?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mendeskripsikan teknik Inner Control.
1.3.2 Mendeskripsikan teknik External Control.
1.3.3 Mendeskripsikan teknik Cooperative Control.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Teknik Inner-Control
Teknik
inner-control yakni kontrol perilaku
berasal dari dalam diri siswa sendiri. Kepekaan akan disiplin harus tumbuh dan
berkembang dari dalam diri siswa sendiri. Kesadaran akan norma-norma,
peraturan-peraturan, tata tertib yang diterapkan akan membuat siswa dapat
mengendalikan dirinya sendiri.
Teknik inner-control
memiliki arti yang sama dengan model pengaruh yang
disebutkan di dalam buku Ramon. Penjelasan yang ditulis Ramon dijelaskan
sebagai berikut.
Pendekatan
ini dinamakan pendekatan berpusat pada siswa dan terdiri dari teknik yang
didesain untuk memberikan fasilitas pelatihan pengendalian diri pada siswa.
Asumsi utama yang mendasari hal tersebut adalah kepercayaan bahwa anak-anak
perlu mengatasi akibat dari sikapnya sendiri daripada meminta orang dewasa
memberitahukan bagaimana untuk bersikap, karena hanya mereka yang dapat
menentukan apakah masalah itu sebenarnya, jalan keluar yang paling cocok dan
paling baik bagi mereka yang ditentukan oleh mereka sendiri.
Dalam melaksanakan
model ini guru harus benar-benar mengetahui apakah masalah yang terjadi
tersebut berasal dari guru atau siswa. Apabila masalahnya berasal dari siswa
fungsi utama sebagai guru adalah mendorong siswa
untuk mempelajari situasi secara
verbal, sehingga guru memperlihatkan bahwa ia mengerti apa yang diceritakan
oleh siswa.
Hal yang harus
dilakukan oleh guru dalam menyikapi siswa bermasalah antara lain:
a. Tidak
melakukan apapun
Terkadang dengan tidak mencampuri urusan
siswa dalam memecahkan masalah, hal ini berarti bahwa guru secara tidak
langsung menyampaikan kepercayaannya terhadap kemampuan atau usaha siswa dalam
mengatasi masalahnnya.
b. Tidak
mengatakan apapun
Ketika guru tidak mengatakan apapun
tidak berarti bahwa guru berdiam diri saja, namun dapat diartikan guru sedang
menyimak. Tanpa mengatakan apapun guru dapat memberikan respon dengan ungkapan
sederhana atau dengan tanda non verbal misalnya mengangguk. Tujuan sikap ini
agar siswa tahu bahwa guru mengerti dan menerima ungkapan perasaan mereka.
c. Mengundang
para siswa untuk lebih berbicara banyak
Guru harus berusaha mendorong agar siswa
lebih terbuka dengan cara berbicara yang lebih tegas ketika siswa mengungkapkan
perasaan mereka.
d. Menyimak
secara aktif
Menyimak dengan aktif berarti guru
membiarkan siswa tahu bahwa guru telah mendengar dan memahami perasaannya.
e. Menjadi
seorang penasihat
Selain menyimak dengan aktif guru harus
menawarkan nasihat yang bijak dengan bertindak cukup tegas.
f. Guru
harus membiarkan siswa mengetahui aspek sikap mereka yang mana yang menyebabkan
masalah dan apa alasannya.
g. Apabila
memberi tahu siswa saja tidak cukup untuk membuat siswa secara sukarela
mengubah sikapnya baik guru maupun siswa harus menunjukkan mengapa sikap
tersebut tidak layak.
h. Guru
maupun siswa harus menemukan jalan keluar alternatif.
i.
Baik guru maupun siswa harus menyetujui
bagaimana jalan keluar tersebut harus diterapkan.
Jadi,
dapat dikatakan jika pendekatan yang berorientasi pada siswa didasarkan pada
anggapan bahwa para siswa mampu dan memiliki hak untuk merumuskan bagaimana
cara bersikap yang layak. Oleh karena itu, dalam menerapkan pendekatan ini guru
harus:
· Mendorong
siswa untuk menunjukkan pandangan dan perasaan mereka terhadap masalah.
· Menunjukkan
bahwa guru memahami apa yang siswa katakan dan rasakan.
· Memberikan
nasihat yang berguna atas dasar fakta-fakta yang ada hubungannya dengan masalah
yang timbul.
· Berunding
dengan siswa jika masalah mempengaruhi guru, sampai ditemukan jalan keluar yang
disepakati oleh kedua belah pihak.
2.2
Teknik External Control
Maksud
dari teknik
external control
adalah pengendalian berasal dari luar diri siswa dan hal ini dapat berupa
bimbingan dan konseling. Pengendalian diri dapat juga berupa pengawasan tetapi
yang bersifat hukuman. Pemakaian teknik ini harus disesuaikan dengan
perkembangan siswa. Misalnya teknik inner-control
lebih sesuai untuk siswa pendidikan menengah dan tinggi, sedangkan untuk siswa
pendidikan rendah lebih sesuai dengan teknik external control.
Teknik external control
memiliki arti yang sama dengan model pengaruh yang
disebutkan di dalam buku Ramon. Penjelasan yang ditulis Ramon menyatakan
jika anak-anak belum mampu menyadari apa yang terbaik bagi mereka. Karena
anak-anak juga dianggap mengambil keputusan tentang sikap mereka sendiri sering
kali berdasarkan informasi yang kurang benar. Maka tugas gurulah untuk
menunjukkan apa yang terbaik bagi siswanya. Hal ini didukung dengan kenyataan
bahwa guru memiliki pengalaman yang lebih luas sehingga guru mampu menyadari
akibat yang ditimbulkan dari sikap tidak layak. Meskipun pada awalnya guru akan
merespon sikap tidak layak siswa dengan teknik-teknik sebelumnya, namun tetap
pada akhirnya gurulah yang memiliki tanggung jawab untuk membuat siswanya
berbuat baik.
Respons
ideal guru terhadap sikap tidak layak siswa ialah dengan bersikap tegas. Respon
semacam ini membuat siswa mengetahui jika guru mengharapkan mereka melakukan
apa yang diinginkan oleh guru. Respon tegas lebih dapat diterima dengan baik
oleh siswa jika dibandingkan dengan respon yang tidak tegas dan teknik melawan.
1. Respon
yang tidak tegas
Respon ini pada
dasarnya memberitahukan bahwa guru tidak bersungguh-sungguh campur tangan. Hal
ini dapat terjadi
karena guru tidak jelas dalam memberitahukan kepada siswa bahwa sikap tersebut
harus dihentikan. Respon yang tidak tegas ini dapat dirasakan melalui
pertanyaan-pertanyaan yang menyiratkan ketidakyakinan.
2. Teknik
melawan
Respon ini menunjukkan kepada siswa
bahwa guru tidak menyukai mereka dan tidak mengkhawatirkan tentang perasaan dan
kebutuhan mereka. Respon ini biasanya ditandai dengan hilangnya kesabaran guru
sehingga mengucapkan kata-kata kasar. Namun respon ini sangat tidak disukai
karena akan melukai siswa secara mental dan mengakibatkan siswa tidak takut
terhadap guru tersebut.
Teknik
respon tidak tegas dan melawan seperti yang telah diuraikan di atas sangat
tidak sesuia, sehingga
seharusnya guru:
a. Guru
harus mampu memutuskan aspek sikap manakah dari siswa yang tidak layak dan
perlu dihentikan.
b. Guru
mengembangkan seperangkat alat untuk mengatasi dampak positif maupun negatif
atas penyelenggaran atau pengabaian suatu peraturan.
c. Guru
harus mampu mengutarakan pengharapan kepada siswa dan menyampaikan akibat sikap
tidak layak yang mereka lakukan.
d. Guru
harus memiliki kemauan dan kemampuan untuk menghadapi jika sikap tidak layak
terjadi.
Guru
harus mempunyai kemampuan dan kemauan yaitu:
1. Memutuskan
sikap layak siswa
Saat
menetapkan sikap yang layak atau tidak layak guru perlu menjadi sangat spesifik
sehingga tidak ada kebingungan tentang penerimaan sikap tertentu. Dengan
bertambah jelas pendapat guru membuat guru mempunyai kesempatan untuk dapat
menjelaskan lebih rinci pada siswa sehingga memungkinkan timbulnya keharmonisan
hubungan yang lebih besar dari siswa.
2. Menentukan
ragam konsekuensi
a. Ketika siswa patuh
Salah
satu cara yang sangat berhasil dalam mengubah sikap siswa yaitu dengan memberi
ganjaran dengan sikap yang diinginkan saat sikap tersebut muncul. 4 macam
ganjaran (respon persetujuan) dapat diidentifikasi sebagai berikut :
·
Pujian
verbal
·
Pujian
tidak verbal. Misalnya dengan senyuman atau anggukan
·
Pemberian
hak-hak istimewa
·
Pemberian
hadiah materi misalnya permen atau alat tulis.
b.
Ketika
siswa tidak patuh
Saat
seorang siswa tidak mematuhi permintaan seorang guru, guru tidak diperkenankan
untuk mengatakan sesuatu yang dapat menyakiti siswa baik secara fisik maupun
mental. Guru hendaknya memilih hukuman yang sesuai dengan tingkat kesalahan
yang telah dilakukan siswa. Oleh karena itu, siswa tersebut dapat lebih siap
memahami bahwa pengalaman hukuman merupakan sebuah akibat dari perbuatannya
sendiri.
3. Cara
memberi tahu kepada siswa
Saat
menetapkan aturan-aturan dan memberitahukan kepada siswa tentang hukumannya adalah
suatu siswa dan guru dalam keadaan tenang dan merupakan kesempatan untuk
berbicara tanpa gangguan. Peraturan dan hukuman ini juga harus diketahui oleh
setiap orang tua siswa. Untuk sikap menyimpang yang sangat menonjol dan sering
muncul, lebih baik untuk menetapkan hukuman bertingkat sehingga siswa akan tahu
apa yang terjadi waktu pertama kali melanggarnya kedua kali dan seterusnya.
Contohnya ketika guru ingin siswa tetap diam saat guru berbicara dikelas sangsi
yang terkait dengan sikap siswa yang beberapa kali ditemui sedang berbicara,
dapat berupa:
·
Pertama
kali :
peringatan
·
Kedua
kali :
dipindahkan ketempat duduk lain
·
Ketiga
kali :
mengucilkan siswa tersebut di dalam kelas, tetapi masih
bekerja sebagai bagian dari kelas
·
Keempat
kali :
mengirimnya ke guru lain dan ditahan selama 30 menit
sepulang sekolah
·
Kelima
kali :
memberitahukan wali murid sehingga ia tidak diperbolehkan
menonton tv selama 1 minggu.
Jadi, dapat dikatakan jika model yang
berorientasi pada guru ini berdasarkan
pada asumsi guru tahu apa yang terbaik bagi murid, mereka memiliki kewajiban
untuk memastikan bahwa siswa bersikap dengan cara yang konsisten dengan
memperhatikan kepentingan guru
dan siswa. Oleh karena itu, guru harus:
· Mengidentifikasi
sikap siswa yang perlu dirubah secara lebih spesifik.
· Memberi
tahu siswa tentang peraturan yang membahas mengenai sikap dan tanggung jawab
yang terkait secara bersamaan dan bergantian.
· Tidak
membiarkan reaksi apa pun dari siswa yang dapat menghalangi guru melaksanakan
aturan berdasarkan peraturan yang ditetapkan.
· Secara
konsisten melaksanakan teknik ini dengan penuh tanggung jawab.
2.3
Teknik Cooperative Control
Maksud
dari teknik cooperative control
adalah kerjasama antara guru dan siswa. Teknik ini berangkat dari pendapat
bahwa disiplin kelas yang baik mengandung adanya kesadaran kerjasama guru dan
siswa secara harmonis, respektif, efektif, dan produktif. Oleh karena itu,
harus ada kerjasama antara guru dan siswa.
Bentuk-bentuk
kerjasama guru dengan siswa di antaranya:
1.
Mengadakan
perencanaan secara kooperatif dengan siswa.
2.
Mengembangkan
kepemimpinan dan tanggung jawab pada siswa.
3.
Membina
organisasi dan prosedur kelas secara demokratis.
4.
Memberikan
kesempatan untuk berdiri sendiri.
5.
Berpikir
sendiri, terutama dalam mengemukakan dan menerima pendapat orang lain. Memberi kesempatan berpartisipasi secara
luas sesuai dengan taraf kesanggupan siswa. Menciptakan kesempatan-kesempatan untuk
mengembangkan sikap-sikap yang diinginkan: sosial, psikologis, biologis.
Teknik Cooperative control
memiliki arti yang sama dengan model pengaruh yang
disebutkan di dalam buku Ramon. Model ini lebih menjelaskan adanya kerjasama
antara guru dan siswa dalam memutuskan bagaimana siswa seharusnya bersikap.
Mereka membuat hukuman yang tidak menyenangkan terhadap sikap siswa yang
menyimpang secara bersama-sama dan memberikan dorongan bagi semua siswa untuk
bersikap lebih baik.
Dalam
menghadapi sikap siswa yang menyimpang terdapat 4 langkah dasar yang harus
dilaksanakan, antara lain:
1.
Jangan
bereaksi dahulu tanpa berpikir
Tidak
peduli tujuan salah yang sedang dilakukan siswa, hal yang harus dilakukan guru
saat dihadapkan dengan sikap menyimpang siswa yaitu bereaksi berdasarkan
naluri. Respon seorang guru yang tanpa dipikir dahulu akan membuat masalah
siswa bertambah parah dan membuat siswa putus asa lebih jauh lagi. Respon yang
ideal adalah dengan tetap tenang sepanjang waktu dan memberi perhatian penuh
pada siswa.
2.
Berikan
dorongan
Dalam
memberikan dorongan, guru tidak hanya fokus pada siswa yang bermasalah, tetapi
juga terhadap semua siswa. Guru perlu memberitahukan kepada para siswa bahwa
mereka merupakan anggota kelas, berguna dan mampu menyumbang hal-hal positif
dengan cara-cara yang dapat diterima masyarakat. Hal penting yang harus
diketahui guru adalah bahwa sikap menyimpang siswa itu berasal dari kepercayaan
diri yang rendah sehingga mereka sukar untuk percaya bahwa mereka telah
menemukan seorang guru yang menyukai dan menerima mereka dengan tulus. Dengan
mengetahui hal tersebut, sebagai seorang guru hendaknya memberikan dorongan
yang banyak dan mencoba untuk meyakinkan siswa bahwa pribadinya tidaklah
sejelek yang siswa kira.
3.
Menerapkan
konsekuensi alami dan logis
Konsekuensi
alami merupakan konsekuensi tidak menyenangkan yang mengikuti sikap menyimpang
siswa, tetapi tidak membutuhkan tindakan apapun dari orang lain. Konsekuensi
ini mengalir secara alami dari sikap dan tidak dapat dihindari. Konsekuensi ini
tidak dijalankan oleh siapapun, tetapi terjadi begitu saja sebagai akibat dari
perbuatannya. Misalnya seorang siswa yang tidak menyimak pembelajaran di dalam
kelas akan mendapatkan kesulitan dalam memahami tugas.
Sedangkan
konsekuensi logis tidak terjadi sebagai akibat alami dari sikap menyimpang
siswa. Konsekuensi ini memerlukan seseorang untuk menjalankan konsekuensi
tersebut sebagai akibat sikap yang menyimpang. Meskipun dilaksanakan oleh guru,
konsekuensi logis perlu diputuskan dulu dan dimengerti dengan jelas oleh siswa.
Misalnya, seorang siswa yang membantah gurunya akan meminta maaf pada saat
lain, siswa yang terlalu banyak bicara pada siswa disampingnya akan dipindahkan
ketempat lain.
4.
Membantu
mengubah tujuan-tujuan yang salah.
Ada
2 alasan mengapa guru harus memberitahu siswa tentang pemahaman mereka yang
salah tentang dunia. Yang pertama, untuk membantu menjelaskan bahwa penafsiran
guru tentang alasan siswa bersikap menyimpang tersebut benar, yaitu siswa ingin
menarik perhatian, mencari kekuasaan, pendendam atau menarik diri. Alasan yang
kedua, bahwa hal ini memungkinkan siswa menjadi sadar terhadap tujuannya
sehingga pada akhirnya menyadari pola sikap menyimpang bukanlah cara untuk
memperoleh pengakuan dan ikut serta dalam kelompok yang mereka inginkan.
5.
Rapat
kelas
Guru
dapat menggunakan rapat kelas sebagai salah satu sarana untuk membahas semua
masalah dan menyampaikan pendapat serta perasaan yang sedang dialami siswa.
Rapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk terlibat dalam proses pemecahan
masalah yang demokratis dan memberikan sebuah cara untuk rencana perubahan,
misalnya menentukan konsekuensi untuk sikap menyimpang.
Terdapat 10
langkah yang harus dilakukan guru dalam menghadapi sikap menyimpang siswa,
antara lain:
1.
Guru
menanyakan dahulu kepada dirinya sendiri “Tindakan kedisiplinan apakah yang
saya ambil bersama dengan siswa-siswa saya sekarang?” sehingga guru menjadi
sadar terhadap bentuk pendekatannya pada siswa sekarang.
2.
Guru
mengevaluasi keberhasilan tindakan yang telah dilakukan.
3.
Merencanakan
langkah selanjutnya dengan berusaha melakukan sesuatu yang dapat mengubah
keadaan saat ini dengan cara memberikan siswa balikan positif, memperlakukan
mereka dengan baik, membiarkan mereka tahu bahwa mereka istimewa, dan
memperdulikan mereka.
4.
Saat
sebuah masalah muncul, guru menanyakan pada si “pengganggu” “apa yang sedang
kamu lakukan?” guru menanyakan dengan cara yang tepat dan ringkas tetapi tidak
menunjukkan kemarahannya.
5.
Jika
langkah 1-4 tidak berhasil, guru harus mengulangi lagi langkah 4 dan
menambahkan pertanyaan “Tidakkah itu melanggar peraturan?” jika muncul respon negatif atau tidak ada
respon, maka guru harus mengatakan bahwa sikap tersebut salah dan melanggar
peraturan.
6.
Jika
langkah sebelumnya tidak efektif guru hendaknya mengatakan kepada siswa “Kita harus menyelesaikan hal ini. Apa yang dapat kamu
lakukan dalam perencanaanmu sehingga kamu dapat mematuhi peraturan kita?” bersama
dengan siswa guru merancang sebuah rencana tindakan positif untuk membantunya
mematuhi peraturan.
7.
Pada
langkah ini guru memberitahukan tentang tempat pengucilan dan “waktu istirahat”
untuk siswa yang menunjukkan sikap menyimpang. Pengucilan terhadap pengganggu
kelas harus terjadi disebuah tempat dimana siswa merasa nyaman dan tidak malu.
Tujuan pemberian “waktu istirahat” yaitu agar siswa dapat merencanakan masa
depan yang lebih baik dengan cara siswa diminta menuliskan sebuah rencana untuk
bersikap lebih baik di masa depan dan menghindari kemungkinan sikap menyimpang
yang telah dilakukan terjadi kembali.
8.
Meminta
siswa pergi ke suatu tempat “Meskipun kita telah bekerja kelas, masalahnya tidak
terpecahkan. Oleh karena itu kamu harus meninggalkan kelas untuk beberapa saat,
sehingga kamu akan mengerti alasannya. Cobalah berusaha bekerja sama dengan
orang lain untuk memecahkan masalahmu. Tolong pergilah ke ruang BK.”
9.
Ketika
siswa bermasalah mendapatkan hukuman skors dari sekolah, guru harus tetap
positif dan memberitahukan wali murid bahwa “Kami ingin anak anda bergabung lagi dengan kami sesegera
mungkin. Yang diperlukan adalah agar dia bersikap dengan baik.” Secara efektif
siswa tetap tinggal dirumah sampai dia menyetujui rencana untuk masa depan yang
lebih baik di sekolah.
10. Wali murud mendatangkan bantuan masyarakat misalnya
konselor, psikiater,
atau sumber yang lain untuk membantu menyelesaikan masalah anaknya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa teknik
inner-control yakni kontrol perilaku
berasal dari dalam diri siswa sendiri. Di dalam teknik inner control terdapat pendekatan, pendekatan ini dinamakan
pendekatan berpusat pada siswa dan terdiri dari teknik yang didesain untuk
memberikan fasilitas pelatihan pengendalian diri pada siswa.
Teknik
external control
adalah pengendalian berasal dari luar diri siswa dan hal ini dapat berupa
bimbingan dan konseling. Dalam
teknik external control ini dinyatakan “jika anak-anak
belum mampu menyadari apa yang terbaik bagi mereka.”
Teknik cooperative
control adalah kerjasama antara guru dan siswa. Dalam teknik ini terdapat kerjasama antara guru dan
siswa dalam memutuskan bagaimana siswa seharusnya bersikap. Mereka membuat
hukuman yang tidak menyenangkan terhadap sikap siswa yang menyimpang secara
bersama-sama dan memberikan dorongan bagi semua siswa untuk bersikap lebih
baik.
3.2 Saran
·
Dalam penerapan inner control guru harus
benar-benar mengetahui apakah masalah yang terjadi tersebut berasal dari guru
atau siswa. Apabila masalahnya berasal dari siswa hendaknya sebagai guru harus dapat mendorong siswa dan memperlihatkan bahwa ia mengerti apa
yang diceritakan oleh siswa.
·
Pada
teknik external control yang pengendaliannya berasal dari luar diri siswa, siswa dalam mengambil keputusan
tentang sikap mereka sendiri sering kali berdasarkan informasi yang kurang benar.
Maka guru hendaknya
dapat menunjukkan apa yang terbaik bagi
siswanya. Hal ini karena gurulah
yang memiliki tanggung jawab untuk membuat siswanya berbuat baik.
·
Pada
teknik cooperative
control yang
mengandung makna kerjasama antara guru
dan siswa, hendaknya
diperlukan adanya kesadaran
kerjasama guru dan siswa secara harmonis, respektif, efektif, dan produktif.
DAFTAR RUJUKAN
Minta referensinya min
BalasHapusPaduan background sama warna font bikin mata pusing bacanya
BalasHapus