Sabtu, 15 Desember 2012

Pengajaran Literasi



PENGAJARAN LITERASI
A. KONSEP
1.   Pengertian
Menurut Teale dan Sulzby (dalam Gipayana, 2010:9), konsep pengajaran literasi diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis. Seseorang disebut literate apabila ia memiliki pengetahuan yang hakiki untuk digunakan dalam setiap aktivitas yang menuntut fungsi literasi secara efektif dalam masyarakat dan pengetahuan yang dicapainya dengan membaca, menulis, dan arithmetic memungkinkan untuk dimanfaatkan bagi dirinya sendiri dan perkembangan masyarakat (Gipayana, 2010: 9-10).
2.   Landasan
Ada dua hal yang menjadi rujukan penting dalam konsep pengajaran literasi, yaitu pengajaran literasi yang berdimensi praktik sosial dan pengajaran literasi yang berdimensi proses sosial. Berbagai teori muncul dari para ahli mengenai perubahan pandangan terhadap pemahaman yang salah satunya dikenal dengan teori Rosenbalt. Menurut Clay, 1985; Teale &Sulzby, 1986, para peneliti mulai mengarahkan guru-guru untuk menyajikan pengajaran membaca pemahaman pada perspektif yang lebih luas, yakni pengajaran literasi (dalam Gipayana, 2010:18). Perspektif itu sendiri berpijak pada teori perkembangan literasi ‘emergent literacy’, pemerolehan bahasa ‘language acquisition’, dan skemata ‘schema’.
a.    Teori perkembangan Literasi
Teori perkembangan literasi merupakan suatu gagasan yang menyebutkan bahwa kemampuan membaca dan menulis berkembang secara bersamaan dan bersifat interaktif (Stickland, 1990; Teale dan Sulzby, 1986 dalam Gipayana,2010: 18). Berdasarkan teori ini, dalam konsep pengajaran literasi elemen-elemen proses komunikasi tidak lagi diajarkan secara diskrit.
b.   Teori pemerolehan Bahasa
Salah satu teori menyebutkan bahwa proses pemerolehan bahasa berlangsung terus menerus melalui interaksi dan pengalaman sosial (Cook-Gumprez, 1986; Wells, 1990 dalam Gipayana.2010:19). Teori-teori pemerolehan bahasa memberikan pemahaman tentang bagaimana anak-anak memperoleh bahasanya. Menurut Cooper, 1993:10 dalam Gipayana, 2010: 20) secara mendasar dapat disimpulkan bahwa anak-anak memperoleh bahasa:
1)   Pada waktu mereka memiliki keperluan yang berarti dan nyata
2)   Melalui interaksi dengan teman sebaya dan orang dewasa
3)   Dengan menggunakan perkiraan bahasa secara nyata
4)   Dengan kecepatan yang berbeda-beda meskipun mereka berangkat dari tahap perkembangan yang sama
Pemahaman-pemahaman tersebut menjadi pijakan yang kokoh untuk pengembangan program pengajaran literasi.
c.    Teori Skemata
Teori skemata memberikan sumbangan yang sangat berarti terhadap konsep pengajaran literasi. Teori ini menjelaskan bagaimana struktur-struktur itu dibentuk dan dihubungkan dengan struktur-struktur yang lainnya (Gipayana, 2010:21). Skemata adalah struktur-struktur yang mewakili konsep-konsep umum yang terekam dalam memori (Rumelhart, 1980 dalam Gipayana, 2010:21). Skemata akan terus berkembang mengonstruksi pengetahuan baru dengan pengetahuan menghubungkan skemata yang ada dengan informasi baru dalam teks. Walaupun skema yang ada tidak siap untuk suatu topik atau konsep, skemata baru akan dapat terbentuk apabila informasi yang dipeoleh mencukupi.
B.  PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN PENGEMBANGAN LITERASI
Menurut cooper (1993:20 dalam Gipayana, 2010: 22), pengembangan literasi pada hakikatnya menolong siswa membangun makna “helping children construct meaning’’, ia mengemukakan empat prinsip bimbingan dalam pengembangan literasi.
1.   Hasil-hasil penelitian mengenai belajar literasi, perkembangan literasi , dan pemerolehan bahasa menunjukan bahwa seluruh aspek keterampilan berbahasa berkembang bersama sejalan dengan perkembangan siswa menjadi literate.
2.   Tidak ada kata yang mendukung gagasan bahwa keterampilan bahasa menulis, membaca, dan berpikir berkembang secara diskrit.
3.   Teori-teori dan hasil penelitian tentang priorknowlodge, schemata, dan background knowledge mendukung prinsip bahwa pengetahuan latar belakang memengaruhi keterampilan membangun makna.
4.   Upaya menolonh siswa dalam membangun makna meliputi juga pertolongan memilih feature teks yang relevan, yang berhubungan dengan pengalaman sebelumnya.
C.  MENULIS
1.   Kelas Yang Terpusat Pada Literasi
Program pengajaran literasi merupakan rancangan yang berisi asas-asas serta usaha-usaha yang akan dijalankan untuk membantu siswa tumbuh menjadi literate. Menurut cooper (1993: 30 dalam Gipayana, 2010: 24), ada tiga komponen yang saling berkaitan dalam program tersebut, yaitu motivasi, pembelajaran membaca menulis, dan membaca ,menulis mandiri. Tiga komponen itu beraksi secara dinamis dan berkelanjutan.
a.   Komponen motivasi
Motivasi merupakan kemauan seseorang untuk mengerjakan sesuatu. Menurut Certo (1985; Bafadal: 1995; 118 dalam Gipayana, 2010: 24), motivasi merupakan ‘inner state’ seseorang yang menyebabkan ia melakukan tindakan tertentu dengan cara tertentu secara teknis, prosesnya berawal dari kekurangan atau kebutuhan yang belum terpenuhi lalu ketegangan. Motivasi dibedakan atas motivasi instrumental, motivasi integratif, motivasi rersultatif, dan motivasi intrinsik.
Motivasi adalah sesuatu yang fenomena yang sangat kompleks. Empat tipe motivasi tersebut seharusnya tidak dilihat sebagai sesuatu yang berbeda atau berlawanan tetapi sesuatu yang bersifat saling melengkapi.
b.   Komponen pembelajaran membaca dan menulis
Menurut Idra Djati Sidi (republika, 18 juni 2000 dalam Gipayana, 2010: 28), istilah pembelajarn mengacu pada bagaimana guru memberdayakan dan memotivasi siswa agar sengan belajar. Siswa akan segan belajar apababila gurunya berperan sebagai pelatih, motivator, dan fasilitator.
Cooper (1993: 401 dalam Gipayana, 2010: 29) menyimpulkan bahwa setidak-tidaknya ada lima alasan penting mengapa membaca dan menulis perlu dikembangkan bersama, yakni sebagai berikut:
1)   Both writing dan reading are constructive proceses.
2)   Reading dan writing share similar proceses ang kinds of knowledge.
3)   Writing and reading, went thought together, improve achivement.
4)   Reading and writing together foster comunication.
5)   Combining reading and writing leads to out comes not atributetable to either proces alone.
Alasan pertama, menyebutkan bahwa pembaca adalah penyusun atau pembangun makna, setiap pembaca mempunyai tujuan. Tujuan itu menggerakan pikirannya tentang topik teks dan mengaktifkan hubungan pengetahuan latar belakarnya dengan isi  teks. Penulis juga bertindak melalui proses yang sangat mirip dengan pembaca. Tujuan untuk menulis untuk menggerakkan pikirannya tentang topik yang akan ditulis dan akan mengaktifkan pengetahuan latar belakangnya sebelum mulai menulis.
Alasan kedua membaca dan menulis meliputi pengetahuan dan proses yang sama. Membaca dan menulis diajarkan bersama karena keduanya berkembang bersama secara alami. Mebaca dan menulis saling berbagi proses dan tiper pengetahuan yang sama.
Alasan ketiga, pembelajaran membaca dan menulis secara bersama menigkatkan prestasi. Dalam tinjauan penelitian tentang dampak membaca dan menulis bersama menyimpulkan bahwa menulis menggiring pada peningkatan prestasi membaca, membaca menggiring pada penampilan tulisan yang lebih baik, dan kombinasi pembelajaran kedunya menggiring pada peningkatan kemampuan mebaca dan menulis.
Alasan keempat, membaca dan menulis bersama membantu perkembangan komunikasi.
Membaca dan menulis bukan hanya keterampilan untuk dipelajari agar mendapatkan nilai tes prestasi yang lebih baik tetapi prosesnya itulah yang menolong berkomunikasi secara efektif. Penggabungan itu memunginkan siswa berpartisipasi dalam proses kimunikasi dan hasilnya lebih banyak memetik nilai-nilai makna literasi.
Alasan kelima, kombinasi membaca dan menulis menggiring pada hasil yang bukan diakibatkan oleh salah satu prosesnya. Suatu elemen penting dalam pembelajarn literasi secara umum adalah berpikir dalam kombinasi pembelajaran menulis dan membaca, para siswa diajak pada berbagai pengalaman yang menuntun pada keterampilan berpikir tingkat tinggi.
c.   Komponen membaca dan menulis mandiri
Komponen ketiga dalam konsep kelas yang terpusat pada literasi adalah membaca dan menulis mandiri setiap hari para siswa disediakan waktu untuk berinisiatif memilih bacaan dan menulis secara mandiri menunjukan bahwa membaca mandiri memperhalus membaca pemahaman, menguntungkan siswa memperluas pengetahuan latar belakang, memperkaya kosakata, dan menumbukan sikap membaca sebagai aktivitas seumur hidup.
2.   Pembelajaran menulis di SD
Kurikulum SD 1994, juga yang telah disesuaikan dengan suplemen GBPP 1999, membaca dan menulis dimasukkan dalam pelajaran bahasa indonesia dengan label mata pelajaran bahasa dan sastra indonesia. Mata pelajaran itu diberi pengertian sebagai program untuk membangkitkan pengetahuan, ketrampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahsa indonesia (depdikbud, 2000 : 14). Ruang lingkupnya yang meliputi 4 aspek :
a.    Pengusaan kebahasaan.
b.   Kemampuan memahami.
c.    Kemampuan menggunakan.
d.   Apresiasi bahasa dan karya sastra indonesia.
Aspek kebahasaan diajarkan untuk tujuan meningkatkan kemampuan pemahaman dan penggunaan bahasa. Pembelajaran menulis masuk aspek kemampuan menggunakan bahasa. Tujuan agar siswa:
a.    Mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, pengalaman, pesan, dan perasaan secara tertulis.
b.   Mampu menyampaikan informasi secara tertulis sesuai dengan konteks dan keadaan.
c.    Memiliki kegemaran menulis.
d.   Mampu memanfaatkan unsur-unsur kebahasaan karya sastra dan menulis.
Tujuan tersebut  diharapkan  bermuaran pada kedisiplinan berpikir dan berbahasa yang dirumuskan dalam satu tujuan umum mata pelajaran.
Pembelajaran bahasa indonesia yang berada pada kelompok  mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan melalui  aktivitas menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, sebagai berikut : mendengarkan, berbicara, membaca, menulis.
3.   Pendekatan proses menulis
Pendekatan proses dalam pembelajaran menulis merujuk pada proses menulis, yang terdiri atas lima tahap ( calkins, 1986; Hillocks, 1987; Graves, 1991), yaitu :
a.    Tahap pemilihan topik
Pada tahap ini hendaknya siswa diyakinkan bahwa dirinya betul-betul mampu melakukan hal tersebut. Langkah-langkah yang dapat menolong siswa adalah sebagai berikut :
1)   Ajak siswa untuk mendaftar topik-topik yang ingin ditulisnya
2)   Berikan kesempatan kepada siswa untuk menambah daftra topik yang diinginkan
3)   Berikan kesempatan kepada siswa untuk memilih salah satu topik untuk tuilisan pertama
4)   Guru membantu siswa menyeleksi topik untuk tulisan pertama
b.   Tahap penyusunan draf
Tahap ini meliputi dua langkah kegiatan, yaitu perencanaa dan pengembangan karangan. Model pembelajaran yang dapat dirancang adalah sebagaia berikut :
1)   Berikan contoh topik karangan, tujuan, an siapa pembacanya
2)   Berikan pemahaman bahwa apa yang telah dikerjakannya tiu merupakan rencana awal untuk menulis
3)   Menyusun karangan secara aktual
Pada tahap ini siswa mengekspresikan gagasan secara bebas dan kreatif. Oleh sebab itu pada waktu siswa menulis seharusnya tidak diinterupsi.
c.    Tahap revisi atau perbaikan
Menurut Graves (1984), bagi penulis pemula, khusunya TK sampai kelaqs 1 SD tahapan ini tidak bersifat alami. Sebelum merevisi draft, guru dan siswa seharusnya mendiskusikan terlebih dahulu panduannya  sesuai apa yang diharapkan.
d.   Tahap koreksi cetakan percobaan (proofreading atau editing)
Tahap ini berlangsung setelah siswa mengadakan perbaikan.
e.    Tahap pemajangan
Tahap ini disebut tahap ‘publishing’. Pada tahap ini, tulisan akhir atau karangan yang sudah di edit kemudian diseleksi bersama untuk selanjutnya dipajang pada majalah dinding atau dipajang di kelas.
4.   Perkembangan kemampuan menulis
Manusia memiliki akal dan rohani untuk memahami dan menggambarkan sesuatu, mengambil kesimpulan atau dapat dikatakan juga jika manusia dapat berpikir dengan akalnya. Dalam merefleksikn pikirannya (produk berpikir maupun produk pemikiran), manusia selalu menggunakan bahasa sebagai medianya.
a.    Konstruksi model perkembangan kemampuan menulis
Menurut Wilkinson (dalam Muhana, 2010:48) perkembangan kemampuan enulis jelas berlangsung, namun tak jelas. Penilaian suatu karangan menurut Wilkinson dapat dilakukan secara holistik (penialain menyeluruh setelah membaca seluruh karangan) dan secara analitik (dilakukan hanya untuk mengetahui kemampuan menulis siwa). Wilkinson juga membuat skala perkembangan kemampuan menulis berdasarkan variabel stalistik, afektif, kognitif dan moral.

1)   Stalistik
Penialaian terhadap karangan anak dapat diarahkan pada gaya. Menurut Crystal dan Davy (1969:9-10) terdapat empat definisi gaya, yakni kebiasaan bahasa seseorang, kebiasaan bahasa sekelompok masyarakat, keefektifan cara berekspresi serta tulisan yang bagus.
2)   Afektif
Afektif biasanya diasumsikan dengan sesuatu yang menuntun anak-anak menjadi dewasa melalui bahasa. Perkemangan kemampuan menulis dari segi afektif terletak pada tiga hal yakni perembangan ke arah kesadaran terhadap diri sendiri, orang lain atau lingkunngannya dan penerimaan kenyataan fenomena dan imajinasi.
3)   Kognitif
Perkemangan aspek kognitifmerujuk pada teori perkembangan berpikir piaget. Menurut Piaget, pada tahap sensorimotor (0-2 tahun) intelektual mengarah pada perilaku praverbal. Selanjutnya tahap praoperasional dibagi menjadi tahap prakonseptual (2-4 tahun) dan tahap berpikir intuitif (4-7 tahun). Yang terakhir ialah tahap operasional yang dibagi menjadi dua pula, yakni operasional konkrit (7-11 tahun) yang ditandai dengan anak mampu berpikir konkret dan mendalam dan tahap operasional formal (11-16 tahun) yang ditandai dengan anak yang mampu berfikir secara vertikal dan horizontal. Menulis merupakan aspek kemampuan berpikir yang pada hakikatnya ialah refleksi pikiran.
4)   Moral
Wilkinson menawarkan model perkembangan moral yang bersifat komulatif yakni menilai diri sendiri atau orang lain dengan karakteristik fisik, norma hukkum, norma status, norma konvensional, norma tujuan, konsep abstrak universal dan norma pengembangan niali secara personal.
D. PORTOFOLIO LITERASI
1.   Penilaian Portofolio
a.    Penilaian portofolio sebagai salah satu aspek pembelajaran berada pada perspektif penilaian performance (Nitko,1996:249). Hal itu berbeda dengan perspektif penilaian tradisonal (permana,1996:1)penilaian tradisional secara  konvensional menggunakan tes tertulis ‘paper-pencil-test’ dan menekankan pada pengetahuan atau keterampilan tertentu yang dapat di ukur secara objektif. Karena itu bentuknya sering berupa tes objektif seperti pilihan ganda, hubungan sebab akibat, dsb. Tes semacam itu merujuk pada tes yang kriteria jawabannya sudah di tetapkan sehingga mudah diadministrasikan. Penilaina berupa test di anggap tidak relevan dengan perspektif pembelajaran literasi yang bersifat konstruktif dan interaktif.Kritik Tyler dan White terhadap test:
1)   Tes tidak mencerminkan rentangan latar belakang budayasiswa secara penuh, dengan demikian membawa kesimpulan yang tidak fair untuk para siswa minoritas (2) tes-tes standar sekarang ini hanya terbatas pada nilai untuk kebutuhan guru, sekolah, dan system pertanggung jawaban sekolahatas kualitas pendidikan (3) penggunaan tes membatasi efek pembelajaran; dan (4) tes terlalu sempit jangkauannya untuk menghasilkan penilaian yang fair dalam pendekatan pembelajaran baru (dalam Farr dan Carey,1986:11).
Penilaian performance, kadang-kadang disebut penilaian autentik (authentic assessment) atau penilaian alternatif (alternative assessment), adalah penilaian yang suatu cara untuk mendapatkan informasi sejauh mana seseorang sudah belajar. Tidak seperti penilaian tradisional, penilaian performance,adalah penilaian yang menyediakan kesempatan kepada siswabuntuk mengukur, memproduksi, dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
2.   Konsep portofolio dan portofolio literasi
Konsep portofolio dalam pegajaran literasi memiliki istilah yang bervariasi. Selain disebut penilaian portofolio itu sendiri, ada juga yang menyebutnya portofolio literasi”literacy portofolio”(Cooper, 1993:556-560). Tetapi subtansinya sama, yakni koleksi pekerjaan, catatan-catatan perkembangan,dan prestasi siswa yang dikumpulkan setiap waktu untuk maksud tertentu.
3.   Isi portofolio literasi
Isi portofolio bias bervariasi bergantung pada tujuannya (Nitko, 1996:278). Dalam hubungannya dengan  pengajaran literasi, isi, portofolio dipertimbangkan dengan memperhatikan tujuan penilaian sebagai berikut: (1) untuk menentukan kemajuan siswa dan merencanakan pembelajaran selanjutnya;(2) untuk menolong siswa memperoleh kemampuan literasinya ‘ownership’.dan mempertanggung jawabkan belajarnya;(3) untuk menilai program kelas yang terpusat pada literasi.
a. Sampel Pekerjaan
Sampel pekerjaan yang penting dikoleksi dalam portofolio antara lain tulisan-tulisa seperti cerita, laporan, surat,dsb. Sampel pekerjaan yang penting lainnya adalah respons tertulis terhadap literatur yang dibacanya.
b.Daftar bacaan dan Tulisan Mandiri
Aspek penting dalam konsep kelas yang terpusat pada literasi adalah membaca dan menulis mandiri yang dilakukan siswa.informasi tentang itu perlu dimasukkan ke dalam portofolio sehinnga aktivitas siswa di luar kelas bias dimonitor.wujudnya bias berupa daftar bacaan yang berisi data lengkap mengenai buku-buku yang dibaca, seperti judul buku, pengarang, penerbit, jumlah halaman; dan daftar tulisan mandiri baik yang sudah dipublikasikan maupun yang hanya dikoleksi dalam portofolio.
c. Checlist dan Survei
Checklist dan survey yang bias dimasukkan dalam portofolio antara lain checklist perkembangan membaca, menulis, pengetahuan latar-belakang atau schemata (owner ship), dan survey mengenai sikap dan perhatian siswa terhadap membaca dan menulis.
d.                        Self-Assesment
Materi lainnya yang bias di masukkan dalam portofolio adalah self-assesment yang dilakukan siswa. Hal itu penting bagi guru untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa berdasarkan perasaannya. Bagi siswa itu sendiri, itu semacam instropeksi dalam rangka mengukur, memproduksi, dan mengkonstruksi pengetahuannya secara berkelanjutan.


e. Hasil tes formal
Portofolio dalam pembelajaran literasi yang terfokus pada menulis sekurang-kurangnya memiliki 3 peran, yaitu sebagai sarana untuk menilai(1)menilai perkembangan siswa dan merencanakan pembelajaran selanjutnya,(2)menolong siswa memperoleh pengetahuan’ownership’ dan mempertanggungjawabkan prosesnya;dan(3)mengamankan program pembelajaran baik didalam maupun luar kelas. Mengingat perananya seperti itu, maka wajar apabila hasil tes formal dimasukkan ke dalamnya. Hasil tes formal yang berhubungan dengan literasi penting dimasukkan dalam portofolio untuk melengkapi koleksi kepemilikan literasi siswa.
4.   Penggunaan Portofolio Literasi
Portofolio literasi dapat digunakan sebagai bahan ‘conterpiece’ untuk diskusi ‘conferences’guru dengan siswa, orang tua murid, dan para administrator sekolah. Diskusi dengan siswa bias dilakukan secara periodik untuk meninjau kemajuan,kekuatan,dan kelemahan siswa;menata tujuan dan merencanakan aktifitas belajar selanjutnya; mengavaluasi isi portofolio apa yang perlu d tambah dan dikurangi. Sebagai bahan untuk diskusi dengan orang tua murid, portofolio literasi merupakan cara yang efektif untuk menunjukkan kemajuan anaknya dalam belajar (Lapp,1989).sebagai bahan diskusi dengan dengan para admistrator (kepala sekolah, pengawas dan konsultan), portofolio literasi merupakan cara efektif pengelola sekolah menunjang program literasi.

2 komentar: