Senin, 17 Desember 2012

Anak Berkebutuhan Khusus


1.       
a.   Mengapa anak Juling (strabismus) tidak disebut ABK?
Anak juling dapat dikatakan sebagai ABK namun juga dapat dikatakan bukan ABK.
·      Anak juling dikatakan sebagai ABK jika anak tersebut mengalami gangguan dalam belajarnya sehingga membutuhkan pelayanan khusus yang sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya saja jika anak tersebut mengalami juling pada kedua matanya yang menyulitkannya susah untuk melihat.
·      Anak juling dikatakan bukan ABK jika anak tersebut tidak mengalami ganguan ketika menerima pembelajaran dengan keadaan yang ia derita sehingga ia tidak membutuhkan pelayanan khusus.
b.   Mengapa ABK tidak disebut sebagai anak yang sedang sakit?
Sakit merupakan suatu keadaan tubuh yang menmbulkan ketidak nyamanan akan tetapi masih dapat disembuhkan dengan bantuan obat dan terapi. Orang yang sakit belum tentu mengalami kesulitan belajar yang menjadikannya membutuhkan bantuan pelayanan. ABK hanyalah anak yang membutuhkan pelayanan khusus karena kesulitannya dalm belajar.
c.    Samakah anak cacat dengan ALB?
Tidak sama. Ditinjau dari KBBI, cacat berarti kekurangan yg menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna (yg terdapat pd badan, benda, batin, atau akhlak). Pengertian cacat pada KBBI menunjukkan bahwa anak-anak yang tergolong ke dalam kelompok ini ialah anak-anak yang memiliki kekurangan. sementara itu, anak luar biasa diartikan sebagai peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Jadi anak-anak supernormal yang semula pada istilah anak cacat tidak digolongkan sebagai anak cacat sedangkan untuk penggunaan istilh ALB anak supernormal memiliki bakat istimewa yang menjadikannya sebagai anak yang membutuhkan layanan khusus.
d.   Mengapa pendidikan ABK begitu kuat memerlukan banyak modifikasi?
Karena ABK memiliki banyak jenis yang setiap jenis tersebut membutuhkan layanan khusus tersendiri sesuai dengan kebutuhan mereka. Pendidikan untuk ABK banyak macamnya yang disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan siswa. Kemampuan dan kecakapan hidup yang diajarkan semakin berkembang. Kebutuhan akan pelayanan untuk pengejaran pengembangan kecakapan hidup juga semakin berkembang sehingga membutuhkan banyak modifikasi agar kemampuan yang mereka miliki sesuai dengan orang  normal.


2.       
a.   Jelaskan proses penanganan awal ABK yang dilakukan guru SD!
Hal mutlak pertama kali yang harus dilakukan guru SD inklusi yakni guru harus mengenali siapa saja peserta didiknya yang tergolong kepada ABK. Guru juga harus mampu membedakan masing-masing kebutuhan yang dimilikinya. Setelah itu, dalam kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan ialah:
1)   Merencanakan Kegiatan Belajar-Mengajar.
a)   Merencanakan Pengelolaan Kelas.
b)   Merencanakan Pengorganisasian Bahan.
c)   Merencanakan Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar.
d)  Merencanakan Penggunaan Sumber Belajar.
e)   Merencanakan Penilaian.
2)   Melaksanakan Kegiatan Belajar-Mengajar.
a)   Berkomunikasi Dengan Siswa.
b)   Mengimplementasikan metode, sumber belajar dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan.
3)   Mendorong Siswa untuk Terlibat Secara Aktif.
4)   Mendemonstrasikan Penguasaan Materi.
5)   Mengelola Waktu, Ruang, Bahan dan Perlengkapan Pengajaran.
6)   Melakukan Evaluasi.
7)   Membina Hubungan Antar Pribadi.
a)   Bersikap Terbuka, Toleran dan Simpati terhadap Siswa.
b)   Menampilkan Kegairahan Kesungguhan.
c)   Mengelola Interaksi Antar Pribadi.
b.   Kemukakan layanan khusus yang diberikan guru SD kepada anak tunanetra.
1)   Kebutuhan pembelajaran:
Karena keterbatasan anak tunanetra, maka pembelajaran bagi anak tunanetra harus mengacu kepada prinsip-prinsip:
a)   Kebutuhan akan pengalaman konkrit/kebutuhan akan pengalaman
b)   Memadukan kebutuhan akan berbuat dan bekerja dalam belajar.
2)   Media Pendidikan anak tunanetra
Media bagi anak tunanetra dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a)   Kelompok buta yang media pembelajarannya adalah tulisan Braille.
b)   Kelompok low vision dengan medianya adalah tulisan awas yang dimodifikasi (misalnya huruf diperbesar, penggunaan alat pembesar tulisan).
3)   Kurikulum:
a)   Program Umum
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Kerajian Tangan dan Kesenian, pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
b)   Program Khusus
Orientasi dan Mobilitas, dan Braille
c)   Program Muatan Lokal antara lain
Bahasa Daerah, bahasa Inggris, Kesenian Daerah atau lainnya yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Daerah setempat.
d)  Susunan Program Pengajaran
Kegiatan belajar sekurang-kurangnya 30 sampai 42 jam pelajaran tiap minggu. Untuk kelas I dan II setiap jam pelajaran lamanya 30 menit, kelas III sampai dengan VI setiap jam pelajaran lamanya 40 menit.
e)   Lama Pendidikan
Berlangsung selama sekurang-kurangnya 6 tahun.
f)    Usia
Sekurang-kurangnya berusia 6 tahun
g)   Rasio guru dan murid
1 guru mengajar maksimal 12 siswa.
h)   Sistem guru
Guru kelas, kecuali untuk mata pelajaran Orientasi dan Mobilitas, pendidikan Agama, pendidikan jasmani dan Kesehatan.

c.    Kemukakan sistem pendidikan yang diberikan guru SD kepada anak tunarungu.
1)   Kebutuhan pembelajaran anak tunarungu adalah:
a)   Dalam berbicara jangan membelakangi anak.
b)   Jangan bergerak di sekitar ruangan ketika sedang bicara di kelas.
c)   Anak hendaknya duduk dan berada ditengah paling depan kelas sehingga mudah membaca bibir guru
d)  Usahakan tangan anda jauh dari wajah ketika sedang bicara.
e)   Dorong anak untuk selalu memperhatikan wajah guru dan bicara dengan anak dengan posisi berhadapan dan bila memungkinkan kepala guru sejajar dengan kepala anak.
f)    Pastikan menghadap kelas ketika sedang menerangkan materi dari papan tulis.
g)   Guru bicara dengan volume biasa tetapi gerakan bibirnya harus jelas.
2)   Metode Komunikasi
Dala pembelajaran, guru perlu memperhatikan komunikasi dalam upaya penyampaian informasi yang tepat. Penggunaan bahasa juga memperhatiakn kondisi kelainan yang dialami oleh siswa.
Metode Manual memiliki dua komponen dasar, yaitu  bahasa isyarat (sign language) dan ejaan jari tangan (finger spelling). Bahasa isyarat digunakan untuk menjelaskan kata dan konsep. Bahasa isyarat yang standar dan dipakai di seluruh dunia adalah ASL (American Sign Language). Sedangkan ejaan jari tangan (finger spelling) dalam implementasinya  berupa alphabet secara manual. Posisi-posisi jari tangan menunjukkan  alphabet huruf-huruf latin dari a sampai z. Finger spelling biasanya digunakan sebagai pelengkap bahasa isyarat jika tidak ada bahasa isyarat untuk satu atau beberapa kata.
Metode oral, menekankan pada pembimbingan ucapan dan membaca ucapan (speechreading). Metode oral difokuskan pada pemanfaatan pendengaran yang masih tersisa  melalui pertolongan alat bantu dengar  dan pelatihan khusus untuk meningkatkan sensitivitas terhadap suara dan membedakan berbagai suara.
Metode komunikasi total  dalam implementasinya  memuat spectrum model berbahasa yang lengkap,  yaitu: membedakan gerakan/mimik  tubuh anak, bahasa isyarat yang formal, belajar berbicara, membaca ucapan, isyarat jari tangan, serta belajar membaca dan menulis (Denton, 1970:3).  Dengan komunikasi total,  anak tunarungu memiliki kesempatan untuk mengembangkan setiap sisa pendengarannya dengan alat bantu dengar dan/atau sistem terpercaya untuk memperbesar kemampuan mendengarnya.

d.   Kemukakan model pembelajaran bagi anak autis!
1)   Pendekatan pembelajaran bagi penderita autistik adalah sebagai berikut:
a)   Program Intervensi Dini:
(1)   Discrete Trial Training dari Lovaas (DTT)
(2)   Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Program for preschooler and parents)
(3)   Floor Time:
(4)   TEACCH (Treatment and Education of Autistik and Related Comonication Handicapped Children)
b)   Program terapi penunjang
Pendidikan tersebut berupa terapi-terapi khusus yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak antara lain terapi wicara,terapi okupasi, terapi bermain, terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy), terapi melalui makan (diet therapy), sensory integration therapy, auditory integration, biomedical treatment/therapy, hydro therapy dan terapi musik
2)   Layanan Pendidikan Lanjutan
Pada anak autistik yang telah diterapi dengan baik dan memperlihatkan keberhasilan tersebut dapat dikatakan “sembuh” dari gejala autistiknya. Ini terlihat anak dapat mengendalikan perilakunya sehingga tampak berperilaku normal. Pada saat ini anak sebaiknya mulai diperkenalkan untuk masuk kedalam kelompok anak-anak normal. Lyanan pendidikan lanjutan meliputi Kelas Terpadu sebagai kelas transisi, Program inklusi (mainstreaming), Sekolah Khusus, Program sekolah dirumah (Homeschooling Program)
3)   Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar merupakan interaksi antara siswa (anak autistik) yang belajar dan guru pembimbing yang mengajar. Dalam upaya membelajarkan anak autistik tidak mudah. Guru pembimbing sebagai model untuk anak autistik harus memiliki kepekaan, ketelatenan, kreatif dan konsisten di dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena anak autistik pada umumnya mengalami kesulitan untuk memahami dan mengerti orang lain. Maka guru pembimbing diharuskan untuk mampu memahami dan mengerti anak autistik.
4)   Kurikulum
Dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik tentunya harus berdasarkan pada kurikulum pendidikan yang berorientasi pada kemampuan dan ketidak mampuan anak dengan memperhatikan deferensiasi masing-masing individu.
5)   Pendekatan dan Metode
Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik menggunakan Pendekatan dan program individual. Sedangkan metode yang digunakan adalah merupakan perpaduan dari metode yang ada, dimana penerapannya disesuaikan kondisi dan kemampuan anak serta materi dari pengajaran yang diberikan kepada anak.


3.       
a.   Kemukakan kelebihan sekolah khusus/segregasi.
Sistem layanan pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari sistem pendidikan anak normal. Pendidikan anak berkebutuhan khusus melalui sistem segregasi maksudnya adalah penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus, dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal. Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus diberikan layanan pendidikan pada lembaga pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan khusus, seperti Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, Sekolah Menangah Atas Luar Biasa. Sekolah inklusi maupun segregasi memiliki kelebihan dan kekuranngan. Berikut ini merupakan kelebihan yang dimiliki oleh sekolah segregasi.
1)    Anak tidak merasa rendah .diri
2)   Anak tidak merasa minder.
3)   Dapat menimbulkan semangat untuk menghadapi hidup.
4)   Anak lebih mudah beradaptasi dengan sesame tuna.
5)   Anak cenderung termotivasi dan memiliki daya saing yang tinggi dengan sesame teman.
6)   Mudah bersosialisasi engan teman tanpa dibayangi rasa minder dan percaya diri.

b.   Kemukakan strategi pengelolaan pendidikan model segregasi yang efektif.
1)   Kurikulum
a)   Kurikulum untuk peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, menggunakan sebutan kurikulum SDLBA, B, D, E; S (A = Tunanetra, B = Tunarungu, D = Tunadaksa ringan, E = Tunalaras).
b)   Kurikulum untuk peserta didik berkelainan yang disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, menggunakan sebutan Kurikulum SDLBC, C1, D1, G; (C = Tunagrahita ringan, C1 = Tunagrahita sedang, dan D1 = Tunadaksa sedang, G = Tunaganda).
c)   Kurikulum satuan pendidikan SDLB A, B, D, E, relative sama dengan kurikulum SD umum.
d)  Kurikulum satuan pendidikan SDLB, SMPLB, SMALB C, C1, D1, dan G, dirancang sangat sederhana sesuai dengan batas-batas kemampuan peserta didik dan sifatnya lebih individual.
e)   Pembelajaran untuk satuan pendidikan SDLB,SMPLB, dan SMALB C, C1, D1, dan G, menggunakan pendekatan tematik.
f)    Standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) mata pelajaran umum SDLB, SMPLB, SMALB A, B, D, dan E mengacu kepada SK dan KD sekolah umum yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan khusus paserta didik, dikembangkan oleh BNSP, sedangkan SK dan KD untuk mata pelajaran program khusus, dan keterampilan dikembangkan oleh satuan pendidikan khusus dengan memperhatikan jenjang dan jenis satuan pendidikan.
g)   Pengembangan SK dan KD untuk semua mata pelajaran pada SDLB,SMPLB, dan SMALB C, C1, D1, G diserahkan kepada satuan pendidikan khusus yang bersangkutan dengan mempertimbangkan tingkat dan jenis satuan pendidikan.
h)   Struktur kurikulum pada satuan pendidikan khusus SDLB dan SMPLB mengacu pada struktur kurikulum SD dan SMP dengan penambahan program khusus sesuai jenis kelainan, dengan alokasi waktu 2 jam per minggu. Untuk jenjang SMALB, program khusus bersifat kasuistik sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik tertentu dan tidak dihitung sebagai beban belajar.
2)   Program khusus sesuai jenis kelainan peserta didik meliputi sebagai berikut;
Orientasi dan Mobilitas untuk peserta didik Tunanetra (b) Bina Komunikasi, Persepsi Bunyi dan Irama untuk peserta didik Tunarungu (c) Bina Diri untuk peserta didik Tunagrahita Ringan dan Sedang (d) Bina Gerak untuk peserta didik Tunadaksa Ringan (e) Bina Pribadi dan Sosial untuk peserta didik tunalaras (f) Bina Diri dan Bina Gerak untuk peserta didik Tunadaksa Sedang dan Tunaganda. Adapun begiatan pembelajaran dapat dilakukan secara indinidual, kelompok, dan klasikal. Sistem pengajarannya mengarah pada individualisasi pengajaran (individualized instruction). Sebelum individualisasi pengajaran dilaksanakan, terlebih dahulu dibuat rencana pengajaran yang diindividualisasikan (Individualized Education Plan). Rencana pengajaran yang diindividualisasikan harus memuat tujuan pembelajaran baik tujuan jangka pendek maupun jangka panjang. Selain berisi tujuan, rencana program harus memuat prosedur dan layanan khusus yang disediakan bagi anak, disamping evaluasi keberhasilan program.
Sebelum IEP dibuat, terlebih dahulu dilakukan assessmen yang lengkap berkaitan dengan pendidikan. Assessmen berkaitan dengan tingkat kemampuan kognitif (IQ), emosi, dan adaptasi social bagi semua anak. Disamping hal tersebut assessmen terhadap hal lain masih diperlukan, sesuai dengan hambatan anak. Sebagai contoh, assessmen untuk anak tunadaksa dilakukan untuk melihat kemampuan fisik dan motoriknya. Untuk anak tunanetra, selain hal yang umum juga yang khusus berkaitan dengan sisa penglihatannya. Begitu juga anak tunarungu, hal yang ingin diketahui berkaitan dengan kemampuan mendengarnya. Hal yang sama juga dilakukan pada mereka dengan kelainan yang lain. IEP merupakan rencana pembelajaran yang diindividualkan , dibuat oleh team multi disiplin, dengan assessmen sebelumnya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak. Berkaitan dengan lingkungan belajar, walaupun layanan ini sifatnya segregasi, namun telah menjadi bahan pemikiran bahwa lingkungan yang terbatas harus diminimalisir (least restrictive environment). Hal ini mengandung pengertian bahwa, jika anak mampu menerima program pembelajaran pada kelas biasa secara efektif maka anak harus ditempatkan di kelas biasa.



c.    Kemukakan strategi pengembangan guru SDLB/SLB menjadi lebih kompeten.
1)   Menteri menetapkan kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat.
2)   Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat.
3)   Pemerintah dan pemerintah daerah wajib meningkatkan profesionalisme dan pengabdian guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dengan memberikan tunjangan dan/atau kesejahteraan lainnya.

4.       
a.   Mengapa pendidikan model inklusi di SD reguler dikembangkan pemerintah?
Pada awalnya, model pendidikan inklusif yang dikembangkan ialah model segregasi namun model ini memiliki banyak kekurangan, kurikulum yang dirancang berbeda dengan sekolah normal biasa yang menyebabkan kompetensi siwa tidak dapat berkembang secara optimal dan kerugian lainnya yakni segregasi lebih mahal.
Keberadaan semboyan ‘Bhineka Tunggal Ika’ yang menyatakan walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu. Jadi tidak ada perbedaan suku, ras, agama yang ada hanyalah satu, hidup bersama. Selain itu, sebagai makhluk Tuhan yang selalu menghargai dan menjunjung tinggi rasa kebersamaan haruslah tidak membeda-bedakan manusia. Karena manusia memang pada dasarnya tidak memiliki kesempurnaan.
Secara hukum, berdasarkan undang-undang No. 20 tahun 2003 dan pasal 31 ayat 1 yag pada intinya menyatakan kesetaraan pendidikan untuk semua maka tidak ada alasan lagi untuk membedakan pendidikan yang diterima oleh ABK.
b.   Kemukakan beberapa kebutuhan tenaga yang diperlukan bagi SD inklusi!
1)   Tenaga Guru
Guru yang diperlukan bagi SD inklusi haruslah guru yang berkompeten dalam menangani siswa yang tergolong di dalam ABK. Secara umum, terdapat tiga guru yang seharusnya terdapat di SD inklusi, guru tersebut yaitu guru kelas, guru mata pelajaran dan guru pembimbing khusus.
a)   Guru Kelas
Guru kelas adalah pendidik atau pengajar pada suatu kelas tertentu di sekolah dasar yang sesuai dengan kualifikasi yang dipersyaratkan, bertanggung jawab atas pengelolaan pembelajaran dan administrasi kelasnya.
b)   Guru Mata Pelajaran
Guru yang mengajar mata pelajaran tertentu sesuai kualifikasi yang dipersyaratkan. Disekolah dasar biasanya untuk mata pelajaran Pendidikan Agama serta mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan diajarkan oleh guru mata pelajaran, sedangkan mata pelajaran lain oleh guru kelas.
c)   Guru Pembimbing Khusus
Guru pembimbing khusus adalah guru yang mempunyai latar belakang pendidikan luar biasa atau yang pernah mendapat pelatihan khusus tentang pendidikan luar biasa. Tugas guru pembimbing khusus antara lain:
(1)   Menyusun instrumen assessment pendidikan bersama-sama dengan guru kelas dan guru mata pelajaran.
(2)   Membangun sistem koordinasi antara guru, pihak sekolah dengan orang tua siswa.
(3)   Memberikan bimbingan kepada anak berkelainan, sehingga anak mampu mengatasi  hambatan/kesulitannya dalam belajar.
(4)   Memberi bantuan kepada guru kelas dan guru mata pelajaran agar dapat memberikan pelayanan pendidikan khusus kepada anak luar biasa yang membutuhkan.
2)   Tenaga Ahli
Tenaga ahli dalam pendidikan ABK sangat diperlukan keberadaannya untuk ikut membantu pemecahan permasalahan anak dalam bidang non akademik. Tenaga ahli itu meliputi: Dokter umum, Dokter spesialis, Psikolog, Social worker, maupun tenaga ahli lainnya yang diperlukan.
3)   Tenaga Administrasi
Untuk kelancaran proses belajar-mengajar perlu dukungan tenaga admistrasi sekolah. Sebagai tenaga non akademik keberadaannya sangat diperlukan untuk kelancaran tugas-tugas sekolah secara umum, misalnya keuangan, surat-menyurat, pendataan murid/guru, dan sebagainya.

c.    Kemukakan program/kurikulum bagi ABK melalui pendidikan model inklusi tersebut!
Mutu pendidikan sangat dipengaruhi oleh mutu proses belajar mengajar, sementara itu mutu  proses belajar mengajar sangatlah ditentukan oleh berbagai faktor (komponen) yang saling terkait satu sama lain, yaitu:
1)   Kurikulum (Bahan Ajar)
Kurikulum memiliki kedudukan yang sangat strategis, karena kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Melalui kurikulum, Sumber Daya Manusia dapat diarahkan dan kemajuan suatu bangsa akan ditentukan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik, kebutuhan pembangunan nasional, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kurikulum pendidikan inklusif menggunakan kurikulum sekolah regular (Kurikulum Nasional) yang dimodifikasi (diimprovisasi) sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus dengan mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya. Modifikasi dapat dilakukan dengan cara:
a)   Modifikasi Alokasi Waktu
Modifikasi alokasi waktu disesuaikan dengan mengacu pada kecepatan belajar siswa.
b)   Modifikasi Isi/Materi
Modifikasi isi/materi disesuaikan dengan kemampuan siswa. Jika intelegensi anak di atas normal, materi dapat diperluas atau ditambah materi baru. Jika intelegensi anak relatif normal, materi dapat tetap dipertahankan. Jika intelegensi anak di bawah normal, materi dapat dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitan seperlunya atau bahkan dihilangkan bagian tertentu.
c)   Modifikasi Proses Belajar Mengajar
(1)   Menggunakan pendekatan Student Centered yang menekankan perbedaan individual setiap anak.
(2)   Lebih terbuka (divergent).
(3)   Memberikan kesempatan mobilitas tinggi, karena kemampuan siswa di dalam kelas heterogen.
(4)   Menerapkan pendekatan pembelajaran kompetitif seimbang dengan pendekatan pembelajaran kooperatif.
(5)   Disesuaikan dengan tipe belajar siswa.
d)  Modifikasi Sarana dan Prasarana
(1)   Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki intelegensi di atas normal maka perlu disediakan laboratorium, alat praktikum dan sumber belajar lainnya yang memadai.
(2)   Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki intelegensi relative normal, dapat menggunakan sarana-prasana seperti halnya anak normal.
(3)   Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki intelegensi di bawah normal, maka perlu tambahan sarana dan prasarana khusus yang lebih banyak terutama untuk memvisualkan hal-hal yang abstrak agar menjadi lebih konkrit.
e)   Modifikasi Lingkungan Belajar
(1)   Diupayakan lingkungan yang kondusif untuk belajar
(2)   Ada sudut baca (perpustakaan kelas)
f)    Modifikasi Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas hendaknya fleksibel, yang memungkinkan mudah dilaksanakannya pembelajaran kompetitif (individual), pembelajaran kooperatif (kelompok/berpasangan) dan pembelajaran klasikal.
d.   Bagaimana manajemen pendidikan SD inklusi yang efektif?
Agar pendidikan SD inklusif berhasil, maka harus memperhatikan:
1)   Kurikulum (Bahan Ajar)
Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik, kebutuhan pembangunan nasional, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kurikulum pendidikan inklusif menggunakan kurikulum sekolah regular (Kurikulum Nasional) yang dimodifikasi (diimprovisasi) sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus dengan mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya. Modifikasi dapat dilakukan dengan cara:
a)   Modifikasi Alokasi Waktu yang mengacu pada kecepatan belajar siswa.
b)   Modifikasi Isi/Materi yang disesuaikan dengan kemampuan siswa.
c)   Modifikasi Proses Belajar Mengajar yang dapat dilakukan dengan:
(1)   Menggunakan pendekatan Student Centered yang menekankan perbedaan individual setiap anak.
(2)   Lebih terbuka (divergent).
(3)   Memberikan kesempatan mobilitas tinggi, karena kemampuan siswa di dalam kelas heterogen.
(4)   Menerapkan pendekatan pembelajaran kompetitif seimbang dengan pendekatan pembelajaran kooperatif.
(5)   Disesuaikan dengan tipe belajar siswa.
d)  Modifikasi Sarana dan Prasarana
(1)   Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki intelegensi di atas normal maka perlu disediakan laboratorium, alat praktikum dan sumber belajar lainnya yang memadai.
(2)   Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki intelegensi relative normal, dapat menggunakan sarana-prasana seperti halnya anak normal.
(3)   Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki intelegensi di bawah normal, maka perlu tambahan sarana dan prasarana khusus yang lebih banyak terutama untuk memvisualkan hal-hal yang abstrak agar menjadi lebih konkrit.
e)   Modifikasi Lingkungan Belajar
(1)   Diupayakan lingkungan yang kondusif untuk belajar
(2)   Ada sudut baca (perpustakaan kelas)
f)    Modifikasi Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas hendaknya fleksibel, yang memungkinkan mudah dilaksanakannya pembelajaran kompetitif (individual), pembelajaran kooperatif (kelompok/berpasangan) dan pembelajaran klasikal.
2)   Tenaga kependidikan
a)   Tenaga Guru
Tenaga guru yang ada haruslah sesuai dengan kebutuhan siswa. Tenaga guru tersebut antara lain guru kelas, guru mata pelajaran dan guru pembimbing khusus. Tenaga guru tersebut harus mampu menjalankan tugasnya sesuai dengan kewajiban dengan baik agar pendidikan SD inklusi dapat berhasil
b)   Tenaga Ahli
Tenaga ahli dalam pendidikan ABK sangat diperlukan keberadaannya untuk ikut membantu pemecahan permasalahan anak dalam bidang non akademik. Tenaga ahli itu meliputi: Dokter umum, Dokter spesialis, Psikolog, Social worker, maupun tenaga ahli lainnya yang diperlukan.
c)   Tenaga Administrasi
Untuk kelancaran proses belajar-mengajar perlu dukungan tenaga admistrasi sekolah. Sebagai tenaga non akademik keberadaannya sangat diperlukan untuk kelancaran tugas-tugas sekolah secara umum, misalnya keuangan, surat-menyurat, pendataan murid/guru, dan sebagainya
3)   Sarana-Prasarana
Sarana-prasarana adalah peralatan, perlengkapan dan fasilitas yang secara langsung dipergunakan dalam menunjang proses pendidikan khususnya proses belajar mengajar. Disamping menggunakan sarana prasarana seperti halnya anak normal, anak berkebutuhan khusus perlu pula menggunakan sarana prasarana khusus sesuai dengan jenis kelainan dan kebutuhan anak.
4)   Keuangan/Dana
Komponen keuangan sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan belajar mengajar bersama komponenkomponen lain. Dengan kata lain, setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya.
5)   Alternatif Penempatan
Penempatan anak berkelainan di sekolah inklusif dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut:
(1)   Kelas Reguler (Inklusi Penuh)
(2)   Kelas Reguler dengan Cluster
(3)   Kelas Reguler dengan Pull Out
(4)   Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull Out
(5)   Kelas Khusus dengan berbagai pengintegrasian
(6)   Kelas Khusus Penuh

Pendidikan inklusi akan berhasil dengan baik apabila didukung dengan: (1) sikap, komitmen, dan keyakinan yang positif dari seluruh guru, staf sekolah dan orang tua, (2) ketersediaan layanan khusus dan adaptasi lingkungan fisik dan peralatan, (3) sistem dukungan, seperti ketersediaan guru khusus, terdapat kebijakan dan prosedur yang tepat untuk memonitor kemajuan setiap siswa penyandang cacat, termasuk untuk asesmen dan evaluasi, (4) adanya kolaborasi harmonis antara guru khusus dan guru kelas dalam merancang dan menerapkan Program Pengajaran yang diindividualisasikan (individualized educational program - IEP), (5) kurikulum fleksibel dan metode pembelajaran yang tepat, serta (7) kesadaran, partisipasi, dan dukungan masyarakat.