Rabu, 25 April 2012

Sekolah Gratis



BAB I
PENDAHULUAN

A.           LATAR BELAKANG
Sekolah gratis adalah sebuah program pemerintah yang diupayakan untuk menyelesaikan masalah pemerataan akses pendidikan. Kebijakan ini juga merupakan upaya merealisasikan anggaran pendidikan 20% dari APBN. Kebijakan sekolah gratis ini diharapkan akan mampu menyelesaikan masalah mahalnya biaya pendidikan yang banyak dikeluhkan masyarakat terutama dari golongan menengah ke bawah. Biaya operasional penyelenggaraan pendidikan yang selama ini ditanggung oleh sekolah dari beberapa sumbangan pendidikan (pungutan liar) dari masyarakat, ini diganti dengan dana BOS.
Kemunculan sekolah gratis ini ternyata bukan menyelesaikan masalah, namun justru memunculkan masalah yang lebih serius. Sekolah gratis mengancam eksistensi sekolah swasta yang berbiaya mahal karena harus menanggung biaya sendiri. Kehadiran sekolah gratis dimungkinkan dapat merugikan sekolah swasta karena masyarakat lebih tertarik menyekolahkan anaknya di sekolah negeri yang gratis. Masalah kedua yaitu menyangkut masalah kualitas. Kualitas sekolah gratis sering dipertanyakan masyarakat. Minimnya dana yang disediakan pemerintah menjadi alasan bahwa sekolah tidak mungkin menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dengan biaya yang minim.



B.            RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah kebijakan sekolah gratis memberikan dampak positif dan negatif bagi tercapainya cita-cita nasional?
2.      Apakah pengaruh kebijakan sekolah gratis terhadap kualitas / mutu pendidikan dan gurunya?
3.      Apakah undang-undang tentang sekolah gratis?

C.           TUJUAN
1.      Mengetahui kebijakan sekolah gratis memberikan dampak positif dan negatif bagi tercapainya cita-cita nasional.
2.      Mengetahui pengaruh kebijakan sekolah gratis terhadap kualitas / mutu pendidikan dan gurunya.
3.      Mengetahui undang-undang tentang sekolah gratis.




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Kebijakan sekolah gratis memberikan dampak positif dan negatif bagi tercapainya cita-cita nasional

Kebijakan yang baru-baru ini telah ditetapkan oleh pemerintah pusat, mengenai pembebasan biaya sekolah di tingakat SD dan SMP baik negeri maupun swasta. Hal tersebut bertujuan untuk mewujudkan program kerja pemerintah. Selain dari itu juga dalam rangka meningkatkan SDM yang berkualitas dan mampu berkompetisi dalam kancah nasional maupun internasional. Dalam menetapkan kebijakan tersebut pemerintah tidak asal-asalan dalam menetapkan kebijakan tersebut. Pastinya pemerintah mengambil keputusan tersebut dengan penuh pertimbangan dan pemikiran yang cukup matang demi mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia yaitu yang tercantum dalam UUD 1945 yang berbunyi, “ Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”. Cita-cita tersebut dapat tercapai apabila pemerintah dan seluruh masyarakat mampu bekerjasama demi mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia.
Kebijakan sekolah gratis merupakan sebuah peristiwa besar yang perlu kita kaji dan fikirkan bersama. Dimana peristiwa tersebut dapat mempengaruhi maju mundurnya suatu Negara, karena program sekolah gratis tersebut dapat melahirkan para pewaris bangsa yang berkualitas maupun yang bobrok. Dibalik semua itu tergantung para pengolah ( pendidik) dalam mengelolanya dengan baik agar menghasilkan SDM yang berkualitas, bukannya SDM yang hanya mampu mencoreng nama baik bangsa saja.


Kebijakan sekolah gratis mampu memberikan dampak yang positif demi tercapainya cita-cita nasional. Adapun dampak yang mampu ditimbulkan dari sekolah gratis ini, diantaranya :
1.    Mampu memberikan peluang dan kesempatan bagi anak-anak yang kurang mampu untuk dapat mengenyam bangku pendidikan yang selama ini hanya ada dalam bayangan dan angan-angan mereka saja,
2.    Mampu meningkatkan mutu pendidikan kedepannya ,
3.    Mampu mengurangi tingkat kebodohan, pengangguran, dan kemiskinan,
4.    Mampu menghasilkan SDM yang berkualitas,
5.    Mampu mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia yaitu ikut mencerdaskan anak bangsa.
Kebijakan Sekolah Gratis selain memberikan manfaat, juga dapat memberikan dampak negatif, diantaranya :
1.    Dengan program sekolah gratis rakyat yang masih awam akan berfikiran bahwa mereka hanya cukup dengan menyekolahkan anak-anak mereka sampai tingkat SD atau SMP saja,
2.    Biaya yang digratiskan hanyalah biaya administrasinya saja, sehingga menimbulkan peluang untuk terjadinya penyalahgunaan dari pihak-pihak sekolah yang tidak bertanggung jawab, misalnya mau tidak mau siswa dipaksa untuk membeli buku-buku pelajaran , LKS, dan biaya Bimbel yang akhirnya tetap tidak gratis juga,
3.    Menimbulkan sebagian Peserta didik berlaku seenaknya dalam hal belajar ataupun pembiayaan.
4.    Apabila sekolah membutuhkan dana untuk keperluan pengadaan peralatan yang mendadak akan keteteran.

B.       Pengaruh Kebijakan Sekolah Gratis Terhadap Kualitas / Mutu Pendidikan dan Gurunya

Kesuksesan program sekolah gratis ini terletak pada mutu gurunya. Jika para gurunya berkualitas, memiliki kompetensi, memiliki wawasan yang luas, memiliki skill yang menunjang, mampu menguasai keterampilan-keterampilan khusus dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, siap mengabdi dan ditempatkan dimanapun di wilayah yang ada di Indonesia maka program kerja tersebut dapat terlaksana dengan lancar.
Akibat dari kurangnya jumlah tenaga pendidik di Indonesia yang terbatas dan kurang kompetennya seorang pendidik, mampu memuculkan kendala-kendala yang dapat menghambat berjalannya program sekolah gratis tersebut. Adapun didalam mencapai keberhasilan kebijakan tersebut, terdapat beberapa kendala yang harus dihadapi oleh pemerintah diantaranya yaitu:
1.    Kurangnya dana untuk pendidikan
Menurut Sekjen Pendidikan Depdiknas Bapak Didi Nandika, bahwa pada tahun 2010 diperkirakan Departemen Pendidikan Nasional akan mengurangi jumlah anggaran pendidikan sekitar Rp 4 triliun. Akan tetapi Depdiknas menjamin tidak akan memotong dana untuk program pemerintah yaitu Wajar Sembilan tahun dan dana kesejahteraan pendidik.
2.    Kurangnya guru yang berkualitas
Jumlah tenaga Guru yang ada di Indonesia sebenarnya masih kurang, terutama untuk di daerah pedalaman seperti di Maluku dan papua. Terutama jumlah guru yang berkualitas itu sangat terbatas sekali, kriteria guru yang berkualitas yaitu seorang guru memiliki syarat kualifikasi, salah satunya yaitu minimal lulusan S1 atau Diploma IV, dengan kompetensi yang meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, professional, dan sosial. Hal itu juga tidak cukup, tetapi guru itu memiliki loyalitas yang tinggi tehadap tugasnya sebagai seorang guru dan seorang pengabdi.
Pada kenyataannya sistem pengajaran yang digunakan guru sudah tidak sesuai lagi dengan kultur dan kebudayaan kita. Seharusnya kita mampu bercermin pada sistem pengajaran di Jepang yang menggunakan dan menerapkan nilai-nilai kebudayaandan adat istiadat mereka dalam proses belajar mengajar yang diterpakan di setiap sekolah yang ada disana.
Misalnya sistem pendidikan yang diterapkan dan dikembangkan di sekolah-sekolah di jepang diantaranya :
a.    Penghormatan kepada guru merupakan cerminan kehidupan masyarakat Jepang,
b.    Mereka tetap mengajarkan nilai-nilai bijak kepada orang lain, toleransi, dan saling sapa.
Sebenarnya kita juga memiliki seorang motivator di bidang pendidikan, yaitu Ki Hajar Dewantar, beliau juga pernah mengatakan bahwa orang Indonesia juga memiliki jiwa kependidikan. Adapun diantaranya yaitu :
a.    Seorang guru dalam mengajar harus memiliki rasa kasih sayang ( Love affection),
b.    Penuh dengan keikhlasan dalam mengajar ( Sincerely),
c.    Memiliki kejujuran ( Honesty),
d.   Memiliki nilai keagamaan (spiritual), dan
e.    Mampu mengajar dalam keadaan atau suasana kekeluargaan ( Family atmosphere).
3.      Kurangnya sarana dan prasarana yang menunjang
Pemerataan jumlah penduduk maupun dana pengalokasian untuk pendidikan pun tidak merata. Tetapi dengan adanya otonomi daerah maka seharusnya pengalokasian dana untuk pendidikan harus merata. Akan tetapi justru malah sebaliknya, tidak ada perhatian sama sekali dari pemerintah daerah terhadap sekolah-sekolah yang ada dipelosok.
4.      Kurang keefektifan dan keefisienan dalam pendidikannya
Pendidikan yang efektif yaitu suatu pendidikan yang memungkinakna peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan penelitian dan survei oleh para praktisi pendidikan, salah satu penyebab rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan baik peserta didik maupun pendidiknya tidak tahu keluaran apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan.
Efisiensi adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih sederhana. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Dengan adanya sekolah gratis ini diharapkan dapat mengatasi masalah efisiensi pengajaran di Indonesia, diantaranya yaitu mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pengajar yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di ndonesia. Dengan adanya pembebasan biaya ditingkat sekolah dasar dan menengah pertama memang telah diberlakukan sejak tahun kemarin.
Selain itu masalah lain mengenai efisiensi pengajaran adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pendidik juga yang menyebabkan peserta didik kurang dapat mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan biaya/ uang lebih. Misalnya saja, seorang pendidik mempunyai kompetensi dasar pendidikan di bidang bahasa Indonesia, namun akibat dari keterbatasan bidang pekerjan yang seharusnya dia bekerja sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Tetapi pendidik tersebut malah mengajar ilmu ekonomi yang sebenarnya bukan bidangnya. Akibatnya pemahaman pendidik tersebut dalam memberikan pengajaran ekonomi sangat berbeda dengan pemahaman pendidik yang mengajar dengan menguasai kompetensi khusus yang dimilikinya di bidang ekonomi.
Pemerintah seharus dapat membentuk suatu badan penyalur tenaga pendidik, yang tugasnya yaitu :
a.    Menempatkan pendidik di seluruh wilayah Indonesia setelah pendidik mendapatkan SK dari pemerintah pusat untuk mengajar (atau setelah diangkat menjadi PNS / pegawai negri sipil),
b.    Memperhatikan kesejahteraannya,
c.    Menempatkan pendidik pada pekerjaan yang sesuai dengan bidang garapan atau kompetensi khusus yang di kuasainya,
d.   Mengarahkan dan memberi pelatihan kepada para pendidik yang kurang memiliki kompetensi dan keterampilan-keterampilan seperti pada pendidik yang telah menjadi PNS tetapi pendidikannya hanya sampai tingkat SMA,
e.    Mengawasi kinerja pendidik setiap 1 buln sekali, sehingga dapat diketahui apakah kinerja pendidik tersebut semakin meningkat atau justru semakin menurun,
f.     Juga perlu adanya tindakan yang cepat tangga dari pemerintah, untuk dapat memecahkan suatu permasalahan yang berhubungan dengan berbagai hal mengenai proses belajar mengajar, salah satunya cara pengajaran yang baik yang perlu dilakukan oleh pendidik.
5.      Kurangnya penyempurnaan dan perbaikan kurikulum
Sistem pendidikan yang baik sangat berpengaruh penting dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Dalam beberapa tahun ini, terjadi beberapa kali pergantian kurikulum pendidikan. Diantaranya Kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang mengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, dimana peserta didik dituntut agar lebih aktif lagi peranannya dalam proses belajar mengajar. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Yang terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus. Ketika penggantian kurikulum, juga mengganti cara pendidikan dan pengajar, dan pengajar secara otomatis harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah biaya pendidikan. Sehingga jika terlalu sering mengganti kurikulum maka dianggap kurang efektif.
Adapun definisi kurikulum itu sendiri adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahanpelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Hal-hal yang penting untuk penyempurnaan dan perbaikan kurikulum, diantaranya :
a.    Mengembangkan kurikulum yang adaptif atau kurikulum internasional
b.    Mengintegrasikan life skill,
c.    Mengakomodasikan perkembangan ilmu dan teknologi sesuai dengan kebutuhan peserta didik untuk hidup di dalam masyarakat,
d.   Mengintegrasikan mata pelajaran umum dengan mata pelajaran khusus seperti Bahasa Inggris,
e.    Kurikulum disusun dan di evaluasi berdasarkan hasil kajian.
Kurikulum yang diterapkan sekarang ini diharapkan dapat menyempurnakan kurikulum-kurikulum yang sebelumnya. Hal ini disebabkan setiap pergantian kurikulum, baik pendidik (guru) dan peserta didik tidak benar-benar memahami dan menguasai bagaimana kurikulum tersebut di aplikasikan dalam proses belajar mengajar. Justru para pendidik masih menggunakan cara atau metode lama dalam proses belajar mengajar. Dimana guru lebih dominan atau lebih aktif dalam proses KBM-nya. Sehingga peserta didik telah terbiasa belajar tidak mandiri, tidak mampu mengeksplor lingkungan yang ada di sekitarnya.
6.      Kurangnya perhatian pemerintah terhadap masyarakat pedalaman
Mungkin bila dikatakan tidak ada sama sekali perhatian dari pemerintah, hal itu tidaklah etis. Sebenarnya pemerintah pusat dan daerah telah bekerja keras agar seluruh rakyatnya dapat merasakan perhatian baik di bidang politik, ekonomi, social, budaya, kesehatan, terutama pendidikan, Oleh sebab itu dengan adanya OTDA (Otonomi Daerah) yang diatur oleh UU No. 32 tahun 2004 sebagai revisi UU No. 22 tahun1999 tentang pemerintah daerah yang sudah berjalan hampir tujuh tahun.
Adapun penyebab kurangnya perhatian dari pemerintah tersebut ialah :
a.    Faktor geografis yang tidak memungkinkan,
b.    Akibat dari kebijakan otonomi daerah,
c.    Terputusnya sarana dan prasarana untuk berkomunikasi, sehingga sulit untuk berhubungan atau mencari informasi kepada masyarakat,

Alternatif pemecahannya diantara lain :
b.    Pemerintah pusat seharusnya lebih fokus perhatiannya terhadap masyarakat pedalaman, terutama masyarakat yang masih terbelakang atau primitif seperti masyarakat pedalaman yaitu Suku Anak Dalam, dan Suku Talang Mamak di Kalimantan, dan Suku dani di papua Papuan, Suku Dayak Badui di Banten, dll.
c.    Adanya kunjungan kerja kedaerah-daerah terpencil, sehingga pemerintah pusat tahu ternyata masih ada rakyatnya yang tidak mendapatkan fasilitas yang layak seperti layanan sekolah gratis, kesehatan dan bahkan keadaan ekonomi mereka yang sangat memprihatinkan.
d.   Dibentuknya tim penggerak pendidikan, seperti tim penilai pendidikan yang fungsinya sebagai tim penilai, pengontrol / pengawas, yang selalu memantau sistem pendidikan yang ada dan tim ini bisa langsung melaporkan ke pemerintah pusat, apabila ada penyelewengan yang kurang pantas dalam sistem pendidikan di pemerintahan daerahnya.

C.      Undang-Undang Tentang Sekolah Gratis

Sesuai dengan UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang mengamanatkan bahwa setiap warga Negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Dalam pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar ( SD dan SMP ) serta satuan pendidikan lain yang sederajat.
Sejalan dengan undang-undang tersebut, pemerintah tela mengadakan program BOS yang dimulai sejak bulan Juli 2005. program tersebut telah mampu menuntaskan wajib belajar 9 tahun, hal ini dibuktikan bahwa pada tahun 2009 Angka Partisipasi Kasar (APK) telah mencapai 98,11%. Mulai tahun 2010 pemerintah telah melakukan perubahan tujuan, pendekatan dan orientasi dari program. Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu. Secara khusus program BOS bertujuan untuk menggratiskan seluruh siswa SD negeri dan SMP negeri dari biaya operasi sekolah, kecuali RSBI dan SBI; menggratiskan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta; meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta.
Dengan adanya program BOS diharapkan anak-anak Indonesia mampu mengenyam pendidikan dasar minimal 9 tahun. Sehingga mutu pendidikan di negara kita bisa menjadi lebih baik dari yang sebelumnya. Pelaksanaan dan pengelolaan dana BOS harus dilakukan dengan tepat, akuntabel dan penuh tanggung jawab. Tim manajemen BOS harus mampu mengelola dengan sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya.
Selain itu, masyarakat juga harus mengetahui dan mengawasi pelaksanaan program BOS. Namun pada umumnya pandangan mereka terhadap sekolah gratis / program BOS seakan tidak secara jelas mengetahui tujuan dan pelaksanaan BOS. Ketidakpedulian para orang tua itu disebabkan oleh beberapa hal
1.    mereka merasa sudah melaksanakan kewajiban, yakni memberi hak anak untuk mendapat pendidikan di sekolah sehingga mengetahui seluk beluk BOS bukanlah kewajiban
2.    kesibukan kerja yang enggan menanyakan sesuatu yang mereka anggap bukan persoalan krusial.
3.    pihak sekolah tidak pernah mendorong orang tua dalam setiap kesempatan untuk ikut mengontrol pemanfaatan BOS. Padahal seharusnya orang tua bisa berparisipasi dalam JADI BOS ( Jalani, Awasi, Diskusikan Bantuan Operasional Sekolah ).
Tujuan dari program BOS adalah menggratiskan seuruh siswa SD negeri dan SMP negeri dari biaya operasi sekolah, namun pada kenyataannya siswa masih diharuskan membeli buku LKS, membayar sumbangan pembangunan, seragam sekolah, alat tulis dan lain-lain. Banyak sekolah yang menarik biaya sumbangan per bulan yang diatasnamakan komite sekolah. Jadi sekolah itu memang tidak mutlak gratis.




BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Kebijakan sekolah gratis merupakan sebuah peristiwa besar yang perlu kita kaji dan fikirkan bersama. Dimana peristiwa tersebut dapat mempengaruhi maju mundurnya suatu Negara, karena program sekolah gratis tersebut dapat melahirkan para pewaris bangsa yang berkualitas maupun yang bobrok. Dibalik semua itu tergantung para pengolah ( pendidik) dalam mengelolanya dengan baik agar menghasilkan SDM yang berkualitas, bukannya SDM yang hanya mampu mencoreng nama baik bangsa saja.
Kesuksesan program sekolah gratis ini terletak pada mutu gurunya. Jika para gurunya berkualitas, memiliki kompetensi, memiliki wawasan yang luas, memiliki skill yang menunjang, mampu menguasai keterampilan-keterampilan khusus dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, siap mengabdi dan ditempatkan dimanapun di wilayah yang ada di Indonesia maka program kerja tersebut dapat terlaksana dengan lancar.
UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang mengamanatkan bahwa setiap warga Negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Dalam pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.



B.     SARAN
Sebaiknya sekolah gratis di Indonesia benar-benar diperhatikan, mengingat keterbatasan biaya untuk kalangan menengah ke bawah. Jika di Indonesia pendidikan semakin mahal, maka hanya kalangan-kalangan tertentu saja yang dapat mengenyam bangku pendidikan. Dengan demikian pendidikan yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tidak dapat terlaksana dengan maksimal.



DAFTAR RUJUKAN

Supriyanto. 2012. Bahan ajar sosiologi pendidikan. Malang: progran studi PGSD-KSDP-FIP Universitas Negeri Malang
Sawitri. 2010. Aplikasi kebijakan sekolah gratis. (online) http://www.sekolahdasar.net/2010/01/aplikasi-kebijakan-sekolah-gratis.html (diakses tanggal 13 Maret 2012)
Wikipedia. 2011. Latar belakang pandangan sosiologi terhadap sekolah gratis. (online) http://sharingkuliahku.wordpress.com/2011/10/26/latar-belakang-pandangan-sosiologi-terhadap-sekolah-gratis/ (diakses tanggal 13 Maret 2012)


Teknik Disiplin Kelas



BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang Masalah
Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan mengalami kemajuan, sesuai dengan perkembangan jaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Bangsa Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang tidak akan maju selama belum memperbaiki kualitas sumber daya manusia bangsa kita. Kualitas hidup bangsa akan meningkat jika ditunjang dengan sistem pendidikan yang mapan. Sistem pembelajaran dan kurikulum yang selalu diperbaharui bertujuan untuk meningkatkan mutu siswa, tetapi jika salah satu instrumen dalam sistem tidak berjalan dengan baik, maka akan berimbas kepada hasil atau output siswa tersebut. Salah satu hasil belajar dapat ditunjang dengan disiplin kelas yang baik untuk itu peran guru sangat penting dalam pengelolaan kelas yang dia hadapi, agar sistem pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik. Disiplin adalah suatu sikap batin, bukan kepatuhan  yang otomatis. Agar disiplin dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan terdapat beberapa teknik yang mendukung.






1.2  Rumusan Masalah
1.2.1                 Apa yang dimaksud dengan teknik Inner Control?
1.2.2                Apa yang dimaksud dengan teknik External Control?
1.2.3                Apa yang dimaksud dengan teknik Cooperative Control?

1.3  Tujuan
1.3.1   Mendeskripsikan teknik Inner Control.
1.3.2   Mendeskripsikan teknik External Control.
1.3.3   Mendeskripsikan teknik Cooperative Control.







BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Teknik Inner-Control
Teknik inner-control yakni kontrol perilaku berasal dari dalam diri siswa sendiri. Kepekaan akan disiplin harus tumbuh dan berkembang dari dalam diri siswa sendiri. Kesadaran akan norma-norma, peraturan-peraturan, tata tertib yang diterapkan akan membuat siswa dapat mengendalikan dirinya sendiri.
Teknik inner-control memiliki arti yang sama dengan model pengaruh yang disebutkan di dalam buku Ramon. Penjelasan yang ditulis Ramon dijelaskan sebagai berikut.
Pendekatan ini dinamakan pendekatan berpusat pada siswa dan terdiri dari teknik yang didesain untuk memberikan fasilitas pelatihan pengendalian diri pada siswa. Asumsi utama yang mendasari hal tersebut adalah kepercayaan bahwa anak-anak perlu mengatasi akibat dari sikapnya sendiri daripada meminta orang dewasa memberitahukan bagaimana untuk bersikap, karena hanya mereka yang dapat menentukan apakah masalah itu sebenarnya, jalan keluar yang paling cocok dan paling baik bagi mereka yang ditentukan oleh mereka sendiri.
Dalam melaksanakan model ini guru harus benar-benar mengetahui apakah masalah yang terjadi tersebut berasal dari guru atau siswa. Apabila masalahnya berasal dari siswa fungsi utama sebagai guru adalah mendorong siswa

untuk mempelajari situasi secara verbal, sehingga guru memperlihatkan bahwa ia mengerti apa yang diceritakan oleh siswa.
Hal yang harus dilakukan oleh guru dalam menyikapi siswa bermasalah antara lain:
a.       Tidak melakukan apapun
Terkadang dengan tidak mencampuri urusan siswa dalam memecahkan masalah, hal ini berarti bahwa guru secara tidak langsung menyampaikan kepercayaannya terhadap kemampuan atau usaha siswa dalam mengatasi masalahnnya.
b.      Tidak mengatakan apapun
Ketika guru tidak mengatakan apapun tidak berarti bahwa guru berdiam diri saja, namun dapat diartikan guru sedang menyimak. Tanpa mengatakan apapun guru dapat memberikan respon dengan ungkapan sederhana atau dengan tanda non verbal misalnya mengangguk. Tujuan sikap ini agar siswa tahu bahwa guru mengerti dan menerima ungkapan perasaan mereka.
c.       Mengundang para siswa untuk lebih berbicara banyak
Guru harus berusaha mendorong agar siswa lebih terbuka dengan cara berbicara yang lebih tegas ketika siswa mengungkapkan perasaan mereka.
d.      Menyimak secara aktif
Menyimak dengan aktif berarti guru membiarkan siswa tahu bahwa guru telah mendengar dan memahami perasaannya.
e.       Menjadi seorang penasihat
Selain menyimak dengan aktif guru harus menawarkan nasihat yang bijak dengan bertindak cukup tegas.
f.       Guru harus membiarkan siswa mengetahui aspek sikap mereka yang mana yang menyebabkan masalah dan apa alasannya.
g.      Apabila memberi tahu siswa saja tidak cukup untuk membuat siswa secara sukarela mengubah sikapnya baik guru maupun siswa harus menunjukkan mengapa sikap tersebut tidak layak.
h.      Guru maupun siswa harus menemukan jalan keluar alternatif.
i.        Baik guru maupun siswa harus menyetujui bagaimana jalan keluar tersebut harus diterapkan.
Jadi, dapat dikatakan jika pendekatan yang berorientasi pada siswa didasarkan pada anggapan bahwa para siswa mampu dan memiliki hak untuk merumuskan bagaimana cara bersikap yang layak. Oleh karena itu, dalam menerapkan pendekatan ini guru harus:
·      Mendorong siswa untuk menunjukkan pandangan dan perasaan mereka terhadap masalah.
·      Menunjukkan bahwa guru memahami apa yang siswa katakan dan rasakan.
·      Memberikan nasihat yang berguna atas dasar fakta-fakta yang ada hubungannya dengan masalah yang timbul.
·      Berunding dengan siswa jika masalah mempengaruhi guru, sampai ditemukan jalan keluar yang disepakati oleh kedua belah pihak.



2.2 Teknik External Control
Maksud dari teknik external control adalah pengendalian berasal dari luar diri siswa dan hal ini dapat berupa bimbingan dan konseling. Pengendalian diri dapat juga berupa pengawasan tetapi yang bersifat hukuman. Pemakaian teknik ini harus disesuaikan dengan perkembangan siswa. Misalnya teknik inner-control lebih sesuai untuk siswa pendidikan menengah dan tinggi, sedangkan untuk siswa pendidikan rendah lebih sesuai dengan teknik external control.
Teknik external control memiliki arti yang sama dengan model pengaruh yang disebutkan di dalam buku Ramon. Penjelasan yang ditulis Ramon menyatakan jika anak-anak belum mampu menyadari apa yang terbaik bagi mereka. Karena anak-anak juga dianggap mengambil keputusan tentang sikap mereka sendiri sering kali berdasarkan informasi yang kurang benar. Maka tugas gurulah untuk menunjukkan apa yang terbaik bagi siswanya. Hal ini didukung dengan kenyataan bahwa guru memiliki pengalaman yang lebih luas sehingga guru mampu menyadari akibat yang ditimbulkan dari sikap tidak layak. Meskipun pada awalnya guru akan merespon sikap tidak layak siswa dengan teknik-teknik sebelumnya, namun tetap pada akhirnya gurulah yang memiliki tanggung jawab untuk membuat siswanya berbuat baik. 
Respons ideal guru terhadap sikap tidak layak siswa ialah dengan bersikap tegas. Respon semacam ini membuat siswa mengetahui jika guru mengharapkan mereka melakukan apa yang diinginkan oleh guru. Respon tegas lebih dapat diterima dengan baik oleh siswa jika dibandingkan dengan respon yang tidak tegas dan teknik melawan.

1.      Respon yang tidak tegas
Respon ini pada dasarnya memberitahukan bahwa guru tidak bersungguh-sungguh campur tangan. Hal ini dapat terjadi karena guru tidak jelas dalam memberitahukan kepada siswa bahwa sikap tersebut harus dihentikan. Respon yang tidak tegas ini dapat dirasakan melalui pertanyaan-pertanyaan yang menyiratkan ketidakyakinan.
2.      Teknik melawan
Respon ini menunjukkan kepada siswa bahwa guru tidak menyukai mereka dan tidak mengkhawatirkan tentang perasaan dan kebutuhan mereka. Respon ini biasanya ditandai dengan hilangnya kesabaran guru sehingga mengucapkan kata-kata kasar. Namun respon ini sangat tidak disukai karena akan melukai siswa secara mental dan mengakibatkan siswa tidak takut terhadap guru tersebut.
Teknik respon tidak tegas dan melawan seperti yang telah diuraikan di atas sangat tidak sesuia, sehingga seharusnya guru:
a.       Guru harus mampu memutuskan aspek sikap manakah dari siswa yang tidak layak dan perlu dihentikan.
b.      Guru mengembangkan seperangkat alat untuk mengatasi dampak positif maupun negatif atas penyelenggaran atau pengabaian suatu peraturan.
c.       Guru harus mampu mengutarakan pengharapan kepada siswa dan menyampaikan akibat sikap tidak layak yang mereka lakukan.
d.      Guru harus memiliki kemauan dan kemampuan untuk menghadapi jika sikap tidak layak terjadi.

Guru harus mempunyai kemampuan dan kemauan yaitu:
1.      Memutuskan sikap layak siswa
Saat menetapkan sikap yang layak atau tidak layak guru perlu menjadi sangat spesifik sehingga tidak ada kebingungan tentang penerimaan sikap tertentu. Dengan bertambah jelas pendapat guru membuat guru mempunyai kesempatan untuk dapat menjelaskan lebih rinci pada siswa sehingga memungkinkan timbulnya keharmonisan hubungan yang lebih besar dari siswa.
2.      Menentukan ragam konsekuensi
a.       Ketika siswa patuh
Salah satu cara yang sangat berhasil dalam mengubah sikap siswa yaitu dengan memberi ganjaran dengan sikap yang diinginkan saat sikap tersebut muncul. 4 macam ganjaran (respon persetujuan) dapat diidentifikasi sebagai berikut :
·         Pujian verbal
·         Pujian tidak verbal. Misalnya dengan senyuman atau anggukan
·         Pemberian hak-hak istimewa
·         Pemberian hadiah materi misalnya permen atau alat tulis.
b.      Ketika siswa tidak patuh
Saat seorang siswa tidak mematuhi permintaan seorang guru, guru tidak diperkenankan untuk mengatakan sesuatu yang dapat menyakiti siswa baik secara fisik maupun mental. Guru hendaknya memilih hukuman yang sesuai dengan tingkat kesalahan yang telah dilakukan siswa. Oleh karena itu, siswa tersebut dapat lebih siap memahami bahwa pengalaman hukuman merupakan sebuah akibat dari perbuatannya sendiri.
3.      Cara memberi tahu kepada siswa
Saat menetapkan aturan-aturan dan memberitahukan kepada siswa tentang hukumannya adalah suatu siswa dan guru dalam keadaan tenang dan merupakan kesempatan untuk berbicara tanpa gangguan. Peraturan dan hukuman ini juga harus diketahui oleh setiap orang tua siswa. Untuk sikap menyimpang yang sangat menonjol dan sering muncul, lebih baik untuk menetapkan hukuman bertingkat sehingga siswa akan tahu apa yang terjadi waktu pertama kali melanggarnya kedua kali dan seterusnya. Contohnya ketika guru ingin siswa tetap diam saat guru berbicara dikelas sangsi yang terkait dengan sikap siswa yang beberapa kali ditemui sedang berbicara, dapat berupa:
·         Pertama kali  : peringatan
·         Kedua kali    : dipindahkan ketempat duduk lain
·         Ketiga kali    : mengucilkan siswa tersebut di dalam kelas, tetapi masih bekerja sebagai bagian dari kelas
·         Keempat kali : mengirimnya ke guru lain dan ditahan selama 30 menit sepulang sekolah
·         Kelima kali    : memberitahukan wali murid sehingga ia tidak diperbolehkan menonton tv selama 1 minggu.

Jadi, dapat dikatakan jika model yang berorientasi pada guru ini berdasarkan pada asumsi guru tahu apa yang terbaik bagi murid, mereka memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa siswa bersikap dengan cara yang konsisten dengan memperhatikan kepentingan guru dan siswa. Oleh karena itu, guru harus:
·      Mengidentifikasi sikap siswa yang perlu dirubah secara lebih spesifik.
·      Memberi tahu siswa tentang peraturan yang membahas mengenai sikap dan tanggung jawab yang terkait secara bersamaan dan bergantian.
·      Tidak membiarkan reaksi apa pun dari siswa yang dapat menghalangi guru melaksanakan aturan berdasarkan peraturan yang ditetapkan.
·      Secara konsisten melaksanakan teknik ini dengan penuh tanggung jawab.

2.3 Teknik Cooperative Control
Maksud dari teknik cooperative control adalah kerjasama antara guru dan siswa. Teknik ini berangkat dari pendapat bahwa disiplin kelas yang baik mengandung adanya kesadaran kerjasama guru dan siswa secara harmonis, respektif, efektif, dan produktif. Oleh karena itu, harus ada kerjasama antara guru dan siswa.
Bentuk-bentuk kerjasama guru dengan siswa di antaranya:
1.             Mengadakan perencanaan secara kooperatif dengan siswa.
2.             Mengembangkan kepemimpinan dan tanggung jawab pada siswa.
3.             Membina organisasi dan prosedur kelas secara demokratis.
4.             Memberikan kesempatan untuk berdiri sendiri.
5.             Berpikir sendiri, terutama dalam mengemukakan dan menerima pendapat orang lain. Memberi kesempatan berpartisipasi secara luas sesuai dengan taraf kesanggupan siswa. Menciptakan kesempatan-kesempatan untuk mengembangkan sikap-sikap yang diinginkan: sosial, psikologis, biologis.
Teknik Cooperative control memiliki arti yang sama dengan model pengaruh yang disebutkan di dalam buku Ramon. Model ini lebih menjelaskan adanya kerjasama antara guru dan siswa dalam memutuskan bagaimana siswa seharusnya bersikap. Mereka membuat hukuman yang tidak menyenangkan terhadap sikap siswa yang menyimpang secara bersama-sama dan memberikan dorongan bagi semua siswa untuk bersikap lebih baik.
Dalam menghadapi sikap siswa yang menyimpang terdapat 4 langkah dasar yang harus dilaksanakan, antara lain:
1.      Jangan bereaksi dahulu tanpa berpikir
Tidak peduli tujuan salah yang sedang dilakukan siswa, hal yang harus dilakukan guru saat dihadapkan dengan sikap menyimpang siswa yaitu bereaksi berdasarkan naluri. Respon seorang guru yang tanpa dipikir dahulu akan membuat masalah siswa bertambah parah dan membuat siswa putus asa lebih jauh lagi. Respon yang ideal adalah dengan tetap tenang sepanjang waktu dan memberi perhatian penuh pada siswa.
2.      Berikan dorongan
Dalam memberikan dorongan, guru tidak hanya fokus pada siswa yang bermasalah, tetapi juga terhadap semua siswa. Guru perlu memberitahukan kepada para siswa bahwa mereka merupakan anggota kelas, berguna dan mampu menyumbang hal-hal positif dengan cara-cara yang dapat diterima masyarakat. Hal penting yang harus diketahui guru adalah bahwa sikap menyimpang siswa itu berasal dari kepercayaan diri yang rendah sehingga mereka sukar untuk percaya bahwa mereka telah menemukan seorang guru yang menyukai dan menerima mereka dengan tulus. Dengan mengetahui hal tersebut, sebagai seorang guru hendaknya memberikan dorongan yang banyak dan mencoba untuk meyakinkan siswa bahwa pribadinya tidaklah sejelek yang siswa kira.
3.      Menerapkan konsekuensi alami dan logis
Konsekuensi alami merupakan konsekuensi tidak menyenangkan yang mengikuti sikap menyimpang siswa, tetapi tidak membutuhkan tindakan apapun dari orang lain. Konsekuensi ini mengalir secara alami dari sikap dan tidak dapat dihindari. Konsekuensi ini tidak dijalankan oleh siapapun, tetapi terjadi begitu saja sebagai akibat dari perbuatannya. Misalnya seorang siswa yang tidak menyimak pembelajaran di dalam kelas akan mendapatkan kesulitan dalam memahami tugas.
Sedangkan konsekuensi logis tidak terjadi sebagai akibat alami dari sikap menyimpang siswa. Konsekuensi ini memerlukan seseorang untuk menjalankan konsekuensi tersebut sebagai akibat sikap yang menyimpang. Meskipun dilaksanakan oleh guru, konsekuensi logis perlu diputuskan dulu dan dimengerti dengan jelas oleh siswa. Misalnya, seorang siswa yang membantah gurunya akan meminta maaf pada saat lain, siswa yang terlalu banyak bicara pada siswa disampingnya akan dipindahkan ketempat lain.
4.      Membantu mengubah tujuan-tujuan yang salah.
Ada 2 alasan mengapa guru harus memberitahu siswa tentang pemahaman mereka yang salah tentang dunia. Yang pertama, untuk membantu menjelaskan bahwa penafsiran guru tentang alasan siswa bersikap menyimpang tersebut benar, yaitu siswa ingin menarik perhatian, mencari kekuasaan, pendendam atau menarik diri. Alasan yang kedua, bahwa hal ini memungkinkan siswa menjadi sadar terhadap tujuannya sehingga pada akhirnya menyadari pola sikap menyimpang bukanlah cara untuk memperoleh pengakuan dan ikut serta dalam kelompok yang mereka inginkan.
5.      Rapat kelas
Guru dapat menggunakan rapat kelas sebagai salah satu sarana untuk membahas semua masalah dan menyampaikan pendapat serta perasaan yang sedang dialami siswa. Rapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk terlibat dalam proses pemecahan masalah yang demokratis dan memberikan sebuah cara untuk rencana perubahan, misalnya menentukan konsekuensi untuk sikap menyimpang.

 Terdapat 10 langkah yang harus dilakukan guru dalam menghadapi sikap menyimpang siswa, antara lain:
1.      Guru menanyakan dahulu kepada dirinya sendiri “Tindakan kedisiplinan apakah yang saya ambil bersama dengan siswa-siswa saya sekarang?” sehingga guru menjadi sadar terhadap bentuk pendekatannya pada siswa sekarang.
2.      Guru mengevaluasi keberhasilan tindakan yang telah dilakukan.
3.      Merencanakan langkah selanjutnya dengan berusaha melakukan sesuatu yang dapat mengubah keadaan saat ini dengan cara memberikan siswa balikan positif, memperlakukan mereka dengan baik, membiarkan mereka tahu bahwa mereka istimewa, dan memperdulikan mereka.
4.      Saat sebuah masalah muncul, guru menanyakan pada si “pengganggu” “apa yang sedang kamu lakukan?” guru menanyakan dengan cara yang tepat dan ringkas tetapi tidak menunjukkan kemarahannya.
5.      Jika langkah 1-4 tidak berhasil, guru harus mengulangi lagi langkah 4 dan menambahkan pertanyaan “Tidakkah itu melanggar peraturan?” jika muncul respon negatif atau tidak ada respon, maka guru harus mengatakan bahwa sikap tersebut salah dan melanggar peraturan.
6.      Jika langkah sebelumnya tidak efektif guru hendaknya mengatakan kepada siswa “Kita harus menyelesaikan hal ini. Apa yang dapat kamu lakukan dalam perencanaanmu sehingga kamu dapat mematuhi peraturan kita?” bersama dengan siswa guru merancang sebuah rencana tindakan positif untuk membantunya mematuhi peraturan.
7.      Pada langkah ini guru memberitahukan tentang tempat pengucilan dan “waktu istirahat” untuk siswa yang menunjukkan sikap menyimpang. Pengucilan terhadap pengganggu kelas harus terjadi disebuah tempat dimana siswa merasa nyaman dan tidak malu. Tujuan pemberian “waktu istirahat” yaitu agar siswa dapat merencanakan masa depan yang lebih baik dengan cara siswa diminta menuliskan sebuah rencana untuk bersikap lebih baik di masa depan dan menghindari kemungkinan sikap menyimpang yang telah dilakukan terjadi kembali.
8.      Meminta siswa pergi ke suatu tempat “Meskipun kita telah bekerja kelas, masalahnya tidak terpecahkan. Oleh karena itu kamu harus meninggalkan kelas untuk beberapa saat, sehingga kamu akan mengerti alasannya. Cobalah berusaha bekerja sama dengan orang lain untuk memecahkan masalahmu. Tolong pergilah ke ruang BK.”
9.      Ketika siswa bermasalah mendapatkan hukuman skors dari sekolah, guru harus tetap positif dan memberitahukan wali murid bahwa “Kami ingin anak anda bergabung lagi dengan kami sesegera mungkin. Yang diperlukan adalah agar dia bersikap dengan baik.” Secara efektif siswa tetap tinggal dirumah sampai dia menyetujui rencana untuk masa depan yang lebih baik di sekolah.
10.  Wali murud mendatangkan bantuan masyarakat misalnya konselor, psikiater, atau sumber yang lain untuk membantu menyelesaikan masalah anaknya.




BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa teknik inner-control yakni kontrol perilaku berasal dari dalam diri siswa sendiri. Di dalam teknik inner control terdapat pendekatan, pendekatan ini dinamakan pendekatan berpusat pada siswa dan terdiri dari teknik yang didesain untuk memberikan fasilitas pelatihan pengendalian diri pada siswa.
Teknik external control adalah pengendalian berasal dari luar diri siswa dan hal ini dapat berupa bimbingan dan konseling. Dalam teknik external control ini dinyatakan “jika anak-anak belum mampu menyadari apa yang terbaik bagi mereka.
Teknik cooperative control adalah kerjasama antara guru dan siswa. Dalam teknik ini terdapat kerjasama antara guru dan siswa dalam memutuskan bagaimana siswa seharusnya bersikap. Mereka membuat hukuman yang tidak menyenangkan terhadap sikap siswa yang menyimpang secara bersama-sama dan memberikan dorongan bagi semua siswa untuk bersikap lebih baik.






3.2  Saran
·         Dalam penerapan inner control guru harus benar-benar mengetahui apakah masalah yang terjadi tersebut berasal dari guru atau siswa. Apabila masalahnya berasal dari siswa hendaknya sebagai guru harus dapat mendorong siswa dan memperlihatkan bahwa ia mengerti apa yang diceritakan oleh siswa.
·         Pada teknik external control yang pengendaliannya berasal dari luar diri siswa, siswa dalam mengambil keputusan tentang sikap mereka sendiri sering kali berdasarkan informasi yang kurang benar. Maka guru hendaknya dapat menunjukkan apa yang terbaik bagi siswanya. Hal ini karena gurulah yang memiliki tanggung jawab untuk membuat siswanya berbuat baik.
·         Pada teknik cooperative control yang mengandung makna kerjasama antara guru dan siswa, hendaknya diperlukan adanya kesadaran kerjasama guru dan siswa secara harmonis, respektif, efektif, dan produktif.










DAFTAR RUJUKAN