PENGAJARAN LITERASI
A. KONSEP
1. Pengertian
Menurut Teale
dan Sulzby (dalam Gipayana, 2010:9), konsep pengajaran literasi diartikan
sebagai kemampuan membaca dan menulis. Seseorang disebut literate apabila ia memiliki pengetahuan yang hakiki untuk
digunakan dalam setiap aktivitas yang menuntut fungsi literasi secara efektif
dalam masyarakat dan pengetahuan yang dicapainya dengan membaca, menulis, dan arithmetic memungkinkan untuk
dimanfaatkan bagi dirinya sendiri dan perkembangan masyarakat (Gipayana, 2010: 9-10).
2. Landasan
Ada dua hal yang
menjadi rujukan penting dalam konsep pengajaran literasi, yaitu pengajaran
literasi yang berdimensi praktik sosial dan pengajaran literasi yang berdimensi
proses sosial. Berbagai teori muncul dari para ahli mengenai perubahan pandangan
terhadap pemahaman yang salah satunya dikenal dengan teori Rosenbalt. Menurut
Clay, 1985; Teale &Sulzby, 1986, para peneliti mulai mengarahkan guru-guru
untuk menyajikan pengajaran membaca pemahaman pada perspektif yang lebih luas,
yakni pengajaran literasi (dalam Gipayana, 2010:18). Perspektif itu sendiri
berpijak pada teori perkembangan literasi ‘emergent
literacy’, pemerolehan bahasa ‘language
acquisition’, dan skemata ‘schema’.
a. Teori
perkembangan Literasi
Teori perkembangan literasi merupakan suatu gagasan
yang menyebutkan bahwa kemampuan membaca dan menulis berkembang secara
bersamaan dan bersifat interaktif (Stickland,
1990; Teale dan Sulzby, 1986 dalam Gipayana,2010: 18). Berdasarkan teori ini,
dalam konsep pengajaran literasi elemen-elemen proses komunikasi tidak lagi
diajarkan secara diskrit.
b. Teori
pemerolehan Bahasa
Salah satu teori menyebutkan bahwa proses
pemerolehan bahasa berlangsung terus menerus melalui interaksi dan pengalaman
sosial (Cook-Gumprez, 1986; Wells, 1990 dalam Gipayana.2010:19). Teori-teori
pemerolehan bahasa memberikan pemahaman tentang bagaimana anak-anak memperoleh
bahasanya. Menurut Cooper, 1993:10 dalam Gipayana, 2010: 20) secara mendasar
dapat disimpulkan bahwa anak-anak memperoleh bahasa:
1) Pada
waktu mereka memiliki keperluan yang berarti dan nyata
2) Melalui
interaksi dengan teman sebaya dan orang dewasa
3) Dengan
menggunakan perkiraan bahasa secara nyata
4) Dengan
kecepatan yang berbeda-beda meskipun mereka berangkat dari tahap perkembangan
yang sama
Pemahaman-pemahaman tersebut menjadi pijakan yang
kokoh untuk pengembangan program pengajaran literasi.
c. Teori
Skemata
Teori skemata memberikan sumbangan yang sangat
berarti terhadap konsep pengajaran literasi. Teori ini menjelaskan bagaimana
struktur-struktur itu dibentuk dan dihubungkan dengan struktur-struktur yang
lainnya (Gipayana, 2010:21). Skemata adalah struktur-struktur yang mewakili
konsep-konsep umum yang terekam dalam memori (Rumelhart, 1980 dalam Gipayana,
2010:21). Skemata akan terus berkembang mengonstruksi pengetahuan baru dengan
pengetahuan menghubungkan skemata yang ada dengan informasi baru dalam teks.
Walaupun skema yang ada tidak siap untuk suatu topik atau konsep, skemata baru
akan dapat terbentuk apabila informasi yang dipeoleh mencukupi.
B. PRINSIP-PRINSIP
BIMBINGAN PENGEMBANGAN LITERASI
Menurut cooper (1993:20 dalam Gipayana, 2010: 22),
pengembangan literasi pada hakikatnya menolong siswa membangun makna “helping
children construct meaning’’, ia mengemukakan empat prinsip bimbingan dalam
pengembangan literasi.
1. Hasil-hasil
penelitian mengenai belajar literasi, perkembangan literasi , dan pemerolehan
bahasa menunjukan bahwa seluruh aspek keterampilan berbahasa berkembang bersama
sejalan dengan perkembangan siswa menjadi literate.
2. Tidak
ada kata yang mendukung gagasan bahwa keterampilan bahasa menulis, membaca, dan
berpikir berkembang secara diskrit.
3. Teori-teori
dan hasil penelitian tentang priorknowlodge, schemata, dan background knowledge
mendukung prinsip bahwa pengetahuan latar belakang memengaruhi keterampilan
membangun makna.
4. Upaya
menolonh siswa dalam membangun makna meliputi juga pertolongan memilih feature
teks yang relevan, yang berhubungan dengan pengalaman sebelumnya.
C. MENULIS
1. Kelas
Yang Terpusat Pada Literasi
Program pengajaran literasi merupakan rancangan yang
berisi asas-asas serta usaha-usaha yang akan dijalankan untuk membantu siswa
tumbuh menjadi literate. Menurut cooper (1993: 30 dalam Gipayana, 2010: 24),
ada tiga komponen yang saling berkaitan dalam program tersebut, yaitu motivasi,
pembelajaran membaca menulis, dan membaca ,menulis mandiri. Tiga komponen itu
beraksi secara dinamis dan berkelanjutan.
a. Komponen
motivasi
Motivasi
merupakan kemauan seseorang untuk mengerjakan sesuatu. Menurut Certo (1985;
Bafadal: 1995; 118 dalam Gipayana, 2010: 24), motivasi merupakan ‘inner state’
seseorang yang menyebabkan ia melakukan tindakan tertentu dengan cara tertentu
secara teknis, prosesnya berawal dari kekurangan atau kebutuhan yang belum
terpenuhi lalu ketegangan. Motivasi dibedakan atas motivasi instrumental, motivasi
integratif, motivasi rersultatif, dan motivasi intrinsik.
Motivasi
adalah sesuatu yang fenomena yang sangat kompleks. Empat tipe motivasi tersebut
seharusnya tidak dilihat sebagai sesuatu yang berbeda atau berlawanan tetapi
sesuatu yang bersifat saling melengkapi.
b. Komponen
pembelajaran membaca dan menulis
Menurut
Idra Djati Sidi (republika, 18 juni 2000 dalam Gipayana, 2010: 28), istilah
pembelajarn mengacu pada bagaimana guru memberdayakan dan memotivasi siswa agar
sengan belajar. Siswa akan segan belajar apababila gurunya berperan sebagai
pelatih, motivator, dan fasilitator.
Cooper
(1993: 401 dalam Gipayana, 2010: 29) menyimpulkan bahwa setidak-tidaknya ada
lima alasan penting mengapa membaca dan menulis perlu dikembangkan bersama,
yakni sebagai berikut:
1) Both
writing dan reading are constructive proceses.
2) Reading
dan writing share similar proceses ang kinds of knowledge.
3) Writing
and reading, went thought together, improve achivement.
4) Reading
and writing together foster comunication.
5) Combining
reading and writing leads to out comes not atributetable to either proces
alone.
Alasan pertama, menyebutkan bahwa pembaca adalah
penyusun atau pembangun makna, setiap pembaca mempunyai tujuan. Tujuan itu
menggerakan pikirannya tentang topik teks dan mengaktifkan hubungan pengetahuan
latar belakarnya dengan isi teks.
Penulis juga bertindak melalui proses yang sangat mirip dengan pembaca. Tujuan
untuk menulis untuk menggerakkan pikirannya tentang topik yang akan ditulis dan
akan mengaktifkan pengetahuan latar belakangnya sebelum mulai menulis.
Alasan kedua membaca dan menulis meliputi
pengetahuan dan proses yang sama. Membaca dan menulis diajarkan bersama karena
keduanya berkembang bersama secara alami. Mebaca dan menulis saling berbagi
proses dan tiper pengetahuan yang sama.
Alasan ketiga, pembelajaran membaca dan menulis
secara bersama menigkatkan prestasi. Dalam tinjauan penelitian tentang dampak
membaca dan menulis bersama menyimpulkan bahwa menulis menggiring pada
peningkatan prestasi membaca, membaca menggiring pada penampilan tulisan yang
lebih baik, dan kombinasi pembelajaran kedunya menggiring pada peningkatan
kemampuan mebaca dan menulis.
Alasan keempat, membaca dan menulis bersama membantu
perkembangan komunikasi.
Membaca dan menulis bukan hanya keterampilan untuk
dipelajari agar mendapatkan nilai tes prestasi yang lebih baik tetapi prosesnya
itulah yang menolong berkomunikasi secara efektif. Penggabungan itu memunginkan
siswa berpartisipasi dalam proses kimunikasi dan hasilnya lebih banyak memetik
nilai-nilai makna literasi.
Alasan kelima, kombinasi membaca dan menulis
menggiring pada hasil yang bukan diakibatkan oleh salah satu prosesnya. Suatu
elemen penting dalam pembelajarn literasi secara umum adalah berpikir dalam
kombinasi pembelajaran menulis dan membaca, para siswa diajak pada berbagai
pengalaman yang menuntun pada keterampilan berpikir tingkat tinggi.
c. Komponen
membaca dan menulis mandiri
Komponen ketiga dalam konsep kelas yang terpusat
pada literasi adalah membaca dan menulis mandiri setiap hari para siswa
disediakan waktu untuk berinisiatif memilih bacaan dan menulis secara mandiri
menunjukan bahwa membaca mandiri memperhalus membaca pemahaman, menguntungkan
siswa memperluas pengetahuan latar belakang, memperkaya kosakata, dan
menumbukan sikap membaca sebagai aktivitas seumur hidup.
2. Pembelajaran
menulis di SD
Kurikulum SD
1994, juga yang telah disesuaikan dengan suplemen GBPP 1999, membaca dan
menulis dimasukkan dalam pelajaran bahasa indonesia dengan label mata pelajaran
bahasa dan sastra indonesia. Mata pelajaran itu diberi pengertian sebagai
program untuk membangkitkan pengetahuan, ketrampilan berbahasa, dan sikap
positif terhadap bahsa indonesia (depdikbud, 2000 : 14). Ruang lingkupnya yang
meliputi 4 aspek :
a. Pengusaan
kebahasaan.
b. Kemampuan
memahami.
c. Kemampuan
menggunakan.
d. Apresiasi
bahasa dan karya sastra indonesia.
Aspek kebahasaan diajarkan untuk tujuan meningkatkan
kemampuan pemahaman dan penggunaan bahasa. Pembelajaran menulis masuk aspek
kemampuan menggunakan bahasa. Tujuan agar siswa:
a. Mampu
mengungkapkan gagasan, pendapat, pengalaman, pesan, dan perasaan secara
tertulis.
b. Mampu
menyampaikan informasi secara tertulis sesuai dengan konteks dan keadaan.
c. Memiliki
kegemaran menulis.
d. Mampu
memanfaatkan unsur-unsur kebahasaan karya sastra dan menulis.
Tujuan tersebut
diharapkan bermuaran pada
kedisiplinan berpikir dan berbahasa yang dirumuskan dalam satu tujuan umum mata
pelajaran.
Pembelajaran bahasa indonesia yang berada pada
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi dikembangkan melalui
aktivitas menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, sebagai berikut :
mendengarkan, berbicara, membaca, menulis.
3. Pendekatan
proses menulis
Pendekatan
proses dalam pembelajaran menulis merujuk pada proses menulis, yang terdiri
atas lima tahap ( calkins, 1986; Hillocks, 1987; Graves, 1991), yaitu :
a. Tahap
pemilihan topik
Pada
tahap ini hendaknya siswa diyakinkan bahwa dirinya betul-betul mampu melakukan
hal tersebut. Langkah-langkah yang dapat menolong siswa adalah sebagai berikut
:
1) Ajak
siswa untuk mendaftar topik-topik yang ingin ditulisnya
2) Berikan
kesempatan kepada siswa untuk menambah daftra topik yang diinginkan
3) Berikan
kesempatan kepada siswa untuk memilih salah satu topik untuk tuilisan pertama
4) Guru
membantu siswa menyeleksi topik untuk tulisan pertama
b. Tahap
penyusunan draf
Tahap
ini meliputi dua langkah kegiatan, yaitu perencanaa dan pengembangan karangan.
Model pembelajaran yang dapat dirancang adalah sebagaia berikut :
1) Berikan
contoh topik karangan, tujuan, an siapa pembacanya
2) Berikan
pemahaman bahwa apa yang telah dikerjakannya tiu merupakan rencana awal untuk
menulis
3) Menyusun
karangan secara aktual
Pada tahap ini siswa mengekspresikan gagasan secara
bebas dan kreatif. Oleh sebab itu pada waktu siswa menulis seharusnya tidak
diinterupsi.
c. Tahap
revisi atau perbaikan
Menurut Graves
(1984), bagi penulis pemula, khusunya TK sampai kelaqs 1 SD tahapan ini tidak
bersifat alami. Sebelum merevisi draft, guru dan siswa seharusnya mendiskusikan
terlebih dahulu panduannya sesuai apa
yang diharapkan.
d. Tahap
koreksi cetakan percobaan (proofreading atau editing)
Tahap ini
berlangsung setelah siswa mengadakan perbaikan.
e. Tahap
pemajangan
Tahap ini
disebut tahap ‘publishing’. Pada tahap ini, tulisan akhir atau karangan yang
sudah di edit kemudian diseleksi bersama untuk selanjutnya dipajang pada
majalah dinding atau dipajang di kelas.
4. Perkembangan
kemampuan menulis
Manusia memiliki akal dan rohani untuk memahami dan
menggambarkan sesuatu, mengambil kesimpulan atau dapat dikatakan juga jika
manusia dapat berpikir dengan akalnya. Dalam merefleksikn pikirannya (produk
berpikir maupun produk pemikiran), manusia selalu menggunakan bahasa sebagai
medianya.
a. Konstruksi
model perkembangan kemampuan menulis
Menurut Wilkinson (dalam Muhana, 2010:48)
perkembangan kemampuan enulis jelas berlangsung, namun tak jelas. Penilaian
suatu karangan menurut Wilkinson dapat dilakukan secara holistik (penialain
menyeluruh setelah membaca seluruh karangan) dan secara analitik (dilakukan
hanya untuk mengetahui kemampuan menulis siwa). Wilkinson juga membuat skala
perkembangan kemampuan menulis berdasarkan variabel stalistik, afektif,
kognitif dan moral.
1) Stalistik
Penialaian terhadap karangan anak dapat diarahkan
pada gaya. Menurut Crystal dan Davy (1969:9-10) terdapat empat definisi gaya,
yakni kebiasaan bahasa seseorang, kebiasaan bahasa sekelompok masyarakat,
keefektifan cara berekspresi serta tulisan yang bagus.
2) Afektif
Afektif biasanya diasumsikan dengan sesuatu yang
menuntun anak-anak menjadi dewasa melalui bahasa. Perkemangan kemampuan menulis
dari segi afektif terletak pada tiga hal yakni perembangan ke arah kesadaran
terhadap diri sendiri, orang lain atau lingkunngannya dan penerimaan kenyataan
fenomena dan imajinasi.
3) Kognitif
Perkemangan aspek kognitifmerujuk pada teori
perkembangan berpikir piaget. Menurut Piaget, pada tahap sensorimotor (0-2
tahun) intelektual mengarah pada perilaku praverbal. Selanjutnya tahap
praoperasional dibagi menjadi tahap prakonseptual (2-4 tahun) dan tahap
berpikir intuitif (4-7 tahun). Yang terakhir ialah tahap operasional yang
dibagi menjadi dua pula, yakni operasional konkrit (7-11 tahun) yang ditandai
dengan anak mampu berpikir konkret dan mendalam dan tahap operasional formal
(11-16 tahun) yang ditandai dengan anak yang mampu berfikir secara vertikal dan
horizontal. Menulis merupakan aspek kemampuan berpikir yang pada hakikatnya
ialah refleksi pikiran.
4) Moral
Wilkinson menawarkan model perkembangan moral yang
bersifat komulatif yakni menilai diri sendiri atau orang lain dengan
karakteristik fisik, norma hukkum, norma status, norma konvensional, norma
tujuan, konsep abstrak universal dan norma pengembangan niali secara personal.
D. PORTOFOLIO
LITERASI
1. Penilaian
Portofolio
a. Penilaian
portofolio sebagai salah satu aspek pembelajaran berada pada perspektif
penilaian performance
(Nitko,1996:249). Hal itu berbeda dengan perspektif penilaian tradisonal
(permana,1996:1)penilaian tradisional secara
konvensional menggunakan tes tertulis ‘paper-pencil-test’ dan menekankan
pada pengetahuan atau keterampilan tertentu yang dapat di ukur secara objektif.
Karena itu bentuknya sering berupa tes objektif seperti pilihan ganda, hubungan
sebab akibat, dsb. Tes semacam itu merujuk pada tes yang kriteria jawabannya
sudah di tetapkan sehingga mudah diadministrasikan. Penilaina berupa test di
anggap tidak relevan dengan perspektif pembelajaran literasi yang bersifat konstruktif dan interaktif.Kritik Tyler dan White terhadap test:
1) Tes
tidak mencerminkan rentangan latar belakang budayasiswa secara penuh, dengan
demikian membawa kesimpulan yang tidak fair untuk para siswa minoritas (2) tes-tes
standar sekarang ini hanya terbatas pada nilai untuk kebutuhan guru, sekolah,
dan system pertanggung jawaban sekolahatas kualitas pendidikan (3) penggunaan
tes membatasi efek pembelajaran; dan (4) tes terlalu sempit jangkauannya untuk
menghasilkan penilaian yang fair dalam pendekatan pembelajaran baru (dalam Farr
dan Carey,1986:11).
Penilaian performance, kadang-kadang disebut
penilaian autentik (authentic assessment)
atau penilaian alternatif (alternative
assessment), adalah penilaian yang suatu cara untuk mendapatkan informasi
sejauh mana seseorang sudah belajar. Tidak seperti penilaian tradisional,
penilaian performance,adalah
penilaian yang menyediakan kesempatan kepada siswabuntuk mengukur, memproduksi,
dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
2. Konsep
portofolio dan portofolio literasi
Konsep portofolio dalam pegajaran literasi memiliki
istilah yang bervariasi. Selain disebut penilaian portofolio itu sendiri, ada
juga yang menyebutnya portofolio literasi”literacy
portofolio”(Cooper, 1993:556-560).
Tetapi subtansinya sama, yakni koleksi pekerjaan, catatan-catatan
perkembangan,dan prestasi siswa yang dikumpulkan setiap waktu untuk maksud
tertentu.
3. Isi
portofolio literasi
Isi portofolio
bias bervariasi bergantung pada tujuannya (Nitko, 1996:278). Dalam hubungannya
dengan pengajaran literasi, isi,
portofolio dipertimbangkan dengan memperhatikan tujuan penilaian sebagai
berikut: (1) untuk menentukan kemajuan siswa dan merencanakan pembelajaran
selanjutnya;(2) untuk menolong siswa memperoleh kemampuan literasinya ‘ownership’.dan mempertanggung jawabkan
belajarnya;(3) untuk menilai program kelas yang terpusat pada literasi.
a.
Sampel Pekerjaan
Sampel
pekerjaan yang penting dikoleksi dalam portofolio antara lain tulisan-tulisa seperti
cerita, laporan, surat,dsb. Sampel pekerjaan yang penting lainnya adalah
respons tertulis terhadap literatur yang dibacanya.
b.Daftar
bacaan dan Tulisan Mandiri
Aspek
penting dalam konsep kelas yang terpusat pada literasi adalah membaca dan
menulis mandiri yang dilakukan siswa.informasi tentang itu perlu dimasukkan ke
dalam portofolio sehinnga aktivitas siswa di luar kelas bias dimonitor.wujudnya
bias berupa daftar bacaan yang berisi data lengkap mengenai buku-buku yang
dibaca, seperti judul buku, pengarang, penerbit, jumlah halaman; dan daftar
tulisan mandiri baik yang sudah dipublikasikan maupun yang hanya dikoleksi
dalam portofolio.
c.
Checlist dan Survei
Checklist
dan survey yang bias dimasukkan dalam portofolio antara lain checklist
perkembangan membaca, menulis, pengetahuan latar-belakang atau schemata (owner ship), dan survey mengenai sikap
dan perhatian siswa terhadap membaca dan menulis.
d.
Self-Assesment
Materi
lainnya yang bias di masukkan dalam portofolio adalah self-assesment yang dilakukan siswa. Hal itu penting bagi guru
untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa berdasarkan perasaannya. Bagi siswa
itu sendiri, itu semacam instropeksi dalam rangka mengukur, memproduksi, dan
mengkonstruksi pengetahuannya secara berkelanjutan.
e.
Hasil tes formal
Portofolio
dalam pembelajaran literasi yang terfokus pada menulis sekurang-kurangnya
memiliki 3 peran, yaitu sebagai sarana untuk menilai(1)menilai perkembangan
siswa dan merencanakan pembelajaran selanjutnya,(2)menolong siswa memperoleh
pengetahuan’ownership’ dan
mempertanggungjawabkan prosesnya;dan(3)mengamankan program pembelajaran baik
didalam maupun luar kelas. Mengingat perananya seperti itu, maka wajar apabila
hasil tes formal dimasukkan ke dalamnya. Hasil tes formal yang berhubungan
dengan literasi penting dimasukkan dalam portofolio untuk melengkapi koleksi
kepemilikan literasi siswa.
4. Penggunaan
Portofolio Literasi
Portofolio
literasi dapat digunakan sebagai bahan ‘conterpiece’
untuk diskusi ‘conferences’guru
dengan siswa, orang tua murid, dan para administrator sekolah. Diskusi dengan
siswa bias dilakukan secara periodik untuk meninjau kemajuan,kekuatan,dan
kelemahan siswa;menata tujuan dan merencanakan aktifitas belajar selanjutnya;
mengavaluasi isi portofolio apa yang perlu d tambah dan dikurangi. Sebagai
bahan untuk diskusi dengan orang tua murid, portofolio literasi merupakan cara
yang efektif untuk menunjukkan kemajuan anaknya dalam belajar
(Lapp,1989).sebagai bahan diskusi dengan dengan para admistrator (kepala
sekolah, pengawas dan konsultan), portofolio literasi merupakan cara efektif
pengelola sekolah menunjang program literasi.
Bermanfaat...! Numpang share and unduh ya kak!
BalasHapusKerennnn
BalasHapus