PENDIDIKAN NILAI DAN KARAKTER
DALAM MULTIKULTURALISME DI
INDONESIA
A.
Tujuan dan Kegiatan Pembelajaran
Model multikulturalisme merupakan sebuah
ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik
secara individual maupun kebudayaan. Dengan mempelajari materi-materi didalam
buku karangan ibu Ruminiati yang berjudul “Akulturasi Budaya Asli Indonesia
Suatu Kajian Multikulturalisme Berbasis Riset” kita dapat memahami dan dapat
menjelaskan mengenai:
1. Hakikat
multikulturalisme
2. Pendidikan
nilai dan karakter sebagai budaya dalam pendidikan
3. Pentingnya
pendidikan nilai dan karakter bagi mahasiswa PGSD
4. Upaya
memahami pendidikan nilai dan karakter
5. Budaya
lokal sebagai akar budaya nasional
6. Monokulturalis
7. Pengaruh
budaya terhadap pendidikan nilai dan budi pekerti
B.
Kegiatan Pembelajaran
1. Hakikat
Multikulturalisme di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Multikulturalisme
merupakan upaya mengakomodasi berbagai perbedaan identitas, etnisitas,
religius, bahasa, gender, maupun ras. Multikulturalisme merupakan paham yang
menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan.
Pendidikan
multikultural menghadapkan siswa terhadap konsep-konsep yang berbeda tentang
hidup yang sukses, sistem keyakinan, mengajak siswa masuk ke dalam semangat
budaya lain, melihat dunia dengan cara yang dilakukan orang lain dan menghargai
segala kekuatan dan keterbatasannya. Pendidikan multikultural juga mengelola
kemampuan yang lebih halus melalui moral dan budi pekerti, kerelaan untuk melihat
diri sendiri dari sudut pandang orang lain, dan kerelaan untuk mendengarkan
orang lain dengan simpati dan sensitif. Pendidikan
tidak hanya menyangkut persoalan sosialitas, tetapi juga humanitas.
Menurut
Ruminiati dan Zainuddin (2009), terdapat beberapa hal yang dibidik dalam
pendidikan multikultural, yaitu:
a. Pendidikan
multikultural menolak pandangan yang menyamakan pendidikan (education) dengan persekolahan (schooling) atau pendidikan multikultural
dengan program-program sekolah formal.
b. Pendidikan
multikultural juga menolak padangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok
etnik. Hal ini disebabkan seringnya para pendidik, secara tradisional,
mengasosiasikan kebudayaan hanya dengan kelompok-kelompok sesial yang relatif self sufficient.
Menurut
Parekh (2008) terdapat bidang yang dianggap paling relevan bagi prinsip-prinsip
pendidikan multikultural adalah kurikulum. Berkaitan dengan kurikulum ini
setidaknya terdapat dua syarat, yaitu
a. Pendidikan
multikultural terintegrasi dalam berbagai bidang studi terkait.
b. Metode
pengajaran
2. Pendidikan
Nilai dan Karakter
Pendidikan
nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang.
Mardiatmadja: arsip didukung Zainuddin (2009), mendefinisikan pendidikan nilai
sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai
serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya. Selain itu
juga menyebutkan bahwa pendidikan nilai sebagai bantuan untuk mengembangkan dan
mengartikulasikan kemampuan pertimbangan nilai atau keputusan moral yang dapat
menjelaskan kerangka tindakan manusia.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa pendidikan nialin dan karakter adalah pengajaran dan
pembimbingan terhadap peserta didik agar mengetahui dan menyadari nilai
kebenaran, kebaikan, dan keindahan melalui proses pembelajaran yang tepat dan
pembiasaan yang konsisten.
3. Pentingnya
Pendidikan Nilai dan Karakter bagi Mahasiswa PGSD dan PG PAUD
Nilai
pancasila sebagai pandangan hidup bangsa maupun sebagai dasar Negara Indonesia,
sangat urgen untuk dipahami dan diamalkan oleh seluruh lapisan masyarakat
Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam butir-butir pancasila dan UUD 1945
sangat tinggi manfaatnya untuk pendidikan karakter bangsa. Bhineka tunggal ika
merupakan sarana yang sangat tepat untuk menjaga keutuhan NKRI.
Pendidikan
nilai dimaksudkan untuk membantu peserta didik agar memahami, menyadari, dan
mengalami nilai-nilai serta mampu menempatkannya secara integral dalam
kehidupan. Guru sebagai seorang administrator, infomator, konduktor, dan
sebagainya harus memiliki kelakuan yang dapat diterima di masyarakat. Moral
guru sangat dipentingkan, karena dapat memengaruhi moral peserta didik. Berikut beberapa kebutuhan yang sama dalam penerapan
pendidikan nilai di sekolah. Kebutuhan-kebutuhan tersebut antara lain
a.
Kebutuhan-kebutuhan akan prinsip-prinsip
belajar yang menyertakan nilai ilmiah, moral, dan agama secara harmonis;
b.
Skenario belajar yang digunakan secara
konsisten dalam perilaku belajar;
c.
Petunjuk-petunjuk praktis yang
mempermudah guru dalam menilai taraf pembentukan nilai;
d.
Pelatihan kompetensi guru dalam
pengembangan nilai.
4. Upaya
Memahami Pendidikan Nilai dan Karakter
Teori-teori
pendidikan nilai dan karakter dapat dipahami dan dilaksanakan dalam kehidupan
sehari-hari, khususnya dalam dunia pendidikan. Sosialisasi pendidikan nilai dan
karakter dilakukan dengan mendidik individu pada kebudayaan yang harus dimiliki
dan diikutinya. Sosialisasi dapat juga dikatakan sebagai proses memanusiakan
diri. Interaksi anak dengan lingkungan budayanya akan membantunya menemukan
jati diri sehingga ia dapat menempatkan diri dalam struktur sosial atau
menyesuakan sikapnya sesuai dengan harapan masyarakatnya. Pendidikan nilai dan
karakter berbeda dengan pendidikan nilai an budi pekerti. Jika pendidikan nilai
dan karakter memusatkan pada moral bangsa secara umum, maka pendidikan nilai
dan budi pekerti memusatkan pada moral dalam agama.
5. Pengaruh
Budaya Terhadap Pendidikan Nilai Budi Pekerti dan Karakter Bangsa
Menipisnya
nilai-nilai dan budi pekerti menyebabkan banyaknya perilaku menyimpang yang
pada akhirnya mampu mengubah kebudayaan masyarakat. Perlu kerjasama anatar
lembaga pendidikan, keluarga dan masyarakat untuk mamu memulihkan seperti
semula. Pendidikan merupakan tempat untuk memperoleh pengetahuan dan
pengalaman. Namun pada hakikatnya manusia belajar dari alam dan budaya yang
diciptakan masyarakat. Budaya berasal dari bahasa Sansekerta ‘Budhaya’ yang mencakup
cipta, rasa dan karsa. Jadi kebudayaan merupakan suatu sistem gagasan yang
menjadi pedoman dan pengaruh manusia dalam berskap dan berperilaku baik secara
individu maupun kelompok.
Budi
pekerti merupakan nilai moralitas manusia yang disadari da dilakukan dalam
tindakan nyata. Budi pekerti tersebut menjadi landasan perilakunya yang tampak
sebagai kepribadian orang tersebut. Pendidikan budi pekerti sangat diperlukan
karena pendidikan budi pekerti mengarahkan kepada nilai-nilai positif yang
berlaku di dalam masyarakat. Dalam pendidikan budi pekerti bentuk nilai dibagi
menjadi tiga, yakni sikap terhadap Tuhan, sesama, dan diri sendiri.
6. Budaya
Lokal sebagai Akar Budaya Nasional
Di
dalam bahasa terdapat filsafat hidup, pandangan hidup, etika, dan kearifan
lokal masyarakat pemiliknya. Keanekaragam kebudayaan di Indonesia
memperlihatkan prinsip kesamaan saling kesesuaian satu sama lain. Prinsip
tersebut menjadi landasan terciptanya kebudayaan nasional tanpa menghilangkan
perbedaan. Selain kebudayaan, bahasa nasional menunjukkan identitas bangsa
Indonesia. Kebudayaan lokal harus memiliki ciri khas tanpa ada persamaan dengan
kebudayaan lainnya di dunia. Selain bahasa dan kesenian, teknologi, organisasi
sosial dan upacara adat juga menjadi ciri khas bangsa. Apabila budaya-budaya
tersebut tidak dikelola dengan tepat, maka pluralitasnya akan mengancam
persatuan bangsa.
7. Monokulturalisme
di Indonesia
Pada
orde baru, pendidikan menekankan pada budaya nasional untuk menumbuhkan
perasaan identitas yang kuat sehingga tercipta bangsa yang merekat. Berbeda
dengan orde baru, saat reformasi lebih mengutamakan nilai-nilai lokal atau
etnisitas. Namun keduanya memiliki tujuan yang sam, yakni mempertahankan
kaomunitas, baik komunitas bangsa maupun etnis.
Pendidikan
monokultur menganut eropasentris yang menyebabkan pendidikan monokultural
tersebut memiliki ketebatasan. Keterbatasan tersebut antara lain:
a. Tidak
membangkitkan keingintahuan terhadap kebudayaan yang lain karena mereka tidak
dihadapkan dengan perbedaan kebudayaan tersebut.
b. Kurang
mengembangkan imajinasi karena imajinasi akan berlangsung jika seseorang
ditunjukkan dengan masyarakat dan kebudayaan yang lain.
c. Menghambat
pertumbuhan kemampuan berfikir kritis. Dijelaskan jika anak diarahkan untuk
menolak segala hal yang tidak terdapat dalam kategori mereka yang menyebabkan
anak-anak diajak untuk melihat dunia dari sudut pandang yang sempit.
d. Mengembangkan
arogansi, ketidakpekaan dan rasisme yang menyebabkan siswamerasa terancam dan
tidak tahu harus berbuat apa dengan kebudayaan yang lain.
Dapat dikatakan jika pendidikan
monokultural menutup diri dan resisten terhadap kebudayaan lain yang ada di
sekitarnya. Yang mengakibatkan masyarakat hanya memiliki jalan tunggal untuk
menyelesaikan masalah yang semakin kompleks dan terus berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar