Jumat, 28 September 2012

Pendidikan Nilai dan Karakter dalam Multikulturalisme di Indonesia



PENDIDIKAN NILAI DAN KARAKTER
DALAM MULTIKULTURALISME DI INDONESIA

A. Tujuan dan Kegiatan Pembelajaran
Model multikulturalisme merupakan sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun kebudayaan. Dengan mempelajari materi-materi didalam buku karangan ibu Ruminiati yang berjudul “Akulturasi Budaya Asli Indonesia Suatu Kajian Multikulturalisme Berbasis Riset” kita dapat memahami dan dapat menjelaskan mengenai:
1.    Hakikat multikulturalisme
2.    Pendidikan nilai dan karakter sebagai budaya dalam pendidikan
3.    Pentingnya pendidikan nilai dan karakter bagi mahasiswa PGSD
4.    Upaya memahami pendidikan nilai dan karakter
5.    Budaya lokal sebagai akar budaya nasional
6.    Monokulturalis
7.    Pengaruh budaya terhadap pendidikan nilai dan budi pekerti
B. Kegiatan Pembelajaran
1.    Hakikat Multikulturalisme di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Multikulturalisme merupakan upaya mengakomodasi berbagai perbedaan identitas, etnisitas, religius, bahasa, gender, maupun ras. Multikulturalisme merupakan paham yang menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan.
Pendidikan multikultural menghadapkan siswa terhadap konsep-konsep yang berbeda tentang hidup yang sukses, sistem keyakinan, mengajak siswa masuk ke dalam semangat budaya lain, melihat dunia dengan cara yang dilakukan orang lain dan menghargai segala kekuatan dan keterbatasannya. Pendidikan multikultural juga mengelola kemampuan yang lebih halus melalui moral dan budi pekerti, kerelaan untuk melihat diri sendiri dari sudut pandang orang lain, dan kerelaan untuk mendengarkan orang lain dengan simpati dan sensitif. Pendidikan tidak hanya menyangkut persoalan sosialitas, tetapi juga humanitas.
Menurut Ruminiati dan Zainuddin (2009), terdapat beberapa hal yang dibidik dalam pendidikan multikultural, yaitu:
a.    Pendidikan multikultural menolak pandangan yang menyamakan pendidikan (education) dengan persekolahan (schooling) atau pendidikan multikultural dengan program-program sekolah formal.
b.    Pendidikan multikultural juga menolak padangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik. Hal ini disebabkan seringnya para pendidik, secara tradisional, mengasosiasikan kebudayaan hanya dengan kelompok-kelompok sesial yang relatif self sufficient.
Menurut Parekh (2008) terdapat bidang yang dianggap paling relevan bagi prinsip-prinsip pendidikan multikultural adalah kurikulum. Berkaitan dengan kurikulum ini setidaknya terdapat dua syarat, yaitu
a.    Pendidikan multikultural terintegrasi dalam berbagai bidang studi terkait.
b.    Metode pengajaran
2.    Pendidikan Nilai dan Karakter
Pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang. Mardiatmadja: arsip didukung Zainuddin (2009), mendefinisikan pendidikan nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya. Selain itu juga menyebutkan bahwa pendidikan nilai sebagai bantuan untuk mengembangkan dan mengartikulasikan kemampuan pertimbangan nilai atau keputusan moral yang dapat menjelaskan kerangka tindakan manusia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan nialin dan karakter adalah pengajaran dan pembimbingan terhadap peserta didik agar mengetahui dan menyadari nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan melalui proses pembelajaran yang tepat dan pembiasaan yang konsisten.
3.    Pentingnya Pendidikan Nilai dan Karakter bagi Mahasiswa PGSD dan PG PAUD
Nilai pancasila sebagai pandangan hidup bangsa maupun sebagai dasar Negara Indonesia, sangat urgen untuk dipahami dan diamalkan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam butir-butir pancasila dan UUD 1945 sangat tinggi manfaatnya untuk pendidikan karakter bangsa. Bhineka tunggal ika merupakan sarana yang sangat tepat untuk menjaga keutuhan NKRI.
Pendidikan nilai dimaksudkan untuk membantu peserta didik agar memahami, menyadari, dan mengalami nilai-nilai serta mampu menempatkannya secara integral dalam kehidupan. Guru sebagai seorang administrator, infomator, konduktor, dan sebagainya harus memiliki kelakuan yang dapat diterima di masyarakat. Moral guru sangat dipentingkan, karena dapat memengaruhi moral peserta didik. Berikut beberapa kebutuhan yang sama dalam penerapan pendidikan nilai di sekolah. Kebutuhan-kebutuhan tersebut antara lain
a.    Kebutuhan-kebutuhan akan prinsip-prinsip belajar yang menyertakan nilai ilmiah, moral, dan agama secara harmonis;
b.    Skenario belajar yang digunakan secara konsisten dalam perilaku belajar;
c.    Petunjuk-petunjuk praktis yang mempermudah guru dalam menilai taraf pembentukan nilai;
d.   Pelatihan kompetensi guru dalam pengembangan nilai.
4.   Upaya Memahami Pendidikan Nilai dan Karakter
Teori-teori pendidikan nilai dan karakter dapat dipahami dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam dunia pendidikan. Sosialisasi pendidikan nilai dan karakter dilakukan dengan mendidik individu pada kebudayaan yang harus dimiliki dan diikutinya. Sosialisasi dapat juga dikatakan sebagai proses memanusiakan diri. Interaksi anak dengan lingkungan budayanya akan membantunya menemukan jati diri sehingga ia dapat menempatkan diri dalam struktur sosial atau menyesuakan sikapnya sesuai dengan harapan masyarakatnya. Pendidikan nilai dan karakter berbeda dengan pendidikan nilai an budi pekerti. Jika pendidikan nilai dan karakter memusatkan pada moral bangsa secara umum, maka pendidikan nilai dan budi pekerti memusatkan pada moral dalam agama.
5.   Pengaruh Budaya Terhadap Pendidikan Nilai Budi Pekerti dan Karakter Bangsa
Menipisnya nilai-nilai dan budi pekerti menyebabkan banyaknya perilaku menyimpang yang pada akhirnya mampu mengubah kebudayaan masyarakat. Perlu kerjasama anatar lembaga pendidikan, keluarga dan masyarakat untuk mamu memulihkan seperti semula. Pendidikan merupakan tempat untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman. Namun pada hakikatnya manusia belajar dari alam dan budaya yang diciptakan masyarakat. Budaya berasal dari bahasa Sansekerta ‘Budhaya’ yang mencakup cipta, rasa dan karsa. Jadi kebudayaan merupakan suatu sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengaruh manusia dalam berskap dan berperilaku baik secara individu maupun kelompok.
Budi pekerti merupakan nilai moralitas manusia yang disadari da dilakukan dalam tindakan nyata. Budi pekerti tersebut menjadi landasan perilakunya yang tampak sebagai kepribadian orang tersebut. Pendidikan budi pekerti sangat diperlukan karena pendidikan budi pekerti mengarahkan kepada nilai-nilai positif yang berlaku di dalam masyarakat. Dalam pendidikan budi pekerti bentuk nilai dibagi menjadi tiga, yakni sikap terhadap Tuhan, sesama, dan diri sendiri.
6.   Budaya Lokal sebagai Akar Budaya Nasional
Di dalam bahasa terdapat filsafat hidup, pandangan hidup, etika, dan kearifan lokal masyarakat pemiliknya. Keanekaragam kebudayaan di Indonesia memperlihatkan prinsip kesamaan saling kesesuaian satu sama lain. Prinsip tersebut menjadi landasan terciptanya kebudayaan nasional tanpa menghilangkan perbedaan. Selain kebudayaan, bahasa nasional menunjukkan identitas bangsa Indonesia. Kebudayaan lokal harus memiliki ciri khas tanpa ada persamaan dengan kebudayaan lainnya di dunia. Selain bahasa dan kesenian, teknologi, organisasi sosial dan upacara adat juga menjadi ciri khas bangsa. Apabila budaya-budaya tersebut tidak dikelola dengan tepat, maka pluralitasnya akan mengancam persatuan bangsa.
7.   Monokulturalisme di Indonesia
Pada orde baru, pendidikan menekankan pada budaya nasional untuk menumbuhkan perasaan identitas yang kuat sehingga tercipta bangsa yang merekat. Berbeda dengan orde baru, saat reformasi lebih mengutamakan nilai-nilai lokal atau etnisitas. Namun keduanya memiliki tujuan yang sam, yakni mempertahankan kaomunitas, baik komunitas bangsa maupun etnis.
Pendidikan monokultur menganut eropasentris yang menyebabkan pendidikan monokultural tersebut memiliki ketebatasan. Keterbatasan tersebut antara lain:
a.    Tidak membangkitkan keingintahuan terhadap kebudayaan yang lain karena mereka tidak dihadapkan dengan perbedaan kebudayaan tersebut.
b.   Kurang mengembangkan imajinasi karena imajinasi akan berlangsung jika seseorang ditunjukkan dengan masyarakat dan kebudayaan yang lain.
c.    Menghambat pertumbuhan kemampuan berfikir kritis. Dijelaskan jika anak diarahkan untuk menolak segala hal yang tidak terdapat dalam kategori mereka yang menyebabkan anak-anak diajak untuk melihat dunia dari sudut pandang yang sempit.
d.   Mengembangkan arogansi, ketidakpekaan dan rasisme yang menyebabkan siswamerasa terancam dan tidak tahu harus berbuat apa dengan kebudayaan yang lain.
Dapat dikatakan jika pendidikan monokultural menutup diri dan resisten terhadap kebudayaan lain yang ada di sekitarnya. Yang mengakibatkan masyarakat hanya memiliki jalan tunggal untuk menyelesaikan masalah yang semakin kompleks dan terus berkembang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar