Jumat, 28 September 2012

Disiplin Kelas dan Pendekatannya



2.1  Pengertian Disiplin Kelas
Kataan disiplin berasal dari bahasa Yunani "Disciplus" yang artinya murid atau pengikut seorang guru. Seorang murid atau pengikut harus tunduk kepada peraturan, kepada otoritas gururya. Karena itu disiplin berarti kesediaan untuk mematuhi ketertiban agar murid dapat belajar. Adapun menurut kamus umum Bahasa Indonesia, W.J.S Poerwadarminta, istilah disiplin mengandung pengertian sebagai berikut: Latihan batin dan watak dengan maksud supaya segala perbuatannya selalu mentaati tata tertib di sekolah. Ketaatan pada aturan dan tata tertib. Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka dapatlah penulis katakan bahwa disiplin adalah rasa tanggung jawab dari pihak murid berdasarkan kematangan rasa sosial untuk mematuhi segala aturan dan tata tertib di sekolah sehingga dapat belajar dengan baik.
Disiplin dapat juga dikatakan sebagai alat pendidikan bagi anak, sebab dengan disiplin anak dapat membentuk sikap teratur dan mentaati norma aturan yang ada. Untuk itu disiplin sudah bisa dibiasakan dalam kehidupan anak sejak usia dini. Disiplin berkaitan pula dengan motivasi, karena dengan adanya disiplin anak terdorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu untuk mencapai apa yang diharapkan orang lain darinya, apakah itu keluarga, guru, maupun teman-temannya. Selain itu disiplin dapat pula membantu anak mengembangkan hati nurani dari dalam diri yang membantunya dalam membuat keputusan dan mengendalikan tingkahlakunya. Pembiasaan hidup disiplin pada diri anak baik di rumah maupun di sekolahakan berpengaruh positif bagi anak dalam perkembangannya. Untuk itu peran orang dewasa, baik orang tua, maupun guru berperan penting dalam menanamkan pembiasaan disiplin ini pada anak.
Dalam hal ini guru dan orang tua dapat menjadi model, pembimbing dan pengarah anak dalam berperilaku yang baik yang diterimalingkungannya. Pada awalnya disiplin memang dirasakan sebagai suatu aturan yangmengekang kebebasan anak. Akan tetapi bila aturan tersebut dirasakan sebagai suatuyang memang seharusnya dipatuhi secara sadar untuk kebahagiaan diri anak dankebaikan bersama, maka lama kelamaan akan menjadi suatu kebiasaan yang baik menuju kearah disiplin diri sendiri (self discipline}. Artinya disiplin tidak lagimerupakan suatu yang datang dari luar dirinya yang memberikan keterbatasan tertentu. Dalam hal ini disiplin telah merupakan suatu aturan yang datang dari dalam diri sebagai suatu aturan tentang suatu hal yang wajar dilakukan anak dalamkehidupan sehari-hari.
Dalam kehidupan sehari-hari kata disiplin diartikan banyak orang dengan sudut arti yang berbeda. Ada yang mengartikan kata disiplin sama dengan hukuman, pelaksanaan fungsi kontrol, dan ada pula yang mengartikan sebagai bentuk pelatihan. Pengertian disiplin sebagai hukuman adalah karena tindakan pendisiplinan mengarah kepada perilaku-perilaku anak yang menyimpang, sehingga perlunyadilakukan tindakan pendisiplinan dengan cara menghukum. Seperti pernyataan anak itu sering merusak alat-alat sekolah, ia harus didisiplinkan, dalam arti ia harus dihukum karena telah melakukan pengrusakan. Dengan demikian konsep tentang disiplin disamakan dengan hukuman. Disiplin diartikan pula sebagai kontrol, karena dalam penerapan disiplin banyak berpegang kepada aturan-aturan untuk melihat dan menilai perilaku anak. Dalam tindakan kontrol ini akan dilihat apakah perilaku anak sesuai atau berpedoman kepada aturan yang ditetapkan. Jika ternyata perilaku tersebut menyimpang dari aturan yang ditetapkan maka dilakukan tindakan disiplin. Disiplin dikatakan pula suatu bentuk latihan bagi anak. Dalam penanaman disiplin anak dilatih untuk mengontrol diri dalam berperilaku agar sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dengan adanya latihan ini menjadikan timbulnya disiplin diri sendiri, yang ditandai dengan adanya kesadaran anak dan kemampuan dalam pengendalian diri sendiri.

2.2  Pemdekatan Dalam Manajemen Kelas        
1. Pendekatan Otoriter
Memandang bahwa manajerial kelas sebagai suatu pendekatan pengendalian perilaku peserta didik oleh guru. Tujuan utama ialah mengendalikan perilaku perserta didik. Ada 5 strategi yang dapat diterapkan dalam manajemen kelas :
1)      Menciptakan dan menegakkan peraturan.
2)      Memberikan perintah, pengarahan dan pesan
3)      Menggunakan teguran ramah
4)      Menggunakan pengendalian dengan mendekati
5)      Menggunakan pemisahan dan pengucilan

2. Pendekatan Intimidasi
Pendekatan yang memandang manajemen kelas sebagai proses pengendalian perilaku peserta didik.
3. Pendekatan permisif
Pendekatan yang menekankan perlunya memaksimalkan kebebasan siswa.
4. Pendekatan Buku Masak
Pendekatan berbentuk rekomendasi berisi daftar hal-hal yang harus dilakukan atau yang tidak harus dilakukan oleh seorang guru apabila menghadapi berbagai tipe masalah manajemen kelas.

5. Pendekatan Instruksional
Pendekatan yang berdasarkan kepada pendirian, bahwa pengajaran yang dirancang dan dilaksanakan dengan cermat akan mencegah timbulnya sebagian besar masalah manejerial kelas. Para pengemmbang pendekatan instruksional menyarankan guru dalam mengembangkan strategi manajemen kelas dengan memperhatikan hal-hal berikut :
·         Menyampaikan kurikulum dan pelajaran yang menarik.
·         Menerapkan kegiatan yang efektif
·         Menyediakan daftar kegiatan rutin kelas
·         Memberikan pengarahan yang jelas
·         Menggunakan dorongan yang bermakna
·         Memberikan bantuan mengatasi rintangan.
·         Merencanakan perubahan lingkungan
·         Mengatur kembali struktur situasi
6. Pendekatan Pengubahan Perilaku
Pendekatan pengubahan perilaku didasarkan pada prinsip-prinsip behaviorisme. Prinsip utama yang mendasari pendekatan ini adalah perilaku merupakan hasil proses belajar. Prinsip ini berlaku baik bagi perilaku yang sesuai maupun perilaku yang menyimpang. Pengajar pendekatan ini berpendapat bahwa seorang peserta didik berperilaku menyimpang adalah disebabkan oleh salah satu dari dua alas an yaitu : 1) Peserta didik telah belajar berperilaku yang tidak sesuai. 2) Peserta didik tidak belajar berperilaku yang sesuai.
Pendekatan pengubahan perilaku dibangun atas dasar dua asumsi utama, yaitu : 1) Empat proses dasar belajar. 2) Pengaruh kejadian-kejadian dalam lingkungan. Tugas guru adalah menguasai dan menerapkan empat prinsip belajar. Prinsip tersebut adalah penguatan positif, hukuman, penghentian penguatan negative.
7. Pendekatan Iklim Sosio-emosional
Pendekatan iklim sosio-emosional dalam manajemen kelas berakar pada psikologi penyuluhan klinis, dank arena itu member arti yang sangat penting atau hubungan antar pribadi. Pendekatan ini dibangun atas dasar asumsi bahwa manajemen kelas yang efektif (dan pengajaran yang efektif) sangat tergantung pada hubungan yang positif antara guru dan peserta didik. Oleh karena itu tugas pokok guru dalam manajemen kelas adalah membangun hubungan antar pribadi yang positif dan meningkatkan iklim sosio-emosional yang positif  juga.
Banyak gagasan yang bercirikan pendekatan sosio-emosional dapat ditelusuri pada karya Carl Rogers. Mengatakan bahwa kelancaran proses belajar yang penting sangat tergantung pada kualitas sikap yang terdapat pada hubungan pribadi antara guru dan peserta didik.
Sementara itu , gonott menekankan pentingnya komunikasi yang efektif untuk meningkatkan hubungan yang baik antara guru dan siswa, disamping keserasian, sikap menerima empati, dan memberikan sejumlah contoh bagaimana sikap-sikap itu diwujudkan oleh guru.
8. Pendekatan Proses Kelompok
Hal utama yang mendasari pendekatan proses kelompok pada asumsi-asumsi berikut:
Ø  kehidupan sekolah berlangsung dalam lingkungan kelompok, yakni kelompok kelas.
Ø  Tugas pokok guru adalah menciptakan dan membina kelompok kelas yang efektif dan produktif
Ø  Kelompok kelas adalah suatu system social yang mengandung cirri-ciri yang terdapat pada semua system social
Ø  Pengelolaan kelas oleh guru adalah menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang menunjang terciptanya suasana belajar yang menguntungkan
Schmuck dan Schmuck dalam Weber dan mengemukakan 6 ciri mengenai manajemen kelas yaitu: harapan, kepemimpinan, daya tarik, norma, komunikasi, dan keterbaharuan.

8. Pendekatan Eklektik
Dalam kenyataan guru jarang sekali melakukan pendekatan secara utuh, melainkan mengkombinasikan masing-masing pendekatan dengan mengambil hal-hal positif dari satu pendekatan seraya mengeleminir kelemahan masing-masing pendekatan. Wilford A. Webber menyatakan bahwa pendekatan dengan cara menggabungkan semua aspek terbaik dari berbagai pendekatan manajemen kelas untuk menciptakan suatu kebulatan atau keseluruhan yang bermakna, yang secara filosofis, teoritis, dan atau psikologis dinilai benar, yang bagi guru merupakan sumber pemilihan perilaku pengelolaan tertentu yang sesuaki dengan situasi disebut pendekatan elektik.
9. Pendekatan Analistik Pluralistik
Sembilan pendekatan yang diuraikan dimuka menggambarkan Sembilan macam pendekatan manajemen kelas yang berlainan. Setiap pendekatan ada penganjurnya dan pemakaiannya, tidak ada anjuran dan saran untuk menganut dan menggantungkan diri pada satu pendekatan manajemen kelas. Saran dan anjuran yang perlu dipertimbangkan adalah menggunakan pendekatan analitik pluralistik.
Berbeda dengan pendekatan eklektik, pendekatan analitik pluralistic member kesempatan kepada guru memilih strategi manajemen kelas atau gabungan beberapa strategi dari berbagai pendekatan manajemen yang dianggap mempunyai potensi terbesar berhasil menanggulangi masalah manajemen kelas dalam situasi yang telah dianalisis. Pendekatan analitik pluralistk berupa pemilihan diantara berbagai strategi manajemen kelas suatu atau beberapa strategi yang mempunyai kemungkinan menciptakan dan menampung kondisi-kondisi yang member kemudahan kepada pembelajaran yang efektif dan efisien. Guru bebas mempertimbangkan semua strategi yang mungkin efektif.

2.3 Pentingnya Pembinaan Disiplin Kelas
Kemampuan anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya merupakan modal dasar yang sangat penting bagi kehidupan yang sukses dimasa depan. Berkaitan dengan hal ini, peran guru membantu anak menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga anak merasa bahagia dan mampu menerima dirinya (self acceptance).
Pembiasaan disiplin pada diri anak penting karena dengan berdisiplin dapat memantapkan peran sosial anak. Rua (2003) mengemukakan bahwa rahasia keberhasilan adalah kedisiplinan. Orang yang terlatih disiplin akan lebih besar kemungkinannya meraih keberhasilan dibandingkan orang yang tidak disiplin. Tujuan dari disiplin adalah membentuk perilaku anak, yang sesuai dengan peran yang ditentukan lingkungan atau kelompok sosialnya. Untuk itu dalam penanaman disiplinini perlu peran orang tua di rumah maupun guru di sekolah. Di rumah orang tua dan anggota keluarga lainnya merupakan model yangditiru anak dalam pembentukan disiplin diri. Selain itu arahan-arahan dan bimbingan orang tua merupakan pedoman anak bertingkah laku agar dapat melakukan penyesuaian diri di lingkungannya. Begitu pula halnya di sekolah, seluruh personil sekolah adalah model bagianak, sedangkan arahan dan bimbingan serta aturan-aturan di sekolah umumnya danaturan guru dalam kelas khususnya dapat membentuk perilaku anak dan mantapnya pembentukan perannya dalam lingkungannya.
Dalam pendisiplinan anak, khususnya disiplin anak di SD banyak aspek-aspek yang berkaitan, di antaranya adalah menyangkut peran orang tua dan guru dalam pendisiplinan anak, penyesuaian diri anak dan penerimaan lingkungan pada anak. Namun dalam tulisan ini hanya dilihat dari aspek rasional dan pengertian disiplin, elemen-elemen penting disiplin dan teknik-teknik pendisiplinan anak serta bentuk  penerapan disiplin di SD.

2.4  Teknik-Teknik dan Upaya Menegakkan Disiplin.
Berlangsungnya proses belajar mengajar di dalam kelas dengan suasana yang harmonis dimana guru dapat menyampaikan bahan pelajaran dengan baik dan murid dapat belajar atau mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru dengan baik pula tergantung sekali kepada disiplin kelas. Kelas yang tidak berdisiplin sudah tentu kegiatan belajar mengajarnya pun akan menjadi kacau dan tidak menentu pula. Guru sering tidak masuk mengajar, murid-murid sering datang terlambat. Tugas-tugas seperti piket kelas tidak dilaksanakan sehingga kelas menjadi kotor dan sebagainya. Dalam rangka untuk menciptakan suasana kelas yang efektif bagi berlangsungnya proses belajar mengajar, maka disiplin kelas perlu ditegakkan baik oleh guru maupun murid-murid.

a.       Teknik-Teknik Membina Disiplin Kelas
Terdapat beberapa teknik membina disiplin kelas, antara lain:
a)      Teknik keteladanan guru, yaitu guru hendaknya memberi contoh teladan sikap dan perilaku yang baik kepada siswanya.
b)      Teknik bimbingan guru, yaitu diharapkan guru senantiasa memberikan bimbingan dan penyuluhan untuk meningkatkan kedisiplinan para siswanya.
c)      Teknik pengawasan bersama, yaitu dalam disiplin kelas yang baik mengandung pula kesadaran akan tujuan bersama, guru dan siswa menerimanya sebagai pengendali, sehingga situasi kelas menjadi tertib.
Dalam mewujudkan tujuan bersama tersebut, beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam pembinaan disiplin kelas adalah:
a)      Mengadakan perencanaan bersama antara guru dengan siswa.
b)      Mengembangkan kepemimpinan dan tanggung jawab pada siswa.
c)      Membina organisasi kelas secara demokratis.
d)     Membiasakan agar siswa dapat berdiri sendiri atau mandiri dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
e)      Membiasakan siswa untuk berpartisifasi sesuai dengan kemampuannya
f)       Memberikan dorongan kepada siswa untuk mengembangkan pengettahuan dan keterampilan.

b.      Upaya Menegakan Misiplin Kelas
Upaya menegakan disiplin didalam kelas dapat dilakukan dengan meminta dukungan berbagai pihak terkait, misalnya dari pihak guru, siswa dan orang tua. Pihak-pihak tersebut selayaknya diajak bekerja sama dengan baik dan harmonis serta ikut bertanggung jawab untuk menciptakan disiplin siswa. Upaya yang dapat dilakukan oleh masing-masing pihak adalah sebagai berikut:

a)      Pihak Guru
Disiplin banyak bergantung pada pribadi guru. Ada guru yang mempunyai kewibawaan sehingga disegani oleh siswanya. Ia tidak akan mengalami kesulitan dalam menciptaka suasana disiplin dalam kelasnya walaupun tanpa menggunakan tindakan atau hukuman yang ketat. Adapula guru yang tampaknya tidak mempunyai kepribadian, ia tidak berwibawa sehingga tidak disegani siswanya sekalipun ia menggunakan hukuman dan tindakan yang keras. Akhirnya hukuman dan tindakan tidak efektif. Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain:
*      Guru hendaknya jangan ingin berkuasa dan otoriter, memaksa siswa untuk patuh terhadap segala sesuatu yang diperintahkan, karena sikap guru yang otoroter membuat suasan kelas menjadi tegang dan sering diliputi rasa takut.
*      Guru harus percaya diri bahwa ia mampu menegakan disiplin bagi dirinya dan siswanya. Jangan tunjukan kelemahan dan kekurangannya pada siswa sebab pada dasarnya siswa perlu perlindungan dan rasa aman dari gurunya.
*      Guru jangan memberikan janji-janji yang tidak mungkin dapat ditepati. Juga tidak memaksa siswa bebrjanji untuk memperbaiki perilakunya seketika sebab mengubah perilaku tidak mudah, memerlukan waktu dan bimbingan.
*      Guru hendaknya pandai bergaul dengan siswanya, akan tetapi jangan terlampau bersahabat erat sehingga hilang rasa hormat siswa terhadapnya. Akibatnya siswa menanggap guru sebagai teman dekat, sehingga cenderung akan hilang kewibawaanya.
b)      Pihak siswa
Peranan siswa dalam menciptakan suasana disiplin dalam kelas tak kalah pentingnya, karena factor utama adalah siswa sendiri dan siswa merupakan subyek dalam pembelajaran. Oleh karena itu siswa harus mempunyai rasa tanggung jawab untuk turut serta mewujudkan disiplin di kelasnya.
Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh siswa dalam mewujudkan disipilin dalam kealas, anatara lain:
*      Siswa hendaknya memiliki rasa tanggung jawab sosial untuk turut serta menciptakan suasana disiplin didalam kelas.
*      Siswa hendaknya memiliki keasadaran untuk mentaati aturan dan tata tertib sekolah bukan karena rasa takut atau karena merasa terpaksa.
*      Siswa hendaknya bertindak sebagai pengontrol atau pengawas dirinya sendiri tanpa harus diawasi oleh orang lain.
*      Apabila suatu saat melakukan pelanggaran, maka siswa harus berjanji pada dirinya sndiri untuk tidak mengulanginya.
c)      Pihak Siswa
Peranan orang tua dalam mewujudkan disiplin putra-putrinya dirumah, akan sangat membantu penegakan disiplin kelas. Karena itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam rangka turut menegakan disiplin, antara lain:
*      Orang tua hendaknya mengetahui tentang tata tertib sekolah yang harus dilaksanakan putra putrinya ketika disekolah.
*      Orang tua hendaknya ikut bertanggung jawab terhadap putra putrinya dengan cara turut serta mengawasinya.
*      Orang tua hendaknya turut berbicara dan turut membina putra putrinya apabila ia melanggar tata tertib atau aturan sekolah.

2.5 Membina Disiplin Diri (Self Discipline)
Tujuan pendidikan adalah membimbing anak kearah kedewasaan, yang berkaitan dengan kematangan social, emosianal intelektual dan moril sehingga dapat berdiri sendiri, dan siakp tanggung jawab akan tercapai bila sejak kecil anak diberi kebebasan sesuai dengan usia, perkembangan dan kesanggupannya.
Untuk pembentukan pribadi yang dewasa, bentuk disiplin yang diterapkan pada anak memegang perananpenting. Anak yang terlampau diatur hidupnya dengan disiplin yang ketat, cenderung untuk tidak sanggup menggunakan kebebasannya bila ia kelak memperolehnya. Itu sebabnya maka sejauh mungkin anak dididik kearah yang self discipline.
Disiplin diri bukan berarti memberikan kebebasan penuh. Disiplin diri berarti keinsyafan dan kerelaan sendiri mematuhi aturaan dan norma-norma yang diakuinya. Hal itu baik dan perlu, sekalipun tidak ada orang lain yang mengawasinya. Jenis disiplin yang diberikan kepada anak banyak bergantung pada pribadi si pendidik. pendidi yang otokratis, yang menjaga ketertiban dengan tangan besi, tidak member kesempatan pada anak untuk mengatur diri sendiri. Guru seperti akan menindak setiap pelanggaran dengan hukuma dan ancaman, sehingga menimbulkan rasa takut.
Self discipline biasanya terdapat didalam kelas yang gurunya bersikap demokratis. Kelas yang demokratis juga bias tertib sesuai ddengan kegiatan yang dilakukan oleh para siswa. Ketertiban tercapai bukan dengan kekerasan atau paksaan dari pihak guru, melainkan karena para siswa patuh akna peraturan. Ketertiban itu akan tetap mereka pelihara sekalipun tidak ada guru didalam kelas yang mengawasi mereka. Apabila para siswa telah sanggup disiplin diri sendiri, maka mereka telah melangkah menuju ke arah kedewa

Pendidikan Nilai dan Karakter dalam Multikulturalisme di Indonesia



PENDIDIKAN NILAI DAN KARAKTER
DALAM MULTIKULTURALISME DI INDONESIA

A. Tujuan dan Kegiatan Pembelajaran
Model multikulturalisme merupakan sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun kebudayaan. Dengan mempelajari materi-materi didalam buku karangan ibu Ruminiati yang berjudul “Akulturasi Budaya Asli Indonesia Suatu Kajian Multikulturalisme Berbasis Riset” kita dapat memahami dan dapat menjelaskan mengenai:
1.    Hakikat multikulturalisme
2.    Pendidikan nilai dan karakter sebagai budaya dalam pendidikan
3.    Pentingnya pendidikan nilai dan karakter bagi mahasiswa PGSD
4.    Upaya memahami pendidikan nilai dan karakter
5.    Budaya lokal sebagai akar budaya nasional
6.    Monokulturalis
7.    Pengaruh budaya terhadap pendidikan nilai dan budi pekerti
B. Kegiatan Pembelajaran
1.    Hakikat Multikulturalisme di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Multikulturalisme merupakan upaya mengakomodasi berbagai perbedaan identitas, etnisitas, religius, bahasa, gender, maupun ras. Multikulturalisme merupakan paham yang menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan.
Pendidikan multikultural menghadapkan siswa terhadap konsep-konsep yang berbeda tentang hidup yang sukses, sistem keyakinan, mengajak siswa masuk ke dalam semangat budaya lain, melihat dunia dengan cara yang dilakukan orang lain dan menghargai segala kekuatan dan keterbatasannya. Pendidikan multikultural juga mengelola kemampuan yang lebih halus melalui moral dan budi pekerti, kerelaan untuk melihat diri sendiri dari sudut pandang orang lain, dan kerelaan untuk mendengarkan orang lain dengan simpati dan sensitif. Pendidikan tidak hanya menyangkut persoalan sosialitas, tetapi juga humanitas.
Menurut Ruminiati dan Zainuddin (2009), terdapat beberapa hal yang dibidik dalam pendidikan multikultural, yaitu:
a.    Pendidikan multikultural menolak pandangan yang menyamakan pendidikan (education) dengan persekolahan (schooling) atau pendidikan multikultural dengan program-program sekolah formal.
b.    Pendidikan multikultural juga menolak padangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik. Hal ini disebabkan seringnya para pendidik, secara tradisional, mengasosiasikan kebudayaan hanya dengan kelompok-kelompok sesial yang relatif self sufficient.
Menurut Parekh (2008) terdapat bidang yang dianggap paling relevan bagi prinsip-prinsip pendidikan multikultural adalah kurikulum. Berkaitan dengan kurikulum ini setidaknya terdapat dua syarat, yaitu
a.    Pendidikan multikultural terintegrasi dalam berbagai bidang studi terkait.
b.    Metode pengajaran
2.    Pendidikan Nilai dan Karakter
Pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang. Mardiatmadja: arsip didukung Zainuddin (2009), mendefinisikan pendidikan nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya. Selain itu juga menyebutkan bahwa pendidikan nilai sebagai bantuan untuk mengembangkan dan mengartikulasikan kemampuan pertimbangan nilai atau keputusan moral yang dapat menjelaskan kerangka tindakan manusia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan nialin dan karakter adalah pengajaran dan pembimbingan terhadap peserta didik agar mengetahui dan menyadari nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan melalui proses pembelajaran yang tepat dan pembiasaan yang konsisten.
3.    Pentingnya Pendidikan Nilai dan Karakter bagi Mahasiswa PGSD dan PG PAUD
Nilai pancasila sebagai pandangan hidup bangsa maupun sebagai dasar Negara Indonesia, sangat urgen untuk dipahami dan diamalkan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam butir-butir pancasila dan UUD 1945 sangat tinggi manfaatnya untuk pendidikan karakter bangsa. Bhineka tunggal ika merupakan sarana yang sangat tepat untuk menjaga keutuhan NKRI.
Pendidikan nilai dimaksudkan untuk membantu peserta didik agar memahami, menyadari, dan mengalami nilai-nilai serta mampu menempatkannya secara integral dalam kehidupan. Guru sebagai seorang administrator, infomator, konduktor, dan sebagainya harus memiliki kelakuan yang dapat diterima di masyarakat. Moral guru sangat dipentingkan, karena dapat memengaruhi moral peserta didik. Berikut beberapa kebutuhan yang sama dalam penerapan pendidikan nilai di sekolah. Kebutuhan-kebutuhan tersebut antara lain
a.    Kebutuhan-kebutuhan akan prinsip-prinsip belajar yang menyertakan nilai ilmiah, moral, dan agama secara harmonis;
b.    Skenario belajar yang digunakan secara konsisten dalam perilaku belajar;
c.    Petunjuk-petunjuk praktis yang mempermudah guru dalam menilai taraf pembentukan nilai;
d.   Pelatihan kompetensi guru dalam pengembangan nilai.
4.   Upaya Memahami Pendidikan Nilai dan Karakter
Teori-teori pendidikan nilai dan karakter dapat dipahami dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam dunia pendidikan. Sosialisasi pendidikan nilai dan karakter dilakukan dengan mendidik individu pada kebudayaan yang harus dimiliki dan diikutinya. Sosialisasi dapat juga dikatakan sebagai proses memanusiakan diri. Interaksi anak dengan lingkungan budayanya akan membantunya menemukan jati diri sehingga ia dapat menempatkan diri dalam struktur sosial atau menyesuakan sikapnya sesuai dengan harapan masyarakatnya. Pendidikan nilai dan karakter berbeda dengan pendidikan nilai an budi pekerti. Jika pendidikan nilai dan karakter memusatkan pada moral bangsa secara umum, maka pendidikan nilai dan budi pekerti memusatkan pada moral dalam agama.
5.   Pengaruh Budaya Terhadap Pendidikan Nilai Budi Pekerti dan Karakter Bangsa
Menipisnya nilai-nilai dan budi pekerti menyebabkan banyaknya perilaku menyimpang yang pada akhirnya mampu mengubah kebudayaan masyarakat. Perlu kerjasama anatar lembaga pendidikan, keluarga dan masyarakat untuk mamu memulihkan seperti semula. Pendidikan merupakan tempat untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman. Namun pada hakikatnya manusia belajar dari alam dan budaya yang diciptakan masyarakat. Budaya berasal dari bahasa Sansekerta ‘Budhaya’ yang mencakup cipta, rasa dan karsa. Jadi kebudayaan merupakan suatu sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengaruh manusia dalam berskap dan berperilaku baik secara individu maupun kelompok.
Budi pekerti merupakan nilai moralitas manusia yang disadari da dilakukan dalam tindakan nyata. Budi pekerti tersebut menjadi landasan perilakunya yang tampak sebagai kepribadian orang tersebut. Pendidikan budi pekerti sangat diperlukan karena pendidikan budi pekerti mengarahkan kepada nilai-nilai positif yang berlaku di dalam masyarakat. Dalam pendidikan budi pekerti bentuk nilai dibagi menjadi tiga, yakni sikap terhadap Tuhan, sesama, dan diri sendiri.
6.   Budaya Lokal sebagai Akar Budaya Nasional
Di dalam bahasa terdapat filsafat hidup, pandangan hidup, etika, dan kearifan lokal masyarakat pemiliknya. Keanekaragam kebudayaan di Indonesia memperlihatkan prinsip kesamaan saling kesesuaian satu sama lain. Prinsip tersebut menjadi landasan terciptanya kebudayaan nasional tanpa menghilangkan perbedaan. Selain kebudayaan, bahasa nasional menunjukkan identitas bangsa Indonesia. Kebudayaan lokal harus memiliki ciri khas tanpa ada persamaan dengan kebudayaan lainnya di dunia. Selain bahasa dan kesenian, teknologi, organisasi sosial dan upacara adat juga menjadi ciri khas bangsa. Apabila budaya-budaya tersebut tidak dikelola dengan tepat, maka pluralitasnya akan mengancam persatuan bangsa.
7.   Monokulturalisme di Indonesia
Pada orde baru, pendidikan menekankan pada budaya nasional untuk menumbuhkan perasaan identitas yang kuat sehingga tercipta bangsa yang merekat. Berbeda dengan orde baru, saat reformasi lebih mengutamakan nilai-nilai lokal atau etnisitas. Namun keduanya memiliki tujuan yang sam, yakni mempertahankan kaomunitas, baik komunitas bangsa maupun etnis.
Pendidikan monokultur menganut eropasentris yang menyebabkan pendidikan monokultural tersebut memiliki ketebatasan. Keterbatasan tersebut antara lain:
a.    Tidak membangkitkan keingintahuan terhadap kebudayaan yang lain karena mereka tidak dihadapkan dengan perbedaan kebudayaan tersebut.
b.   Kurang mengembangkan imajinasi karena imajinasi akan berlangsung jika seseorang ditunjukkan dengan masyarakat dan kebudayaan yang lain.
c.    Menghambat pertumbuhan kemampuan berfikir kritis. Dijelaskan jika anak diarahkan untuk menolak segala hal yang tidak terdapat dalam kategori mereka yang menyebabkan anak-anak diajak untuk melihat dunia dari sudut pandang yang sempit.
d.   Mengembangkan arogansi, ketidakpekaan dan rasisme yang menyebabkan siswamerasa terancam dan tidak tahu harus berbuat apa dengan kebudayaan yang lain.
Dapat dikatakan jika pendidikan monokultural menutup diri dan resisten terhadap kebudayaan lain yang ada di sekitarnya. Yang mengakibatkan masyarakat hanya memiliki jalan tunggal untuk menyelesaikan masalah yang semakin kompleks dan terus berkembang.